Hari berlalu setelah malam penuh sendu yang terjadi di antara Arthur dan Sean. Sean telah menolak Arthur malam itu, menolak dengan alasan klise yang dipikirkannya sendiri, menolak ketulusan yang benar-benar datang dari hati Arthur.
Ciuman yang berakhir dengan isakan Sean dan pelukan erat dari Arthur seakan memberitahu Sean bahwa itu akan menjadi momen terakhir mereka bersua.
Jika dipikirkan lagi, Sean benar-benar merasa bodoh atas keputusannya.Bagaimana bisa dia menolak pria seperti Arthur?
Kenapa dirinya terlalu naif dan berakhir menolak sebuah kesempatan kebahagiaan yang mungkin bisa diraihnya bersama Arthur?
Siapa Sean yang berani-beraninya menolak Arthur?
Jika dipikirkan terus-menerus, ini adalah penyesalan terbesarnya dalam hidup. Seharusnya Sean bisa sedikit lebih berani, kan?Hampir satu bulan berlalu, dan Sean tak lagi pernah melihat wajah tampan Arthur sekalipun sejak malam itu. Sean mengerti bahwa dirinya tak pantas berharap untuk bisa melihat pria itu sekali lagi. Saat Sean melihat Marlon, saat itu juga Sean mengharapkan kehadiran Arthur, namun tentu saja, itu tidak akan pernah terjadi. Ditolak tanpa pertimbangan oleh orang seperti Sean pasti membuat harga diri Arthur terluka, kan? Seharusnya Sean tahu diri.
"Sean?"
"Ya, tuan?"
"Temui aku sebelum pergi ke ruang khusus."
"Baik."
Marlon menyadarinya, bagaimana sifat Sean berubah setelah ketiadaan Arthur dalam hidupnya. Marlon menghela nafas memakluminya, kemudian berlalu pergi meninggalkan Sean yang tengah bersiap di ruang ganti ditemani sorot mata yang begitu hampa.
Sean sudah duduk di hadapan Marlon yang duduk tepat di seberangnya, di kursi kebesarannya. Kemudian sang bos menyodorkan sebuah map pada Sean dan memintanya untuk membacanya.
𝙋𝙚𝙧𝙟𝙖𝙣𝙟𝙞𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙢𝙗𝙖𝙮𝙖𝙧𝙖𝙣 𝙝𝙪𝙩𝙖𝙣𝙜 :
'𝙃𝙪𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝙙𝙞𝙡𝙪𝙣𝙖𝙨𝙞'Sean menatap bingung pada Marlon setelah membaca kalimat bercetak tebal dalam selembar surat yang berada di dalam map yang barusan diberikan oleh Marlon.
"Tuan?"
Marlon tersenyum tipis padanya, "mulai sekarang kau terbebas dariku, Sean. Semua hutangmu telah lunas."
"H-huh? Tapi- Tapi ini tidak mungkin. Bagaimana bisa?"
"Tentu bisa." Bukan Marlon yang menjawabnya, melainkan seseorang lain yang baru saja datang memasuki ruangan.
Sean tidak bisa mengendalikan keterkejutannya. "A-Arthur?"
Arthur melepas jas yang dikenakannya dan memakaikannya di pundak Sean yang saat itu hanya menggunakan lingerie seperti di hari-hari biasanya bekerja. Arthur tersenyum pada pria cantik yang begitu dirindukan dan juga merindukannya. Sean bahkan tak lagi mampu mengalihkan seluruh fokusnya dari Arthur yang nampak begitu bersinar di hadapannya.
"Hai, Pretty?" Sapa Arthur lembut, seperti pertama kali Sean mendengarnya.
"Ekhem! Mohon maaf, tapi di sini juga ada orang." Ucap Marlon yang tak tahan dengan atmosfir merah muda di hadapannya. Kemudian Marlon kembali menatap Sean dan mulai bicara, "mungkin kau bingung, tapi jika kau mau tahu, orang di sebelah mu itulah yang melunasi seluruh sisa hutang ayahmu padaku, Sean. Jadi mulai sekarang kau tidak perlu bekerja di sini lagi."
Sean beralih dari Marlon kembali pada Arthur dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Bagaimana bisa ini terjadi padanya? Bagaimana mungkin?
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS - One Shoot! [BL]
FanfictionKu rilis untuk mengisi kekosongan ('༎ຶ ͜ʖ ༎ຶ ')♡ Hanya oneshoot ya. Jangan berharap lebih Mostly 21+. Minor mohon minggir 🙏🏻 BOY LOVE!! BXB!!