02. Lily dan Ingatan yang Hilang

116 7 1
                                    

"Mi." Lily terbangun dari tidur lelapnya. Merasakan nyeri yang luar biasa. Jemari lentiknya memijat lembut kening yang terbalut perban itu.

"Lily!" Dua wanita yang masih tampak muda meski telah memasuki kepala empat itu menghampiri Lily. Lita yang berada di sisi kanan memberikan segelas air.

"Terima kasih, Mi!" ucap Lily setelah meneguk habis air pemberian maminya. Lita dengan sigap meletakkan gelas kosong di atas nakas yang tak jauh kasur.

"Lily butuh apa, Sayang?" tanya Lita sembari mengusap lembut pucuk kepala putrinya itu. Lily hanya menggeleng, matanya beralih ke wanita yang berada di sisi kiri ranjang.

"Tante, siapa?" tanya Lily membuat Ivy terdiam, ternyata kabar Lily hilang ingatan benar adanya. Ivy ingin menceritakan semua tentangnya, terutama tentang anaknya—Rangga. Namun, sudah bisa dipastikan. Lily tak akan mengingat nama putranya itu.

"Panggil saja Ma—ah, Tante Ivy." Ivy hampir saja memperkenalkan diri dengan sebutan Mama. Tentu saja, itu akan membuat calon menantunya kebingungan.

"Baik, Tan. Nama Tante ... secantik yang punya!" puji Lily menciptakan rona merah bak tumpahan saus tomat di kedua pipi Ivy.

"Terima kasih, Sayang. Kamu juga seindah namamu, Lily." Ivy menangkup wajah pemilik senyuman teduh itu. Ingin rasanya ia memeluk gadis yang telah membuat putranya jatuh hati sedalam ini.

Lily adalah gadis pertama yang Rangga kenalkan. Ah, Tidak! Tetapi Lily-lah yang justru memperkenalkan diri di hadapan keluarga Bravaska.

Ivy masih ingat betul, seorang gadis cantik berseragam SMA datang menemui dan memperkenalkan dirinya.

Kediaman keluarga Bravaska, 12 Juli 2010
6 hari setelah Lily berkenalan dengan Rangga—kakak kelasnya.

"Assalamualaikum! Permisi, Tante!" Suara bel berbunyi nyaring. Memekakkan telinga hingga membuat satpam kucar-kacir mendatangi tamu yang berkunjung pagi itu.

Gerbang terbuka, seorang gadis berseragam abu-abu tersenyum semringah. "Selamat pagi, Pak Satpam!" Gadis itu berdiri tegap, dengan tangan memberi hormat.

"Non, ada gerangan apa berkunjung sepagi ini?" tanya Pak Satpam sembari mengajak ke pos penjagaan.

"Kak Rangga, masih hidup?"

Suasana hening. Pak Bondan—nama satpam tersebut—terperanjat, mendengar penuturan tamu tak diundang yang datang ke rumah majikannya itu.

"Astagfirullah, Non. Den Rangga mah, masih hidup atuh!" ucap Pak Bondan seraya mengelus dada. Hampir saja ia terkena serangan jantung.

"Hehehe ... Kak Rangga di rumah, Pak? Boleh masuk, tidak?" Lily mendelik—mencuri pandang ke rumah besar yang begitu mewah.

"Non ini siapa?" tanya Pak Bondan memperhatikan gadis di hadapannya. Baru kali ini, ada seorang gadis nekat menemui anak majikannya yang terkenal galak itu.

"Saya Lily, calon pacar Kak Rangga. Calon nona besar rumah ini." Lily tersenyum, berkacak pinggang. Hidung panjang bak Pinocchio berbohong itu bahkan hampir menusuk, jika Pak Bondan tak segera menghindar.

"Aduh, Non! Sebaiknya pulang saja!" Pak Bondan mengusir Lily dengan lembut, takut mengusik ketenangan di kediaman keluarga Bravaska.

31 Hari di Bulan JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang