Setibanya di apartemen milik sang anak, ibu Bara tidak mendapati sang anak ditempat.
"Apa kita, harus kerumah pak Bima?"
"Tidak bu, bapak yakin Bara tidak ada di rumah tuan Bima,"
"Terus kita harus, kemana pak?"
Bapak Bara meminta sang istri untuk menghubungi anaknya dengan terpaksa, niat hati ingin memberi kejutan malah gagal.
Bara yang sedang menggoda Elea, terkejut dengan kedatangan orang tuanya.
"Kenapa?" tanya Elea.
"Ibu sama bapak, datang." Kata Bara, menatap Elea dengan lekat. Ada perasaan bersalah pada Elea, dulu dia sempat memberitahu sang ibu jika pernikahan ini sementara.
Elea yang mendengar kabar itu pun, menelan ludah dengan kasar. Entah mengapa dia merasa takut untuk bertemu dengan orang tua Bara, termasuk ibu mertuanya yang pasti tidak memberikan restu padanya.
"Aku akan menjemput mereka, apa boleh?"
Elea dengan cepat mengangguk, sebisa mungkin dia tak akan mengekang Bara untuk bertemu kedua orang tuanya.
"Ya sudah, aku pergi dulu." Ucap Bara, dia menarik Elea dan mencium keningnya dengan lama dan tersenyum.
Setelah Bara tak terlihat, Elea membuang nafasnya dengan kasar. Awalnya cukup ragu dengan perubahan sikap Bara. Namun, sekarang dia yakin dengan perasaan Bara yang tulus.
"Aku percaya sama kamu, Bara." Gumam Elea, menatap ke arah luar.
Berpuluh menit berkendara, Bara tiba di apartemen miliknya. Yang dibeli dengan gaji yang dia kumpulkan, selama bekerja dengan Bima. Bara sesekali akan tidur di apartemennya, tapi lebih sering di rumah Bima.
"Bu, pak." Panggil Bara, saat melihat orang tuanya menunggu di ruang penjaga.
"Lama," omel sang ibu, menerima uluran tangan sang anak.
"Ibu kan gak kasih tau Bara, kalau mau kesini." Ujar Bara.
"Awalnya kita mau kasih kejutan, ehh gagal." Ketus ibunya Bara, yang bernama Widya.
"Sudahlah, bu. Ini diluar kuasa kita jangan ngomel terus," tutur pak Rudi, Widya memutar bola mata malas. Dia lebih memilih masuk lebih dulu ke dalam mobil.
Berpuluh menit kemudian, mobil tersebut sampai di halaman rumah yang baru Bara tempati. Elea sendiri sudah menunggu sejak tadi di ruang tamu, berbagai macam makanan telah dia siapkan juga teh hangat sudah tersedia. Saat mendengar suara deru mesin mobil, Elea dengan cepat bangkit dan memilih menyambut kedua mertuanya.
"Ibu, bapak." Sapa Elea dengan hanta, dia langsung mencium tangan kedua mertuanya.
Rudi pun tersenyum senang melihat Elea kembali, dia masih ingat bagaimana Elea diperlakukan tidak baik oleh Mala dan orang-orang yang ada di rumah tuannya Bima.
"Apa kabar, Elea?" tanya Rudi.
"Baik, pak. Bapak bagaimana kabarnya?"
"Baik alhamdulilah," jawab Rudi. Namun, Widya disamping Bara merasa tak suka pada Elea. Kesan anak pelakor, selalu melekat dalam benaknya.
"Sudah-sudah ayo masuk, ibu pegal berdiri terus." Omelnya, Elea menggeser badannya untuk mempersilahkan ibu mertuanya masuk lebih dulu. Bara tersenyum menatap Elea.
"Sabar ya, ibu memang begitu. Semoga dia bisa luluh dan merestui hubungan kita," bisik Bara, dijawab anggukan oleh Elea.
Mereka mengikuti Widya dan Rudi, yang sudah lebih dulu duduk dan menikmati suguhan di meja. Pembicaraan didominasi oleh Bara dan Rudi mereka berbicara pekerjaan Bara, dan niat Bara untuk membuka usaha sendiri.
***
Keesokan paginya, Elea bangun lebih dulu dan langsung membantu pekerjaan di dapur. Walau Mita dan mbak Wati melarang Elea untuk membantu mereka. Namun, Elea tetap kekeh menyiapkan sarapan untuk semua orang.
Pukul enam Elea memutuskan untuk melihat Bara, saat di tangga dia berpapasan dengan Widya.
"Bu," sapa Elea, mengangguk dan tersenyum hangat. Widya memilih tak menjawab dan berlalu begitu saja, Elea dapat mendengar Widya meminta Mita untuk membuatkan susu hangat untuk dirinya.
Pintu kamar terbuka, Elea menatap Bara yang tengah bersiap. Dia bersyukur karena Bara mau memakai baju kerja pilihannya.
"Pasangkan aku dasi," titah Bara, Elea menerima dasi.
"Nunduk, aku gak sampai." Protes Elea, karena Bara tinggi sedangkan dia hanya sebatas dada.
Selama memasangkan dasi, Bara fokus pada wajah cantik Elea. Membuatnya salah tingkah.
"Jangan melihat ku seperti itu," ketusnya, Bara hanya tertawa melihat Elea kesal nampak menggemaskan.
"Sudah selesai," ucap Elea, dia menguap dada sang suami.
"Ayo ke bawah, ibu sama bapak mungkin sudah menunggu." Ajak Elea kemudian. Namun, Bara hanya terpaku dengan tatapan matanya pada Elea. Mengapa dia baru menyadari bahwa Elea sangatlah cantik, juga tidak seburuk yang Tiana dan Mala katakan.
"Ayo," ajak Elea dia terpaksa menarik tangan Bara, di meja makan. Rudi dan Widya sudah menunggu, bahkan makanan sudah tersedia di piring mereka masing-masing.
"Pagi pak, bu." Sapa Bara.
"Pagi nak!" jawab Widya dan Rudi serempak, untuk pertama kalinya dalam hidup Elea. Dia bisa merasakan sarapan secara hangat dan kekeluargaan, walau sang mertua masih terasa begitu dingin dan ketus padanya.
Kata orang jika ingin menyenangkan hati pasangan atau mertua, kita harus memulainya dari makanan. Lalu bisa turun ke hati, Elea menatap Widya dengan lekat dia senang jika Widya menyukai hasil masakannya.
"Ini enak," puji Widya.
"Masakan Elea memang, seenak itu bu." Celetuk Bara, membuat Widya tersedak. Elea dengan sigap memberikan minum pada Widya dan langsung di ambilnya.
"Hati-hati, bu. Jangan buru-buru makanan masih banyak gak akan ada yang habisin," goda Rudi.
"Apaan sih bapak ini," omel Widya.
Beberapa menit kemudian, Bara berpamitan untuk berangkat bekerja. Sekaligus dia ingin mengakhiri hubungannya dengan Tiana, Widya melihat bagaimana Elea memperlakukan Bara dengan baik. Dia mulai berpikir jika menikah dengan Tiana, pasti hidupnya akan berantakan.
"Bu, pak. Ini teh sama cemilannya." Elea meletakan nampak di meja, setelah sarapan mereka bersantai di taman belakang yang masih kosong.
"Terima kasih, El." Ucap Rudi, dijawab anggukan oleh Elea. Lalu dia pamit untuk masuk kedalam.
****
Setibanya di perusahaan, Bara memutuskan untuk menemui Bima terlebih dulu. Tentang dirinya yang akan menikah ulang dengan Elea. Setelah mendapat izin masuk, Bara mencoba tenang agar tak gugup di hadapan calon mertuanya.
"Selamat pagi, tuan." Sapa Bara menunduk hormat.
"Bara, selamat pagi nak! Apa kabar Elea? Apa dia baik-baik saja, apa dia bahagia?" cerca Bima, bahkan mungkin Bima tak bernafas mengucapkan perkataannya tersebut.
"Elea baik tuan, dia dirumah bersama dengan ibu dan ayah saya." Tutur Bara.
"Huh! Syukurlah kalo dia baik-baik saja, aku pikir kalian ada masalah. Kalo ada apa-apa tolong ceritakan pada saya Bara, saya adalah ayahnya." Papar Bima.
"Baik tuan, tapi saya ingin berbicara serius dengan dengan anda." Bima mendengarkan apa yang akan diucapkan oleh Bara, semoga saja hal yang baik bukan yang membuatnya takut. Sebelum bicara, Bara mengumpulkan segenap keberaniannya.
"Saya, ingin menikah Elea kembali dengan benar." Celetuk Bara, membuat Bima mendelik dan menatap sang menantu dengan tatapan tajam. apa yang dikatakan Bara adalah benar atau hanya bualan semata.
Bersambung
Maaf typo
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Rahasia Tuan Bara
RomanceBukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah. Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di ru...