Caramel bergerak menyusuri jalan, langkahnya tertatih. Sesekali warna merah yang membasahi pakaiannya menetes dijalan yang dia lalui.
"Dasar gila," marah Caramel saat mengingat penyerangan yang baru saja terjadi.
Kecepatan sihir yang menyerangnya sangat tidak lazim, mengikuti kecepatan teleportasi Caramel adalah hal yang cukup luar biasa bagi gadis itu. Kemampuan yang sangat tak terduga.
Beberapa kali saat Caramel menghindar, daya saing nya berkurang karena kelelahan membuat bahunya terluka cukup dalam. Dan seperti penjelasan sebelumnya, sihir itu terlihat seperti api hitam.
Memutuskan untuk menghabiskan energi, Caramel berteleportasi pada sekitar asrama. Meski jarak nya saat ini lumayan jauh.
Dalam sepersekian detik, Caramel berteleport menemukan dirinya diantara taman asrama koridor biru. Beberapa anak kelasnya menatap kaget Caramel.
Keterdiaman yang terjadi, mempercepat reflek dan segera menangkap Caramel yang terjatuh.
"Caramel!" panik Vourghabel memukul pipi gadis itu pelan. Kepergian Jayhian dan Jylosie sudah hampir lebih setengah hari. Yang berarti tidak ada Jylosie, tidak ada penyembuh kelas.
"Bawa dia ke unit pengembuhan saja!" usul Aletha panik.
Izuna dan Hanes yang mengerti langsung menggantikan Vourghabel, mengangkat Caramel dengan segera.
"Casey segera laporkan hal ini pada pihak sekolah," usul Vourghabel hingga akhirnya membantah omongannya sendiri, "t-tidak, lapor pada organisasi ataupun Elianna."
Casey yang tadinya ingin menolak, langsung di beri tatapan mohon oleh Vourghabel. Gadis itu mengerti maksud Vourghabel, melapor pada sekolah sama saja dengan menyerahkan diri pada kutukan bagi koridor biru. Lantas berlari cepat meninggalkan kejadian.
"Magdalena..," Vourghabel melirik pelan yang ia ajak berbicara.
Tak butuh ucapan, Magdalena berjalan cepat habis membaca pikiran Vourghabel. Gadis itu berlari kearah utara sekolah. Menyelesaikan pengarahan Vourghabel bergerak mengikuti arah siswa lain membawa Caramel.
Kesadaran Caramel sangat penting saat ini.
Magdalena menghela napas saat melihat tembok dihadapannya. Memastikan sepi dan aman, gadis itu langsung menggambar garis mantra pada dindung batu tersebut. Perlahan tembok itu segera bergerak ke belakang seolah-olah sebuah pintu.
Secepat itu Magdalena masuk, secepat itu pula pintu menutup. Setelan kamar yang ia kenali, lantas berteriak memanggil.
"Timothy! Timothy!" panggil Magdalena.
Tak mendapat jawaban gadis itu mengelilingi ruangan nya, berharap menemukan seseorang yang ia cari.
"Timo-,"
KAMU SEDANG MEMBACA
[-08] : AXIOMATIC
Fiksi RemajaTo be loved or to be respected. Dunia yang rusak dan mereka yang terberkati. Yang tersayang diberi perlindungan. Yang berkuasa memberi perintah. Semuanya menaiki kapal yang sama. Jika seharusnya pemimpin yang terkuat, mengapa harus manusia lain data...