013: Kedekatan

29 15 0
                                    

Berbeda dengan hari sebelumnya yang selalu riuh, hari ini suasana rumah Desa Padi nampak sangat sepi. Seperti tak berpenghuni, tak ada teriakan ataupun suara berisik yang ditimbulkan yang mengganggu warga sekitar. Mereka memang masih pada tidur karena semalam main kartu UNO sampai dini hari. Kecuali, Sena, Abi, Azkia, serta Azkara yang sudah bangun lebih dulu.

"Sregep banget Mas," puji seorang ibu-ibu yang melewati Azkara yang tengah mencuci motornya.

Gara-gara dipakai Sena semalam, kondisi motornya penuh lumpur. Curiga sebenarnya Azka ini pada Sena, entah dia habis senam atau racing di trek terjal.

Sempat protes tuh si Azka namun Sena langsung menyahuti, "Yailah, pinjem bentar doang. Memang jalannya licin, tinggal di cuci aja sih repot betul," balas Sena waktu itu. Alasan terbesarnya membawa motor karena ia lelah habis senam dan tak mau jalan.

"Inggih bu, monggo pinarak," balas Azka dengan ramah. Ia mendongak sekilas dan tersenyum simpul pada seorang wanita yang tengah membawa belanjaan sayur.

Di luar dugaan, sang wanita itu seketika berbelok, "Wah, boleh Mas," ujarnya dengan senang.

Azka langsung melongo, mana si ibu langsung duduk di bale tanpa permisi. Padahal, Azka juga hanya basa-basi tadi.

"Saya capek memang mas, duduk sinilah mumpung hari minggu juga. Anggap aja refreshing lihat mas ganteng," ujar sang ibu frontal.

Azka seketika kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Ah, nggih Bu," ujarnya kembali.

Pria itu menaruh selang dan mematikan air kran, lalu masuk ke dalam. Azka melongokkan kepalanya ke dapur, "Ki, minta satu teh hangat ya," ujarnya yang diangguki Azkia.

Azkia yang kebetulan hendak menanak nasi pun mengangguk menyetujui ucapan Azka. Untung juga ada termos yang baru ia isi penuh. Setelah tehnya jadi, ia pun langsung membawanya ke depan. Sebenarnya Azkia heran karena tak biasanya Azka minta teh, tapi saat sampai depan ia jadi mengerti alasan Azka meminta teh tiba-tiba.

"Taruh sini Ki," pinta Azka yang Azkia angguki, "Terimakasih ya," ujarnya kembali.

Azkia hanya mengangguk dan segera pamit undur diri. Saat sampai dapur, Azkia dikagetkan saat melihat punggung seseorang yang nampak sibuk mengaduk kopi. Tak lama Abi berbalik, dan kontan ia kaget juga saat melihat Azkia.

"Mau susu?" tawar Abidzar, lelaki itu menyodorkan satu susu panas untuk Azkia, "Ini pemberian tetangga sebelah tadi. Gue ga terlalu suka susu. Buat lo aja. Minum ya biar badan lo anget," ujarnya kemudian membawa kopi miliknya keluar.

Azkia hanya menatap punggung Abi. Tadi Abi memang mampir ke warung, dan ia diajak mengobrol salah satu tetangga yang mana ia diberi satu gelas susu panas.
Disisi lain, Sena yang barusan dari kamar mandi pun menuju ke ruang tengah. Ia melirik sound system portable yang Keivano bawa.

Abi mulai menyetel lagu dangdut koplo dengan judul Bojo Biduan dengan volume yang begitu keras. Abi yang saat itu tengah membersihkan rumput di halaman belakang seketika menggeleng saat lagu itu menggelegar se-penjuru rumah, "Pasti ulah Sena," gumamnya.

"Abote wong lanang yen duwe bojo biduan,
Kudu biso sabar ora cemburuan," suara Sena turut menggelegar dengan mic di tangannya.

Azkara yang masih mengeringkan motornya pun menggelengkan kepala saat mendengar suara itu yang seolah merusak gendang telinganya. Rumah yang tadinya sunyi itu malah mendadak bergetar karena Sena.

Tak lama dari itu, Keivano yang merasa tidurnya terbangun langsung berjalan menghampiri Sena dengan satu bantal di tangannya.

"Anak setan!" umpatnya sembari ia geplak kepala Sena cukup keras dari arah belakang.

Avec VousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang