9•• Sosok ambisius

92 7 0
                                    

Pagi ini suasana hati Aurora sangat lah baik, seperti biasa Aurora berangkat sekolah bersama ayah nya. Ren memang sangat protektif pada Rora, dia tidak mau putri satu-satunya itu berjalan sendirian. Sampai di gerbang Visiona, Aurora melihat Yasmine berjalan bersama seorang perempuan.

"Yasmine!" Panggil Rora seraya berlari kecil ke arah gadis itu.

"Hai, Ra. Kenalin ini sahabat aku, nama nya Susan."

Rora mengulurkan tangan nya ke arah Susan, sebagai tanda perkenalan keduanya.

"Rora Lo cantik banget," puji Susan.

Pipi Rora bersemu merah mendengar pujian yang baru saja di lontarkan oleh Susan.

"Kelas kamu dimana?" tanya Rora pada Susan, mereka bertiga berjalan beriringan masuk ke dalam lingkungan Visiona.

"Gue IPS, gue ogah banget masuk IPA," decak Susan sembari melirik ruang anak-anak IPA kelas 10. Baru tingkat pertama, namun siswa-siswi di kelas itu kelihatan sangat lelah. Berbeda dengan IPS, yang menurut Susan lebih santai.

Sampai di lantai tiga SMA Visiona, Susan melambaikan tangan ke arah Rora dan Yasmine, karena jarak kelas mereka yang memang terpaut lumayan jauh. Rora dan Yasmine berjalan beriringan menuju kelas mereka.

"Dengar-dengar hari ini ada kuis, Ra," kata Yasmine.

"Serius? Aku belum belajar."

Yasmine kemudian memegang kedua bahu Rora. "Udah tenang aja, palingan rombongan Semesta yang bakal borong semua jawaban."

Rora tertawa pelan. "Mereka se pintar itu?"

Yasmine mengangguk sangat yakin. "Apalagi Semesta, gue heran otak nya terbuat dari apa."

Rora pun tersenyum. "Gosip terus."

Aurora mulai masuk ke dalam kelas, dan rombongan Semesta sudah berkumpul di bangku Rey. Mereka sepertinya sedang sibuk membaca buku dan mencatat, Rora melangkah melewati mereka. Sampai di meja, Aurora melihat buku di meja Semesta bertambah banyak, Aurora begitu heran. Kenapa siswa-siswi Visiona begitu menggebu-gebu terhadap nilai.

"Selamat pagi anak-anak!" Aurora menoleh ke arah depan, Pak Antonius sudah masuk ke dalam kelas dan duduk rapi di meja guru. Semua siswa kelas Aurora pun kembali ke meja mereka masing-masing termasuk Semesta.

"Kumpulkan semua buku fisika kalian di atas meja masing-masing, baik buku latihan maupun catatan!"

Dengan cepat Aurora mengeluarkan buku-buku fisika milik nya, sekali lagi Aurora menoleh pada Semesta yang duduk di sebelahnya. Cowok itu kelihatan sangat santai, setelah menaruh semua buku di atas meja, pria dengan rambut klimis itu tampak mengetukkan pulpen pada dagu nya. Semesta kemudian menoleh cepat ke arah Aurora dengan tatapan mata tajam, membuat Aurora mengalihkan pandangan nya ke arah lain. Hingga senyuman genit Aden menambah perasaan tidak enak bagi Aurora.

"Baik, hari ini saya akan mengadakan kuis dadakan untuk menunjang pengetahuan kalian." Pak Antonius mulai membuka buku yang sudah ia sediakan beberapa soal disana.

Rora menunduk dengan degupan kencang di dadanya, Aurora tidak bohong bahwa dia benar-benar gugup.

Pak Antonius mulai membuka suara, dia kemudian berucap dengan suara cukup keras. "Pertanyaan pertama jawab dengan baik dan benar, Reygan Dwituria, Sebuah bola pejal bertranslasi dan berotasi dengan kecepatan linier v dan kecepatan sudut ω, maka energi kinetik total bola pejal adalah?"

Rey segera berdiri di tempat duduk nya dengan tampang yang sangat tenang. "Izin menjawab, Pak. Jawaban nya adalah 7/10 mv2."

"Jawaban kamu benar!"

Riuh tepuk tangan terdengar di seluruh kelas, terutama Aurora yang mengangkat kedua jempolnya ke arah Rey. Rora benar-benar tidak percaya bahwa Rey bisa menjawab soal dengan semudah itu.

"Soal nomor dua, jawab dengan baik dan benar Arzan Bramantyo, Debit air yang keluar dari pipa yang luas penampangnya 4cm2 sebesar 100 cm3/s. Kecepatan air yang keluar dari pipa tersebut adalah?"

"Saya tidak tahu pak," jawab Arzan cepat.

Mendengar jawaban polos Arzan tentu nya mengundang gelak tawa se isi kelas.

"Goblok," cibir Semesta.

Aurora langsung menoleh pada Semesta, dan ia melihat tampang cowok itu yang sangat datar dan memandang Arzan dengan sangar. Salah kah jika cowok itu memang tidak tahu jawabannya, lagi pula tidak semua orang memiliki kapasitas otak seperti Semesta kan? Jadi wajar saja, kalau teman-teman nya juga tidak sepintar dia. Lantas, dimana salah nya.

"Kamu berdiri di depan!" Suruh Pak Antonius, dengan cepat Arzan berdiri dan berjalan ke arah depan kemudian berdiri tepat di depan papan tulis.

"Dari soal tadi berapakah kecepatan air yang keluar dari pipa tersebut, Adenio Cakra Dhanurendra?"

Aden yang mendengar namanya disebutkan segera berdiri dengan tegap, dia pun menoleh pada Rey yang juga sedang menatap nya.

"Apa jawaban nya goblok?" Bisik Aden pada Rey dengan mata melotot, namun Rey tetap lah Rey, cowok itu hanya diam dengan senyuman manis Milik nya.

"Adenio!" Teriak Pak Antonius.

Aden segera keluar dari kursi nya dan menyusul Arzan yang berdiri di depan papan tulis.

"Udah Lo tuh goblok," kata Arzan sembari memukul pelan bahu kiri Aden.

"Aizen Asterio!" Pak Antonius kini bertanya pada Zen yang duduk tepat di depan meja Aden.

Tanpa ba-bi-bu Zen segera berjalan ke arah papan tulis, daripada menerima amukan guru fisika itu, lebih baik dirinya bersatu bersama teman-teman nya membersihkan toilet nantinya.

Belum sempat Pak Antonius membuka suara, Jiva segera maju menyusul Zen yang berdiri di depan papan tulis, karena ia sudah tahu bahwa Pak Antonius pasti menyebutkan namanya setelah ini, daripada mengulur waktu lebih baik dia menyerahkan diri lebih dulu.

Kini yang tersisa hanya Juan dan Semesta dari rombongan geng Ravens yang belum di selamatkan, Juan yang memang tubuh nya lebih mungil mencoba untuk bersembunyi dibalik punggung seorang siswa yang duduk di meja depan nya.

"Juan!" Pak Antonius kembali membuka suara.

Rey segera mendorong tubuh Juan, karena dia tahu bahwa cowok itu pun sama seperti ke empat sahabatnya yang sudah berdiri di depan papan tulis. Juan dengan malas-malasan Juan berjalan dan bergabung bersama Arzan dan yang lain nya.

Pak Antonius membuka absensi kelas, dan matanya menangkap Aurora yang duduk di samping Semesta, Aurora pun menoleh ke samping dan melihat Semesta yang juga tengah menatap nya.

"Aurora Bulan ....."

Belum sempat Pak Antonius melanjutkan ucapannya, Aurora segera berdiri di tempat dan menatap pak Antonius cukup lama. Hingga Aurora tersadar dari lamunannya ketika Semesta menggeser buku catatannya.

"Berapa Aurora?" tanya Pak Antonius.

Aurora menunduk untuk melihat buku catatan yang di perlihatkan oleh Semesta. "0,25 m/s," jawab Aurora dengan suara cukup pelan.

"Jawaban kamu benar!"

Tepuk tangan terdengar memenuhi kelas, Aurora langsung memegangi dadanya yang terasa begitu lega. Yasmine menoleh ke belakang dan memberi selamat pada sahabat nya itu.

"Buset, pilih kasih Lo, Ta," cibir Arzan.

SEMICOLON ;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang