12. DOT

11 1 2
                                    


Suara keras dari dorongan pintu memenuhi ruangan. Lelaki itu membawa koyakan kertas lantas meremuk dan melemparkannya pada salah seorang disana. Pandangan yang diberikan manusia lain diruangan menunjukkan kebingungan yang sangat luar biasa.

"Hei, sialan, mana lembar selanjutnya?" desak Elvano tenang.

Hans hanya membuka pelan remukkan yang dilempar oleh Elvano. Tubuh Elianna tak lebih mendekati dan berusaha menahan lelaki itu yang bergerak lebih maju. Tak sempat berpikir dan benar-benar terdiam akan keanehan tersebut.

"Tenang, Caramel sedang sakit!" sentak Elianna menahan tubuh lelaki itu.

Bacaan penuh ramuan itu di telaah pelan oleh Hans membuat lelaki itu mengernyit pelan. Tangan nya turut meremukkan kembali kertas itu. Perlahan api mulai menyentuh lembarannya yang lama kelamaan berubah menjadi abu. Elvano mendorong keras Elianna saat melihat hal tersebut.

Bukannya menghindar, Hans justru mengambil langkah lebih cepat melayangkan tangannya pada Elvano. Lelaki itu terlempar beberapa meter sebelum menahan dengan tangan dan kedua kakinya.

"Kasus yang kau baca tidak ada hubungannya," balas Hans dengan tenang. Sangat tenang membuat ruangan menjadi lebih dingin dari biasanya.

Elvano tertawa remeh, "kalau tidak ada, kenapa harus di robek? Ramuan itu akan bisa menahan racun yang menyerang Caramel kan? Dimana tempatnya?"

Hans yang tadinya ingin berbalik duduk, menatap tajam Elvano yang sudah bangkit berdiri. Elianna semakin bingung, namun satu hal yang pasti gadis itu ditipu oleh satu cara yang dikatakan oleh Hans.

"Kau terlalu pintar ya, bodoh. Jangan menciptakan keributan dengan mengatakan omong kosong," balas Hans masih tenang.

Elvano berjalan mendekat, "omong kosong apa? Karena salah satu teman mu mati karena ramuan ini? Jadi kau kira kami tak sanggup melakukannya juga?"

Hans kembali berbalik, entah memang kemampuan anak penobatan. Lelaki itu kini sudah berteleportasi dihadapan Elvano. Tangannya mengepal tepat diatas wajah lelaki itu, setelah menjatuhkan sang lawan di lantai.

"Pukul saja, bajingan!" teriak Elvano geram.

Tangan lelaki itu bergetar kuat, "berikan aku waktu dua kali dua puluh empat jam akan kucari penawar yang lebih bagus," tawar Hans menurunkan tangannya dan berdiri.

Elvano kembali tertawa, penawaran bodoh itu takkan bisa menyelamatkan satu dari anak koridornya. Apa lelaki itu mengira semuanya hanya tentang ramuan dan kesembuhan, ini juga tentang waktu.

"Dua puluh empat jam, tidak dikali dua," sanggah Elvano kembali.

Rahang Hans terlihat mengeras membuat Elvano terkekeh. Namun lelaki itu mengangguk, "baik, dua puluh empat jam, jangan nekat dan korbankan apapun. Keselamatan koridor biru adalah prioritas sekarang."

Lepas lelaki itu mengucapkannya, dirinya berlalu disertai langkah yang terdengar. Elvano beralih pada Elianna yang menatapnya tajam. Gadis itu sedang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Hans yang tidak ingin beranjak sejak tadi malah pergi dengan seonggok remukan kertas.

Elvano berdecak, "aku sudah janji, jangan tanya apapun, diam saja."

Lelaki itu berlalu dan duduk disebelah ujung dari ruangan. Pipinya terlihat membiru, pukulan Hans cukup kuat hingga sedikit merobek bibirnya. Tapi tak apa, setidaknya perilakunya memancing Hans untuk melakukan yang seharusnya. Yah, harusnya, harusnya perang akan terjadi.




AXIOMATIC




Suara erangan kesakitan memenuhi ruangan, gadis itu tak mengingat bahwa ada ruangan kecil nan gelap seperti ini disekolah. Tangannya melemah, matanya menelusuri seseorang di sebelahnya yang berada pada kondisi yang sama dengannya.

[-08] : AXIOMATICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang