Bab.14

122 7 0
                                    

Perempuan tidak pernah meninggalkan pasangannya begitu saja, perempuan akan sabar untuk waktu yang sangat lama. Sampai akhirnya dia sadar bahwa, sabarnya tak pernah terbayar dan akhirnya dia merasa sudah cukup. 

Beruntung Bara langsung menyadari perasaannya secepat itu, jika tidak dia akan menyesal setelah Elea dengan lelaki lain. Setelah mendapatkan restu dari Bima, Akhirnya Bara mempersiapkan pernikahan impian Elea.

Dua bulan dia mempersiapkan semuanya dengan bantuan Adrian, yang kini malah menjadi sahabatnya. Besok adalah hari dimana Bara dan Elea, akan mengucap janji suci kembali dan merayakan pesta pernikahan mereka dengan meriah.

Bahkan Elea pun berusaha meluluhkan hati Widya. Namun, setelah dua bulan berlalu Widya belum juga luluh. Beruntung Elea punya ayah mertua yang menyayangi dirinya dan selalu membesarkan hati Elea.

"Mau kemana, lo?" tanya Adrian, kini mereka sudah akrab dan merubah nama panggilan.

"Ketemu Elea," jawab Bara. Namun, Adrian malah menarik Bara.

"Duh Bar, lo gak tau yah? Kalo pengantin tuh gak boleh ketemu, pamali!" ucap Adrian dengan tegas.

"Basi," sahut Bara, dia tak mendengarkan ucapan Adrian dan memilih pergi ke kamar Elea. Yang tak jauh dari kamarnya.

Adrian hanya menggeleng dan membiarkan Bara pergi, Bara sendiri sudah mengetuk pintu kamar sang istri. Mereka tinggal di salah satu hotel bintang lima, Bara menyewa satu lantai untuk keluarganya. Namun, untuk Bima dia tak menginap hanya datang setelah ijab lalu pergi kembali. Karena Mala tidak ingin menemui Elea, bahkan dia harus menenangkan Tiana yang marah-marah.

Pintu diketuk dengan cepat, Elea yang sedang berbincang dengan Mita dan mbak Wati saling pandang.

"Biar saya saja, nyonya." Sela Mita, saat melihat Elea yang akan berdiri. Elea membiarkan Mita membuka pintu.

"Tuan, kenapa anda kesini?" tanya Mita.

"Dimana Elea?" bukannya menjawab, Bara malah balik bertanya.

"Ada didalam, nyonya sedang istirahat." Jawab Mita. "tuan baiknya kembali ke kamar, biarkan nyonya istirahat." 

"Tidak, saya ingin bertemu dengan Elea. Sudah satu minggu, saya tidak bertemu istri saya!"

"Tidak tuan, sebaiknya anda pergi . Kemarin saja tuan tahan satu bulan tidak bertemu," cibir Mita, membuat Bara melotot dan Elea yang di balik pintu mengulum senyum. Elea memang menceritakan bahwa dia adalah istri yang dirahasiakan, makanya mereka menikah kembali secara sah hukum dan agama.

"Kamu... Kalau bukan kerja kamu bagus, sudah saya pecat kamu. Mita!" omel Bara, dengan terpaksa Bara pergi meninggalkan kamar Elea.

Setelah pintu tertutup Mita dan Elea tertawa puas.

"Saya keterlaluan ya, nyonya?" tanya Mita merasa bersalah.

"Enggak kok, bagus malah." Kekeh Elea, seolah senang jika Bara kesal.

"Ayo kita tidur, agar besok tidak terlambat." Ajak mbak Wati, di jawab anggukan oleh Elea dan Mita. Mbak Wati sudah Elea anggap ibu, karena dia umurnya seumuran dengan Mala. Hanya saja keadaan dan ekonomi membuatnya terlihat lebih tua dari usianya. Sedangkan Mita adalah keponakan mbak Wati, yang baru lulus SMA dan diajak bekerja ke kota.

***

Keesokan paginya, Elea sudah mulai di rias oleh MUA profesional. Mereka khusus dipesan oleh Bara, tak hanya Elea mbak Wati dan Mita pun sama dirias.

Bara sejak tadi sudah gugup luar biasa, Adrian dengan senang hati meledek temannya tersebut.

"Lebay lo," ledek Adrian.

"Lo belum tau aja, gimana rasanya. Lo pasti bakal ngalamin dan gue orang pertama, yang bakal ledek lo." Cibir Bara, membuat Adrian memutar bola mata malas.

Mereka pun sesekali bercanda sambil menunggu waktu ijab dimulai, para tamu pun sudah mulai berdatangan ke ballroom Arkha hotel yang disewa oleh Bara. 

Sementara itu Bima hadir seorang diri, Mala menolak untuk ikut sedangkan Tatiana dia pergi entah kemana. Bima berharap Tiana, tidak membuat kekacauan di acara pernikahan sang anak.

"Seandainya kamu masih ada." Bima menghela nafas dengan pelan, ingin rasanya menghabiskan waktu bersama Elea untuk mengukir kenangan manis.

Tepat jam sembilan pagi, Bara sudah melakukan ijab. Elea pun di antarkan oleh mbak Wati dan Mita, Bima melirik ke arah sang anak. Seketika hatinya terasa sesak karena mengingat Mina, yang dia tinggalkan dalam keadaan hamil.

"Mina, maafkan aku." Lirih Bima dalam hati, dia menyeka sudut matanya.

Sedangkan Bara terpaku menatap sang istri yang begitu cantik, dengan kebaya berwarna putih dengan mahkota di kepalanya. Pembawa acara meminta Bara, untuk memasangkan cincin pernikahan pada jari manis Elea. Kemudian dilakukan prosesi adat lainnya, selama prosesi Elea tak menatap Bima sama sekali. Bahkan saat sungkem, Elea tak menempelkan keningnya ke pangkuan sang ayah.

"Elea, maafkan papa nak!" lirih Bima dengan berbisik. Namun, Elea tak menjawab.

"Tidak apa, kamu berhak untuk tak memaafkan aku. Aku lelaki bajingan yang tak bertanggung jawab," tutur Bima berbisik.

"Kata orang ayah adalah cinta pertama, untuk anak perempuannya. Tapi papa berharap, Bara bisa menjadi cinta pertama dan terakhir kamu Elea. Jujur papa mencintaimu sangat."

Bima menepuk pundak sang anak, saat Elea mengangkat wajah terlihat jelas air mata berlinang. Bima mengusap air mata tersebut.

"Jangan menangis, ini hari bahagia mu. Walau tanpa ibu mu, kamu masih punya papa ingat itu. Elea," tutur Bima, Bima mencium kening Elea. Membuat tangis Elea pecah.

"Pa-papa," lirih Elea, dia memeluk Bima dengan erat. Menangis tersedu-sedu.

Semua tamu undangan terharu melihat adegan ayah dan anak tersebut, tak terkecuali Widya dia pun ikut menangis.

"Eleanor, anakku."

Bara merangkul pundak Elea dengan erat, setelah melerai pelukan dengan Bima.

"Kamu memaafkan, papa nak?" tanya Bima.

"Aku sudah memaafkan papa," jawab Elea tersenyum, tak peduli dengan make-up yang luntur.

"Terima kasih," sahut Bima.

Pembawa acara memutuskan untuk  pengantin beristirahat terlebih dulu, sementara para tamu menikmati hidangan yang tersedia. Bara membawa Elea ke kamar milik Elea, saling pandang, saling senyum. Kini mereka lakukan, bahkan Bara tak segan mengecup singkat bibir Elea.

Bara mendekap erat Elea dari belakang, setelah mereka masuk kedalam kamar hotel.

"Terima kasih Elea, terima kasih karena kamu sudah memberikan ku kesempatan kedua." Bisik Bara, dijawab anggukan oleh Elea dia menikmati pelukan hangat Bara.

Bara membalikan tubuh Elea, dan menatap lekat wajah cantik yang kini telah menjadi istri sah secara hukum dan agama. Perjalanan mereka masih panjang dalam berumah tangga, mereka harus siap dengan badai yang menerpa kapal mereka. Kita tak pernah tau apa yang ada didepan kita, karena lautan sangatlah luas sejauh mata memandang. 

Selesai...


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Istri Rahasia Tuan BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang