014: Ragu

28 13 0
                                    

Sesuai instruksi Abidzar, seluruh anggotanya kini menyebar. Hari itu Abi dan Nafisya yang berangkat paling terakhir karena memang mereka menunggu Senapati pulang. Sekitar pukul setengah lima, barulah Sena pulang. Lelaki itu nampak bersungut karena ia pulang jalan kaki tadi, hal itu karena sang pemilik motor mengambilnya saat ia senam tadi.

"Lama amat Sen," celetuk Nafisya sembari melirik ke arah. Rasanya Nafisya sudah begitu lelah menunggu Sena yang tak kunjung pulang. Ia bahkan sampai mengantuk lagi karenanya, "Lo senam apa semedi?!" ketus Nafisya lagi.

"Ya lo pikir aja gue jalan kaki jaraknya jauh bisa cepet? Lo pikir gue bisa melayang hah?!" sentak Sena kembali, "Lagian temen lo tuh gatau diri masa sepeda motore gue pakai malah diambil balik," lanjutnya, "Udah tau habis senam capek, malah suruh jalan kaki setelahnya."

"Ya gapapa kan sekalian olahraganya, ya gak Bi?" tanya Nafisya pada Abi.

"Sialan!" dengus Sena kesal. Lelaki itu melempar sepatunya asal, mana ia juga melepaskan kaos kakinya dan mengipaskannya ke udara hingga baunya sungguh semerbak. Sena melongokkan kepalanya ke dalam, "Sepi amat, pada kemana?" tanya laki-laki itu heran. Ia menatap Abi yang juga sudah rapi hendak keluar, "Jevian sama Nadea ke kantor desa, Azkia sama Azka ke sekolah buata acara maulid, Keivano koordinasi laporan, terus gue sama Nafisya mau bantuin program bersih kali," ujar Abi menjelaskan.

Sena langsung merengut, "Gue sendirian berarti nih?" tanyanya memastikan.

Abi mengangguk, 'Sekalian bantuin di rumah Pak RT ya, Sen. Berhubung yang lain pada sibuk jadi lo yang gue minta buat bantu-bantu. Sekalian awasin rumah," terang Abi kembali sembari menyerahkan kunci rumah pada Sena.

"Enteng banget kalau ngomong," sewot Sena.

Nafisya tertawa, ia menghampiri Abi yang sudah ada di atas motornya, "Selamat jaga rumah sendirian Sena!" ujar gadis itu sembari tersenyum lebar. Sena lagi-lagi hanya mendengus. Kesal dengan perlakuan teman-temannya yang begitu minim kesoponan sekali.

Abi hanya mesem saja mendengarkannya, "Kita berangkat Sen, kalau ada apa-apa kabari ya!" ujar Abi kemudian ia dan Nafisya meninggalkan area rumah.

Senapati malah makin uring-uringan. Ekspresinya begitu sepat karena ia merasa dibohongi oleh teman-temannya, "Sialan memang!" gerutunya tak henti. Disaat yang bersamaan, langkah Sena terhenti saat tatapannya tertuju pada seorang gadis yang kini duduk dengan banyak orang sembari merangkai bunga. Tubuh Sena seketika membeku, apalagi gadis tadi juga menatap ke arahnya.

Grup Kelompok 17 Tanpa Pak Ali

Abidzar: Masih pada sibuk kegiatan?

Nadea: Iya, Bi. Masih dengerin sosialisasi gitu lah. Ga kelar-kelar.

Jevian: Capek bener tubuh

Keivano: Gua masih garap laporan, punya kita banyak revisinya.

Abidzar: Serius Kei?

Keivano: Heeh, kudu diperbaiki lah sebelum disetorin ke kampus.

Abidzar: Oke, yang lain?

Keivano: Sena maksud lo? Dia sibuk uring-uringan paling :)

Abidzar: send a picture

Keivano: ANYING!

Nadea: Busettt, si Sena enak betul :")

Jevian: Dapat dari mana foto Sena wahai pak ketua?

Abidzar: dapat dari Pak RT. Kan gue masuk di grup RT, terus beliau kirim foto banyak-banyak salah satunya ada Abi.

Nafisya: Makmur betul si Sena

Kiriman foto dari Abidzar memang membuat anak-anak lain pada heboh. Mereka tak menyangka jika Sena yang tadinya mereka tertawakan, kini malah duduk sembari menikmati banyak sekali hidangan makanan. Mana di salah satu foto menunjukkan porsi piring Sena yang nampak brutal. Sena duduk dengan santai ala di warung, ia nampak senang karena perutnya kenyang. Tak ada ekspresi kemarahan seperti tadi yang ia tunjukkan pada teman-temannya.

Avec VousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang