🍃🍃
Nino berdiri saat melihat Bara menghampirinya, sejak kedatangan tuannya itu. Dia tak sempat berbicara terlebih dulu, dan baru bertemu sekarang.
"Tuan," sapa Bara.
"Nino, mulai malam ini kamu boleh pulang. Karena saya akan pulang ke sini, juga jika nanti lelaki itu datang lagi beritahu saya." Ujar Bara dengan wajah datar, Nino pun mengangguk dan menuruti perintah Bara.
Kemudian Bara pergi begitu saja, membuat Nino bernafas dengan lega.
"Tuan yang sangat aneh," gumam Nino, pasalnya lelaki itu berkata tidak akan peduli pada Elea. Tapi, saat Elea didekati lelaki dia bersikap seolah sedang cemburu.
"Orang kaya mah bebas dan beda," kekeh Nino, saat Nino akan kembali ke unitnya. Pintu unit Adrian terdengar suara terbuka, Nino melihat Adrian sudah rapi dengan kemeja hitam dan celana bahan.
Dia mengawasi Adrian dari jauh, bersembunyi dan tak terlihat itu lah yang Nino lakukan. Jika di dalam unit, dia mengawasi lewat cctv yang dipasang oleh Bara di sekitar lorong apartemen.
Pintu terbuka, menampilkan Elea dengan senyum ceria. Sekilas Adrian selalu terpana akan senyum manis Elea, senyum yang membuat siapa saja bisa jatuh hati.
"Cantiknya," puji Adrian.
"Bisa aja kamu. Aku kan cewek makanya cantik," kekeh Elea menggeleng pelan.
"Sudah ahh, ayo kita pergi. Nanti keburu siang panas!" kata Elea, memutus kontak mata Adrian dan dirinya. Elea bukanlah gadis bodoh, dia paham bahwa Adrian sedang mengagumi dirinya.
"Ahh ya ayo." Balas Adrian.
"Sebentar aku ambil tas dulu," sela Elea, Adrian dengan sabar menunggu. Dia tak masalah mau menunggu selama apapun, asal Adrian bisa menghabiskan waktu dengan Elea.
"Ayo," ajak Elea, setelah mengunci pintu. Nino pun buru-buru keluar dari tempat persembunyiannya. Dia akan mengikuti kemana pun Elea pergi, tapi dia tak akan pernah melaporkan apa yang Elea lalui hari ini.
Elea sadar dan tahu sedang diikuti oleh Nino. Namun, dia sungguh tak peduli. Dia tak ingin seperti burung yang terus di dalam sarang, dikekang kebebasannya dia juga ingin menikmati hidup.
Berpuluh menit kemudian, Adrian dan Elea sudah tiba di salah satu cabang toko kue dan roti milik keluarga Adrian. Yang bernama Sugar Crush Cakery.
Harum aroma roti yang sedang dipanggang dan baru matang menyambut indra penciuman Elea, yang masuk kedalam toko tersebut.
"Kamu mau coba, yang sedang viral?" tanya Adrian.
"Boleh, apa namanya?"
"pastry Cromboloni." Jawab Adrian, Adrian memanggil pelayan meminta Cromboloni, cake dan dua cangkir kopi cappucino.
"Ceritakan tentang mu, Elea." Pinta Adrian, membuat senyum yang terukir di wajah cantiknya hilang berubah menjadi sendu.
"Maaf, aku tidak bermaksud Elea." Ucap Adrian merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Adrian. Hidupku tidak ada yang menarik jika diceritakan," ujar Elea, dia menatap ke arah lain.
Adrian menghembuskan nafasnya dengan pelan, mencoba mencairkan suasana yang tegang. Dia menceritakan tentang toko kue miliknya, bahwa toko tersebut adalah milik sang kakak yang kini tinggal di luar negeri bersama suaminya.
"Aku punya dua keponakan, mereka nakal tapi menggemaskan." Kekeh Adrian, bagaimana dia mengisahkan keponakannya penuh cinta. Juga harapan Adrian, memiliki keluarga yang utuh seperti sang kakak.
Elea pun mendengarkan dengan baik, dia juga ingin memiliki anak. Tapi permintaan Bara, membuatnya tak banyak berharap. Sampai dia pun secara tak sadar mengelus lembut perutnya, yang masih rata berharap ada kehidupan didalam rahimnya. Jika ada, maka dia akan menyembunyikan dari Bara.
"Jika kamu ada, maka kamu adalah kekuatan untuk mama. Nak!" ucap Elea dalam hati, tersenyum ke arah Adrian yang banyak bercerita.
Setelah mencicipi Cromboloni, Adrian mengajak Elea untuk melihat proses pembuatan kue dan cake yang ada di toko. Elea juga belajar bagaimana cara membuatnya, dia begitu senang bisa melakukan kegiatan yang dia sukai. Tidak hanya berdiam diri di apartemen.
Tak terasa jam makan siang pun tiba, Adrian mengajak Elea ke cafe miliknya.
"Sebentar aku pamitan dulu," kata Elea, dia berterima kasih pada Malaka. Karena dengan sabar mau mengajarkan dia membuat kue dan yang lainnya.
"Sama-sama mbak," Malaka tersenyum menatap Elea, membuat Adrian berdehem karena merasa tak nyaman dengan tatapan Malaka. Malaka juga, memberikan kue dan cromboloni yang dia buat bersama Elea.
"Ini buat teman ngopi," ujar Malaka terkekeh.
"Makasih," balas Elea, dijawab anggukan oleh Malaka.
"Sudah ayo," ajak Adrian, dia sedikit menarik Elea.
"Lain kali, aku akan belajar di apartemen. Siapa tau kan ya, punya toko roti sendiri." Celetuknya.
"Kamu pasti bisa, El. Aku yakin suatu saat nanti, dan ya aku pasti bakal bantu kamu," sahut Adrian.
"Ini milik kamu juga?" tanya Elea, saat masuk ke dalam cafe dengan dominasi hitam dan abu. Walau bernuansa maskulin, tapi kafe tersebut cocok untuk semua kalangan ditambah cafe tersebut sangatlah estetik juga terbilang murah.
"Iya," jawab Adrian.
"Kamu keren Adrian," puji Elea, memberikan dua jempol pada Adrian.
Adrian sendiri menunduk salah tingkah, dia tak pernah dipuji. Tapi sekalinya di puji, membuatnya melayang terbang tinggi. Tak lama pelayan datang, dengan berbagai macam menu makanan untuk makan siang.
"Adrian, ini terlalu banyak." Bisik Elea.
"Tidak apa-apa, El. Sesekali kamu harus makan banyak, biar gemuk enak dipeluk," godanya, membuat Elea mendelik.
Tak mau ambil pusing, Elea pun menerima rezeki yang ada di hadapannya. Dia bersyukur, karena masih diberikan nikmatnya makan.
***
Disisi lain, Bara pun mengajak Tiana untuk makan siang di mall dimana Elea berada. Sebagai bentuk maaf pada Tiana, karena semalam Bara mengabaikannya. Dan kini mereka baru saja tiba.
"Aku boleh membeli apa pun yang aku mau, kan?" tanyanya pada Bara.
"Boleh, apa pun yang kamu mau." Sahut Bara tersenyum.
Bara dan Tiana tiba di lantai tiga, dimana cafe milik Adrian berada. Rencananya mereka akan makan siang di restoran Korea. Namun, orang yang lebih dulu melihat Elea adalah Tatiana. Membuat gadis tersebut tersenyum miring, memiliki ide untuk membuat Bara semakin benci Elea.
"Bara, sepertinya aku ingin makan di sana deh!" ujar Tiana, menunjuk cafe bernama Sugar Crush. Nama yang sama, dengan toko kue milik kakak Adrian.
"Ayo."
Tatiana makin mengeratkan pelukannya pada lengan Bara, dia akan menunjukan bahwa Bara adalah miliknya. Tatiana juga sengaja, memilih meja yang tak jauh dari Elea.
"Bagus tertawa lah dulu, Elea." Ucapnya dalam hati, menatap tak suka gadis yang sudah berhasil merebut pujaan hatinya.
"Sayang, kamu mau pesan apa?" tanya Tiana, sengaja dia menaikan suaranya dan memanggil sayang agar Elea mendengar.
Bara yang sedang melihat menu pun, langsung mengangkat wajah menatap Tiana dengan bingung.
"Sayang?" desis Bara.
"Iya sayang, kenapa memang? Kamu kan pacar aku, Bara."
"Tapi ..."
"Aku gak mau ada penolakan Bara, sekalipun kamu sudah menikah. Aku tidak peduli, karena kamu awalnya milikku!" ucap Tiana dengan tegas, sekilas melirik ke arah Elea yang diam mematung.
"Elea." Panggil Adrian, cukup didengar oleh Bara.
bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Rahasia Tuan Bara
RomanceBukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah. Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di ru...