“Halo?”
“Khaylila… Tolong… Saya…” Suara Rendra seperti tertahan oleh sesuatu dan itu membuat Khaylila menjadi panik seketika.
“Rendra? Kamu kenapa? Rendra?” Khaylila mencoba bertanya tapi tidak ada tanggapan dari Rendra. Hanya terdengar suara napasnya yang tersengal. “Kamu dimana, Rendra?”
“Saya.. Di.. Apartemen…,” jawab Rendra sebelum panggilan itu terputus.
“Rendra! Rendra!” panggil Khaylila yang tentu saja tidak ada jawaban.
“Kenapa, La?” tanya Erika yang ikut bingung melihat kepanikan Khaylila.
“Rendra,” jawab Khaylila pendek. Dia terlihat seperti sedang mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
“Kamu cari apa?”
“Kunci mobil aku dimana?” Khaylila masih sibuk dengan tasnya.
“Kamu bawa mobil?”
Pertanyaan sederhana dari Erika membuat Khaylila tersadar bahwa dia tadi datang kemari menggunakan taksi. Gadis itu segera berlari ke pinggir jalan dan menyetop taksi untuk membawanya pulang.
Selama di dalam taksi, Khaylila terus mencoba menghubungi nomor Rendra, tapi tidak ada jawaban. Entah apa yang sedang terjadi pada suaminya itu. Khaylila sudah ingin menangis karena takut dan panik, tapi gadis dengan pengendalian diri yang baik seperti dia tidak akan menumpahkan airmatanya sembarangan.
Sesampainya di depan gedung apartemennya, Khaylila segera turun setelah membayar ongkos taksi. Gadis itu berlari masuk ke dalam lift dan menekan angka dimana apartemennya terletak. Setelah sampai, Khaylila bergegas membuka pintu apartemennya.
“Rendra?” panggil Khaylila.
Langkahnya yang tadi tampak buru-buru kini memelan. Suasana apartemen itu benar-benar gelap. Tidak ada cahaya sama sekali. Tangannya berulang kali menekan sakelar lampu tapi tidak ada satupun yang menyala.
“Rendra? Kamu dimana? Jangan bikin saya takut,” ucap Khaylila.
Dia terus melangkah masuk dalam kegelapan. Matanya mencari-cari tapi tidak menemukan apapun selain hitam pekat yang mengelilinginya.
“Rendra. Jawab saya! Rendra!”
Tangan Khaylila yang meraba-raba menyentuh sofa di ruang tengahnya. Dengan perlahan gadis itu duduk di sana dan kemudian mengambil tasnya. Dia mencoba mencari ponselnya untuk memberikan sedikit cahaya, tapi sulit sekali karena gelap.
“Happy birthday to you.. Happy birthday to you.. Happy birthday dear Khaylila.. Happy birthday to you..”
Khaylila mendongakkan kepalanya saat mendengar lagu ulang tahun untuknya. Tidak jauh di depannya, Rendra berdiri dengan membawa sebuah kue. Di atas kue itu ada lilin elektrik kecil yang menerangi.
“Rendra..” bisik Khaylila di tengah keterkejutannya.
Rendra berjalan mendekat ke arah istrinya. “Make a wish,” ucapnya.
Khaylila tersenyum dan memejamkan matanya, membuat sebuah permohonan untuk diberikan kebahagiaan untuknya dan semua orang yang dia sayangi. Setelah selesai, Khaylila membuka mata dan meniup lilin elektrik itu.
CTAARRR
Lampu menyala diiringi oleh bunyi ledakan confetti popper dan terompet. Khaylila melihat ke sekelilingnya dan menutup mulutnya dengan kedua tangan karena kaget. Selain Rendra, di sana sudah ada Ayah dan Ibu Rendra, Hani dan Edo, Khanza dan Arka, Erika serta ada pacar Rendra.
“Happy birthday, Khaylila!!” seru mereka bersamaan.
Airmata Khaylila turun begitu saja membasahi pipinya karena bahagia bercampur haru yang dirasakannya. Khanza mendekat dan memeluk kakaknya itu.
“Happy birthday ya, Kak. Semoga semua yang Kakak impikan akan terwujud,” ucap Khanza.
“Jadi ini yang kamu bilang sibuk? Kamu ngerjain Kakak?” ucap Khaylila membalas pelukan adiknya.
“Hehehe..” Khanza hanya memberikan cengiran lebar pada Kakaknya dan kemudian mencium pipi Khaylila. “Aku sayang sama Kakak.”
“Kakak juga sayang banget sama kamu, Za,” jawab Khaylila.
Khaylila beralih pada Ibu Dina yang sudah merentangkan kedua tangannya. Gadis itu masuk ke dalam pelukan hangat sang mertua, membenamkan wajahnya di bahunya.
“Selamat ulang tahun, Nak. Semoga panjang umur, semoga kamu bahagia terus sama Rendra, ya,” ucap Ibu Dina tulus.
“Terima kasih, Ma,” balas Khaylila yang kembali menangis. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan ulang tahunnya dirayakan oleh banyak orang. Meski tidak ramai, tapi mereka adalah orang-orang terdekatnya, orang-orang yang peduli padanya.
“Sstt.. Udah jangan nangis terus. Masa yang ulang tahun malah mellow begini,” ucap Ayah Rendra sambil mengusap kepala Khaylila.
Khaylila mengangkat wajahnya yang basah. Tangan Ibu Dina dengan telaten membersihkan wajah itu dari airmata. Khaylila tersenyum pada Ibu dan Ayah mertuanya. Merekalah yang sekarang menjadi pengganti orangtuanya yang selalu menganggap ulang tahunnya tidak berarti.
“Terima kasih banyak, Mama, Papa,” ucapnya tulus.
Erika mendekat dan merangkul pundak Khaylila. Editor Khaylila itu memamerkan cengirannya karena telah berhasil mengerjai sang penulis.
“Aku gak mau minta maaf untuk prank yang aku buat hari ini,” ucap Erika.
“Jadi meeting sepanjang sore ini cuma bohongan?” tanya Khaylila tak percaya.
Erika mengangguk senang. “Aku gak nyangka orang sekantor mau ikut andil ngerjain kamu. Bahkan si penulis baru itu langsung semangat waktu aku ajakin kerjasama.”
“Awas aja kalian semua. Besok kalian lihat pembasalannya, ya,” ancam Khaylila yang membuat Erika tertawa.
Kemudian secara bergantian semua orang mengucapkan selamat ulang tahun pada Khaylila sambil memberikan kado yang mereka bawa. Terakhir adalah giliran sang suami, Rendra. Sejak tadi lelaki itu hanya diam saja memperhatikan Khaylila yang tengah dihujani ucapan selamat dari orang-orang terdekat mereka.
Rendra mendekatkan wajahnya pada telinga Khaylila dan berbisik, “Selamat ulang tahun. Tahun ini saya bikin surprise supaya kamu tahu bagaimana perayaan ulang tahun yang sebenarnya. Kamu sudah punya keluarga, Khaylila. Kamu tidak harus merayakannya berdua dengan Khanza lagi.”
Khaylila menatap Rendra dengan mata berkaca-kaca. Ucapan lelaki itu benar-benar membuatnya terharu. Ya, dia akhirnya memiliki keluarga yang sebenarnya. Yang sayang padanya dengan tulus tanpa menuntut apapun darinya.
“Terima kasih sudah memberikan saya semua ini, Rendra,” ucap Khaylila.
“Saya tunggu balasan yang lebih meriah, Khaylila,” jawab Rendra pelan.
“Udah, udah. Jangan sedih-sedih terus. Ayo potong kuenya. Abis itu kita makan-makan. Mama udah siapin makanan yang banyak,” ucap Ibu Dina yang melihat Khaylila kembali akan menangis.
Rendra merangkul bahu Khaylila dan mengusapnya pelan, menangkan sang istri agar kembali ceria. Lelaki itu melirik pacarnya yang sedang tersenyum pada mereka. Keluarganya mengenal pacar Rendra sebagai sahabat dari Khaylila dan Rendra sama seperti Erika. Tidak ada satupun dari mereka yang mencurigai siapa orang itu.
Khaylila memotong kue ulang tahunnya dan potongan pertama diberikan pada Rendra. Lalu potongan berikutnya dia berikan pada Khanza kemudian kedua mertuanya. Setelah itu mereka menyantap berbagai makanan yang sudah disiapkan oleh Ibu Dina dalam suasana yang hangat dan harmonis. Obrolan yang diselingi oleh canda tawa menghiasi acara makan-makan mereka.
Ulang tahun kali ini benar-benar meninggalkan sebuah kesan yang mendalam di hati Khaylila. Untuk pertama kalinya dia merasakan bagaimana bahagianya merayakan hari jadi bersama orang-orang yang bisa dia panggil ‘keluarga’. Khaylila sangat bersyukur bisa berada di antara mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleftheria
Romance"Saya punya penawaran menarik buat kamu, Rendra." "Penawaran? Jangan bilang kalo kamu tertarik dengan ucapan Ibu saya yang mau ngejodohin kita." "Kurang lebih begitu. Tapi dengan keuntungan yang lebih besar." "Keuntungan? Kamu mau main-main dengan p...