Selama dua minggu penuh, Khaylila dan Rendra kembali tinggal bersama Ibu Dina. Mereka tidak ingin meninggalkan Ibu Dina seorang diri di rumah itu. Khaylila kembali dengan rutinitasnya sebagai menantu yang baik di rumah mertuanya.
Dan hari ini mereka berdua akan kembali ke apartemen karena Hani dan Edo telah memutuskan untuk pindah ke rumah Ibu Dina secara permanen. Keputusan ini telah mereka rundingkan bersama secara baik-baik. Hani telah berhenti dari pekerjaannya dan memilih untuk menjaga Ibunya di rumah. Edo pun mendukung keinginan istrinya itu dan bersedia tinggal di sana.
“Makasih ya, La, udah nemenin mama selama dua minggu ini. Mama tahu kamu juga kangen dengan rumah kamu sendiri tapi gak bisa pulang karena keadaan mama,” ucap Ibu Dina.
“Gak kok, ma. Lila seneng tinggal di sini. Lila bisa ngobrol lagi sama mama kaya dulu,” jawab Khaylila.
“Mama jaga diri mama baik-baik ya. Kalau ada apa-apa telepon Rendra atau Lila,” ucap Rendra.
“Iya, nak. Kalian berdua juga jaga diri baik-baik. Sesekali pergi liburan biar gak pusing dengan kerjaan terus.”
“Iya, ma. Nanti kalau ada waktu, kita liburan bareng, ya,” ujar Rendra.
Ibu Dina hanya menanggapi dengan senyuman. Tidak ingin membuat anaknya terbebani dengan keinginan untuk liburan. Bagi Ibu Dina, kebahagiaan anaknya adalah prioritas utamanya.
Khaylila dan Rendra masuk ke dalam mobil milik Rendra setelah memasukkan barang-barang yang akan mereka bawa pulang. Setelah berpamitan dengan Ibu Dina, Hani dan Edo, keduanya langsung melaju menuju apartemen mereka.
“Rendra, saya turun di depan itu saja,” ucap Khaylila saat mereka baru sepuluh menit berkendara dari rumah Ibu Dina.
“Kenapa?” tanya Rendra.
“Saya mau ambil mobil saya di kantor penerbit. Mobil saya diambil sama Erika dari rumah sakit waktu itu. Sekalian saya mau meeting,” jawab Khaylila.
“Oh, oke. Mau dianter sampe kantor?”
“Gak perlu. Saya naik taksi saja. Kantor saya jauh dari apartemen.”
“Saya juga gak bermaksud untuk ke apartemen. Tadinya saya cuma mau anter kamu ke sana terus langsung pergi lagi.”
“Oh, kamu sudah lama gak ketemu dia, ya. Mau melepas rindu?”
Rendra menganggukkan kepalanya. “Jadi kamu mau diantar?”
“Gak usah, Rendra. Saya gak mau mengambil waktu kamu bersama pacar kamu.”
“Baiklah kalau begitu. Kamu turun di sini?”
“Iya. Terima kasih, Rendra.”
“Hati-hati di jalan, Khaylila. Jangan ngebut kalo bawa mobil.”
Khaylila hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Dia melambaikan tangannya saat mobil Rendra melaju meninggalkannya seorang diri di pinggir jalan.
****
Beberapa hari kemudian.
Khaylila keluar dari ruangannya di kantor penerbit bersama Erika. Keduanya baru saja rapat dengan beberapa orang lainnya, membahas buku yang akan segera mereka terbitkan. Ada seorang penulis baru yang menarik perhatian Khaylila dan dia ingin penulis tersebut berada di bawah perusahaannya.
“Langsung pulang, La?” tanya Erika.
Khaylila melihat jam tangannya sejenak sebelum menjawab, “Iya. Udah sore. Mertua aku mau ke apartemen. Udah kangen sama menantu kesayangannya ini.”
“Iya deh yang kesayangan mertua,” goda Erika. “Udah gih sono pulang.”
Khaylila hanya tertawa mendengarnya. Gadis itu melambaikan tangannya pada Erika dan keluar dari gedung kantornya. Dengan santai, Khaylila masuk ke dalam mobilnya dan melaju pelan untuk pulang.
Di tengah perjalanan, Khaylila merasakan keanehan pada mobilnya. Kendaraan yang biasanya tidak pernah rewel itu kini mendadak melambat. Khaylila memilih untuk menepi demi menghindari kecelakaan.
“Kamu kenapa?” tanya Khaylila pada mobilnya yang tentu saja tidak mendapatkan jawaban apa-apa.
Khaylila mencoba menghidupkan kembali mobilnya tapi benda itu hanya mengeluarkan bunyi tersendat kemudian mati. Khaylila menghela napasnya kesal dan kemudian mengambil ponselnya untuk menelepon bengkel agar mobilnya bisa diangkut.
Khaylila menunggu beberapa saat sampai orang bengkel datang dan menderek mobilnya. Gadis itu ditawari untuk ikut serta tapi dia menolak. Khaylila harus segera pulang karena Ibu Dina akan datang.
Dilihatnya jam di pergelangan tangannya, masih ada satu jam lagi sebelum waktu yang dijanjikan Ibu Dina untuk tiba di apartemen mereka. Khaylila melihat langit sore yang tampak indah dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju kediamannya meski jaraknya lumayan jauh.
Sementara itu di apartemen, Rendra membukakan pintu saat bel berbunyi. Di sana sudah ada Ibunya yang tersenyum cerah sembari membawa beberapa kantong berisi makanan untuk anak dan menantunya.
“Cepet banget nyampenya, Ma? Hani mana?” tanya Rendra.
Ibu Dina meletakkan bawaannya di atas meja makan. “Mama gak jadi dianter Hani. Dia lama banget. Mama keburu kangen sama kalian. Jadinya Mama naik taksi sendiri deh.”
“Kenapa gak minta jemput aja sih, Ma? Aku hari ini libur,” ucap Rendra yang mulai memeriksa apa saja yang dibawa oleh Ibunya.
“Kamu juga kan butuh istirahat. Mama gak mau gangguin waktu libur kamu,” jawab Ibu Dina. “Lila mana?”
“Dia ada urusan dengan editornya tadi. Harusnya sih udah pulang dari tadi,” jawab Rendra sembari melirik jam di dinding.
“Kamu itu ya, Ren. Istrinya gak pulang-pulang malah nyantai aja gak dicariin.”
“Khaylila udah gede, Ma. Gak perlu heboh begitu.”
“Kalo dia kenapa-napa di jalan gimana? Dia pergi naik apa? Sama siapa? Kamu ini kok gak ada khawatirnya sama sekali.”
“Iya. Iya. Ini Rendra hubungi dulu orangnya.” Rendra beranjak mengambil ponselnya untuk menelepon Khaylila. “Emang susah kalo urusan sama menantu kesayangan,” gumamnya yang masih dapat didengar oleh Ibu Dina.
“Rendra,” geram Ibunya berpura-pura kesal.
Rendra tidak menanggapi karena Khaylila sudah mengangkat panggilannya. “Khaylila, dimana? Mama udah sampe.”
“Eh? Kenapa cepat sekali? Saya masih di jalan,” jawab Khaylila.
“Mama udah gak tahan pengen ngegosip sama kamu katanya,” ucap Rendra. “Kamu juga tadi katanya cuma meeting sebentar tapi kok jadi lama?”
“Meetingnya emang sebentar, Rendra. Saya sudah keluar dari kantor daritadi tapi mobil saya mogok di tengah jalan.”
“Hah?! Terus gimana?” Rendra sedikit meninggikan suaranya karena terkejut dan itu membuat Ibu Dina yang sedang menyusun makanan yang dibawanya menoleh pada anak lelakinya itu.
“Kenapa?” tanya Ibu Dina yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Rendra.
“Mobilnya udah diderek sama orang bengkel,” jawab Khaylila.
“Terus kamu pulang naik apa? Taksi?” kejar Rendra.
“Jalan kaki.”
“Astaga, Khaylila! Jalan kaki dari mana kamu?”
Khaylila menyebutkan salah satu daerah yang jaraknya cukup jauh. Rendra menghembuskan napasnya kasar mendengar jawaban istrinya itu.
“Kenapa gak bilang, Khaylila? Saya bisa jemput,” geramnya.
“Lagi pengen aja jalan kaki. Langitnya lagi bagus, sayang kalo dilewatkan,” ucap Khaylila santai.
“Sekarang sudah sampe mana? Saya perlu nyusul gak?” tanya Rendra lagi.
“Gak usah, Rendra. Saya sudah di deket kantor kamu. Sepuluh menit lagi saya sampai,” jawab Khaylila.
“Oke. Hati-hati di jalan,” ucap Rendra sebelum memutus sambungan teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleftheria
Romance"Saya punya penawaran menarik buat kamu, Rendra." "Penawaran? Jangan bilang kalo kamu tertarik dengan ucapan Ibu saya yang mau ngejodohin kita." "Kurang lebih begitu. Tapi dengan keuntungan yang lebih besar." "Keuntungan? Kamu mau main-main dengan p...