016: Keseruan Momen Pengabdian

22 10 1
                                    


Atas kejadian itu, Abi dan Azka tak saling sapa. Sebenarnya hal itu hanya bentuk kekhawatiran Abidzar pada Azkia, pikirannya sudah semakin tidak karuan. Apalagi semalam kondisi hujannya begitu deras, penuh petir yang suaranya saling balap, serta Azkia yang tak ada kabar sama sekali. Wajar jika Abi begitu emosi, karena selain mereka berdua tak memberikan konfirmasi kepada Abi. Abi memang sengaj memberikan pelajaran pada Azka agar lelaki itu kapok, itu juga Abi lakukan untuk meluapkan emosinya. Serta, Abi juga memberikan pelajaran pada Azka agar lelaki itu jera. Sekalipun apa yang Abi lakukan tak diketahui oleh seluruh teman-temannya.

Untuk pertama kalinya, Azkia benar-benar melihat Abi di versi yang begitu menyeramkan. Sebelumnya ia tak pernah melihat Abi begitu. Sekaku apapun Abidzar, Abi tak menunjukkan sisi kerasnya di hadapan teman-temannya. Untungnya, sampai pagi datang pun tak ada yang menyadari perang dingin antara Abidzar dan Azkara. Mereka tak menyadari jika diantara kedua temannya itu sempat terjadi perdebatan hebat.

"Gila, tadi malem hujannya lebat banget," ujar Sena sembari menyuapkan nasi goreng buatan Abidzar itu ke mulutnya. Saking enaknya, nasi goreng satu wajan besar itu hampir habis karena anak-anak pada nambah. Jevian, Keivano, juga Nafisya terlihat begitu lahap. Tak berbeda dengan Sena, mereka begitu menikmati sesi makan pagi kali ini. Saking nyamannya, Sena bahkan menekuk kakinya di atas kursi sembari terus menikmati makanannya.

"Azkia demam, Bi," ucapan dari Nadea yang baru saja ganti pakaian itu membuat pergerakan tangan Abidzar untuk menggosok peralatan masak seketika terhenti.

"Sakit?" tanya Abi sembari menaikkan alisnya.

Nadea mengangguk, "Heem Bi, demam dia."

"Obat penurun panas yang lo bawa masih ada gak Sya?" tanyanya pada Nafisya, Nafisya mengangguk. Ia tak menjawab karena bibirnya penuh makanan.

Abi melirik ke wajan miliknya, "Sisain untuk Azkia," tegurnya. Tak ada yang berani menolak ucapan Abi karena memang lelaki itu memiliki sisi ketegasan yang tak bisa diotak-atik, "Kalian berangkat aja dulu, gue nyusul belakangan. Buat Nafisya sama Nadea, kalian bisa persiapan terlebih dahulu. Sementara Jevian dan Keivano, kalian bisa bantu check soundsystem bisa atau engga. Sisanya bantu nata konsumsi di belakang," ujar lelaki itu menginterupsi, "Kemarin gue udah nata semuanya, dan harusnya memang udah pada beres. Kalian pastiin aja buat meminimalisir permasalahannya," ujar Abi memberikan arahan.

"Lo tadi malam pulang jam berapa Bi?" tanya Keivano sembari menyuapkan nasi goreng di piringnya itu.

"Jam 3 pagi," balas Abi singkat, "Kemarin bantu bapak-bapak disana juga sekalian diajakin ngobrol," lanjutnya. Keivano menganguk-anggukkan kepalanya, ia tak bertanya lebih. Tadi malam, setelah perdebatannya dengan Azka, Abi langsung meninggalkan rumah untuk langsung ke sekolah. Abi memenuhi janjinya kepada ibu kepala sekolah, sebegai bentuk pengganti dari dua rekannya yang tak bisa hadir.

Setelah selesai, mereka pada bersiap-siap untuk berangkat. Abi memang tidak bersikap ketus namun ia tak menegur Azka sama sekali. Untungnya, anak-anak pada tidak ngeh akan hal itu.

"Lo berangkat jam berapa Pak?" tanya Sena sembari membenarkan sarungnya.

"Kemungkinan habis ini," ujar Abi pelan. Lelaki itu melihat ke arah teman-temannya yang sudah ada di motor masing-masing, "Hati-hati, jalanan agak licin selepas hujan tadi malam," ujarnya memberikan nasehat.

Nafisya yang di bonceng Azka mengacungkan jempolnya, "Yo'i, Pak!"

Setelah pada selesai, Abi kembali ke dapur. Ia menyelesaikan semua pekerjaannya, Abi menyapu rumah, juga mencuci piring bekas makanan teman-temannya. Tak lupa, ia juga memebrsihkan dapur dan mengepel lantai. Azkia yang saat itu ingin ke kamar mandi pun terbangun, sejenak ia merasa heran karena mendengar suara air gemericik dari dapur. Azkia pikir tadi ia akan ditinggal di rumah sendirian, dan saat Azkia melihat Abi, sontak ia kaget.

Avec VousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang