Selamat membaca 💞
Elea menatap nanar pesta yang berada di rumahnya, tepatnya rumah istri sah sang ayah. Mereka sedang merayakan kelulusan putri sulung mereka yang bernama Tatiana.
"Elea, jangan melamun saja, cepat kerja," kata asisten kepala pelayan yang lol bernama Dori dengan wajah ketus.
"B-baik mbak," sahut Elea.
"Jangan bermimpi jadi putri, karena anak seorang pelakor memang pantas menjadi pelayan. Tak perlu sekolah tinggi, jika ujungnya menggoda suami orang," sindir Dori, membuat Elea terdiam sakit hati.
Tentu saja, dia sudah terbiasa dan menerima semua hinaan tersebut. Bahkan dari sosok yang selama ini dia rindukan, siapa lagi kalau bukan sang ayah.Elea menghela napas menahan sesak di dada, mengerjapkan mata berusaha menghalau air mata yang turun.
"Jangan nangis, El, tahan, kamu harus kuat," gumamnya dalam hati, dengan senyum dia mengantarkan minuman kepada para tamu. Mereka tak tahu, bahwa Elea juga adalah anak dari Bima dengan istri sirinya, bahkan saudara jauh Bima saja tidak mengetahui hal tersebut.
"Jangan banyak melamun," ucap Bara dengan dingin, membuat Elea tertunduk.
"Maaf, Mas," balasnya.
Bara adalah asisten ayahnya, dia menggantikan sang ayah yang sudah mulai sakit-sakitan untuk menangani urusan pekerjaan. Namun, bukannya menjawab Bara, Elea malah melengos begitu saja."Huh ... Aku ingin pergi, tapi aku gak punya tempat pulang," gerutu Elea sambil duduk di pojokan.
Suara musik dan orang-orang yang berbicara sangat riuh di depan sana.Mendadak teringat saat Elea masih kecil, dia dibawa oleh sang ibu untuk bertemu dengan ayahnya. Elea kecil menatap penuh binar lelaki dewasa yang tampan, yang menurut sang ibu dia adalah ayahnya. Tiga tahun, dia sangat merindukan sang ayah. Dan sekarang akhirnya dia bisa bertemu dengan sang ayah.
"Jangan asal bicara kamu!" bentak Bima, membuat Elea takut dan bersembunyi di belakang tubuh sang ibu.
"Tapi, Mas ... dia anakmu, aku gak mungkin bohong. Setelah kamu tak datang lagi, aku tak pernah menikah dengan lelaki manapun! Bahkan sampai sekarang aku masih istrimu," papar ibu Elea.
"Istri?" celetuk Mala dari belakang, bersama Tatiana yang berusia lima tahun.
Ibu Elea menatap istri dari suaminya yang sedang hamil, dengan tatapan nanar dan mata berkaca-kaca. Bahkan saat ibu Elea hamil, dia harus bekerja keras untuk biaya sang anak.
"Siapa dia, Mas?" tanya Mala dengan dingin.
"D-Dia ...."
"Siapa?" bentaknya dengan air mata yang tak dapat Mala tahan.
"Maafkan Mas, Sayang," ucap Bima lirih, membuat Mala tersenyum sinis.
"Pergi kalian, dasar pelakor," desis Mala, dia menarik tangan sang anak membawanya masuk. Tatiana yang sudah mulai mengerti menatap tak suka pada Elea.
Dua bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Mala dan Bima tak sehangat dulu. Mereka saling diam membuat Tatiana merasa sedih, sampai puncaknya setelah Mala melahirkan anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki. Tiba-tiba seseorang datang dan menyerahkan Elea pada Bima, serta mengabarkan bahwa ibunya Elea menghilang sudah satu minggu entah pergi ke mana, orang tersebut mengatakan bahwa dia adalah tetangganya Elea. Hal ini sontak membuat Mala murka dan meminta Elea disimpan di panti asuhan.
"Ayah, jangan tinggalkan aku. Aku gak mau disini, Ayah," rengek Elea kecil saat itu.
"Kamu di sini saja, gara-gara ibu sialanmu itu. Saya dan istri saya bertengkar," marah Bima, Elea ketakutan sambil memeluk boneka kesayangannya.
"Ayah ...," lirihnya terisak.
Bima memejamkan mata, jujur ada rasa kasihan pada Elea. Tapi rasa takut kehilangan Mala lebih mendominasi, dengan terpaksa Bima membawa Elea ke rumahnya, dan meminta Ida untuk mengasuh Elea, mereka semua diberitahu bahwa dia adalah anak yang tak sengaja Bima temukan.
Elea yang tak mengerti apa pun merasa senang, saat sang ayah membawanya ke rumah. Tapi rasa senang dan bahagia itu sirna, saat mereka memperlakukannya layaknya seorang pembantu. Bu ida yang dianggap ibu, meninggalkannya saat dia duduk di bangku menengah pertama. Bahkan Elea pun baru mengetahui sang ibu pergi untuk selamanya, saat dia lulus SMA.
Lamunan Elea buyar, saat Tiana melempar baju pada Elea. Dengan wajah dingin dan sombong, Tiana meminta Elea untuk pergi ke kamar tamu. Karena ada seseorang yang ingin dilayani oleh Elea.
"Tapi Tiana, aku tidak mau, apalagi dengan pakaian minim seperti ini," tolak Elea, karena dia bukanlah perempuan murahan.
"Berani kamu membantahku, hah?" bentak Tiana.
"Aku gak mau Tiana, aku mohon," lirih Elea.
Tatiana berdecak kesal, dia keluar dari kamar Elea yang bisa disebut mirip dengan gudang. Ah, bukan mirip lagi, Elea sejak SMP sudah tidur di gudang itu, tepatnya setelah bu Ida meninggal. Elea kira dia bisa bernapas dengan lega, tapi sayang semuanya hanya dalam mimpi. Mala datang memaksa Elea memakai pakaian minim tersebut, mereka mendandani Elea agar cantik.
"Berhentilah menangis, jalang kecil," bentak Mala, beruntung gudang berada di belakang, jadi tak ada yang mendengar suara mereka.
"Ma ...."
"Jangan panggil aku Mama dengan mulut kotor mu itu," marah Mala.
"Panggil aku Nyonya, kamu pantas diperlakukan seperti ini, karena kamu keturunan pelacur," hina Mala.
Setelah mengatakan itu Mala berlalu begitu saja. Tiana tersenyum sinis, dia akui Elea memang cantik, hanya saja dia jijik karena Elea nyaris membuat orang tuanya berpisah."Cepat pergi ke kamar tamu, jangan sampai dia menunggu lama, karena dia sudah membayar gue lebih," bisik Tiana.
Tiana mendorong tubuh kurus Elea dengan telunjuknya, kuku panjangnya dia tekan agar membuat Elea jalan. Sesampainya di kamar tamu, Elea gemetar takut apa yang akan dilakukan orang di dalam. Dia hanya takut harga dirinya direndahkan dan diinjak.
"Ya, Tuhan, jagalah aku. Ibu, aku takut ...," lirihnya.
Belum sempat masuk, seseorang menarik Elea ke pojokan dan menyerang bibirnya dengan kasar, dan membawanya jauh dari tempat tersebut, Elea tak bisa berontak sebab dia kalah tenaga.
Di dalam kamar tamu sendiri, Kevin sendiri sudah menunggu lama. Dia menatap pintu tak sabar untuk melihat mainannya.
"Ke mana dia? Apa Tiana bohong?" gumamnya.
Tidak ingin menunggu, Kevin memilih keluar dari kamar. Dia berpura-pura membenarkan rambutnya seolah baru selesai dari kamar mandi, dia mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan mencari keberadaan Tiana.
"Sialan kau, Tiana, awas aja kalo ketemu," gerutu Kevin, dia sendiri memilih pergi ke klub malam karena gagal mendapatkan mainannya.
Tatiana pun kebingungan mencari Bara, yang tiba-tiba menghilang entah ke mana.
"Bi, lihat Bara?
"Tidak, Nona," jawabnya.
"Huh, ya, sudah sana," ucapnya ketus. Tiana pun memilih duduk di dekat kolam renang.
"Pesta yang membosankan, coba Papa mengizinkan aku adain pestanya di klub. Pasti seru." Tatiana menatap langit malam, tanpa sadar dia terlelap di sana.
Sementara itu, di kamar yang temaram, desahan seorang lelaki membuat hati Elea sakit. Bagaimana tidak, dia sangat tahu suara siapa itu.
Dunianya terasa hancur, seolah harga dirinya habis terinjak-injak oleh semua orang yang ada di keluarga ini.
"Ibu ... Aku ingin ikut, aku ingin menyusul mu ibu," ucapnya lirih, lalu tak sadarkan diri.
bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejak 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Rahasia Tuan Bara
RomanceBukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah. Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di ru...