Blue Corridor
Bagian koridor yang dikenal dengan koridor penghancur. Siswa buangan dan dianggap terlemah. Mereka terpilih dengan alasan yang tak jelas dan keluar dengan alasan yang sangat klise dan menyeramkan.
"Korban ketiga dalam tahun pertama," teriak seorang gadis, outer dengan liner magenta menunjukkan dia hanya siswa koridor ungu yang penasaran dengan isi koridor biru.
"Jangan berteriak, itu bukan sesuatu yang mengherankan," balas yang lain.
"Aku hampir tiga tahun mengamati koridor itu dan siswanya, mereka normal kecuali korban-korban itu," timpal yang lain.
"Beberapa daerah di kelas itu menyerap gelombang suara dengan baik, jangan mengeraskan suaramu," bisik manusia keempat.
.
.
.
Yeah, itu memang benar sih.
"Losie, kau terus mendengarkan anak koridor lain," ucap gadis bermata hazel menepuk pundak yang lain.
Gadis bernama Jylosie itu tertawa, "seru mendengarkan mereka mencerca kita nona Alice."
Yang dipanggil nona hanya mendengus, "jangan panggil nona, lagipula kita disini tak membawa nama keluarga."
Alice kemudian menunjuk lingkaran yang tercipta dikelas tersebut, sendau gurau yang menyenangkan, "kau lihat kakak lelaki mu itu? Sikapnya cukup aneh kalau aku akui."
Jylosie kembali tertawa, "aku sendiri hampir tak menganggap Jayhian lebih tua dariku terkadang."
"Yeah, dan agaknya dengan penyakit sister complex nya itu," balas Alice lagi, sedangkan Jylosie yang paham kembali tertawa.
Mengingat bagaimana sifat itu yang semakin menjadi guyonan konyol sekelas. Jylosie hampir mengingat Jayhian yang melompat dari jendela hanya karena gadis itu ketinggalan buku pengetahuan pengendalian.
Aneh, tapi memang semuanya masih dilihat dalam cakupan normal.
"AKU DENGAR ADA ANAK BARU!"
Teriakan membahana tersebut membuat lelaki jangkung tersebut terkena lemparan bola salju. Jangan tanya darimana benda itu berasal.
Karena mereka hanya sekumpulan manusia berkekuatan dengan humor tinggi tanpa takut kematian. Singkatnya rakyat kelas yang akan selalu menjadi beban.
"Izuna, berhenti berteriak!" kesal Casey setelah mengeluarkan sihirnya.
Lelaki bernama Izuna itu tertawa canggung setelah merasakan dinginnya bola tersebut di musim panas tahun ini.
"Izu, aku pikir kau akan memenangkan festival tahun ini," dukung Hanes membuat Izuna merasa keren.
"Hanes berhenti mendukungnya untuk bernyanyi sebelum telinga kita mati rasa," peringat gadis yang sedang menulis.
Hanes tertawa, "tenang kita masih punya banyak healer disini. Kau butuh bantuan nanti, Aletha?"
Yang dipanggil Aletha menatap datar Hanes, menggeleng tak habis pikir. Tangannya melanjutkan catatan yang ada dihadapannya.
Setelah percakapan tersebut, fokus anak kelas kembali pada Izuna. Beberapa diantaranya bertanya dengan penasaran.
"Aku dengar dia keturunan bangsawan dari dataran luas Arean. Kau tahu seperti nama yang sangat asing? Namanya terdengar mengesalkan," jelas Izuna dengan mengangkat tangannya seperti tanda kutip.
"Kau juga mengesalkan, Izuna Emiya," celetuk seseorang membuat sekelas tertawa besar.
Izuna terlihat cemberut seketika, semakin tertawa dan berakhir dengan menganggu lelaki itu tanpa mempedulikan apapun. Beberapa yang mengerjakan tugas dan sisanya yang hanya tertawa. Mungkin tugas nomor kesekian untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[-08] : AXIOMATIC
Teen FictionTo be loved or to be respected. Dunia yang rusak dan mereka yang terberkati. Yang tersayang diberi perlindungan. Yang berkuasa memberi perintah. Semuanya menaiki kapal yang sama. Jika seharusnya pemimpin yang terkuat, mengapa harus manusia lain data...