"Bangun, bodoh! Lancang sekali kau untuk tertidur!"
Cengkraman yang sangat kuat pada rahangnya membuat Hinata kembali tersadar. Beberapa serpihan memori yang sempat hilang memasuki otaknya membuat ia merasakan sakit yang amat sangat di kepala.
“Akh!”
Rasa sakit akibat suhu panas sekarang menghantam betisnya. Secara refleks, ia menendang-nendangkan kakinya untuk menjauh dari benda panas tersebut.
Air mata dan keringat sudah mengalir deras. Ia tidak pernah berekspektasi rasa sakitnya akan sebesar ini. Lebih baik mati tertembak dibandingkan merasakan penyiksaan seperti ini.
“Nah sekarang..”
Hinata melihat ke arah Madara yang berjalan ke arah sudut ruangan. Pria itu kemudian membawa sebuah palu dengan tatapan menyeringainya.
“Waktunya untuk mematahkan kakimu.”
Mata sang wanita pun terbelalak. Kini, yang ada dipikirannya adalah kata ‘mati’. Ia sudah benar-benar tidak ada harapan lagi. Meskipun selamat pun, pasti dirinya akan lumpuh dengan berbagai penyiksaan yang ada.
“Setelah itu, aku potong kaki kirimu. Lalu, kaki kananmu. Jika kau belum mati, maka selanjutnya adalah jari-jari tanganmu."
Madara menyukai ini. Bisa dikatakan ia adalah seorang psikopat yang suka menyiksa orang dan mengantarkan mereka ke neraka dengan perlahan-lahan.
"Kau seharusnya bersyukur karena siksaanmu hanya seperti ini. Berterima kasihlah pada skill LC mu yang membuat aku berbaik hati."
Hinata memang cukup berkesan di matanya. Tidak diragukan dari LC terbaik Jepang. Jika saja wanita itu bukan mata-mata, sudah dipastikan Hinata akan menjadi salah satu asetnya.
Brak!
Pintu terbuka dengan kasar. Di sana, terdapat pria berambut hitam yang mengantar Hinata ke tempat ini. Ia berkata, “boss, kita dikepung oleh tentara.”
Madara menoleh pada orang itu dan tertawa bak seorang iblis.
“Tidak ku sangka tentara akan datang hanya karena wanita ini,” ucapnya sambil menunjuk ke arah Hinata.
“Baku tembak sudah dimulai.”
Madara pun berdecak. Ia sejujurnya masih ingin bersenang-senang dengan Hinata. Semuanya karena Nyonya Leonor yang mengganggu aktivitasnya.
“Aku akan menjaganya boss, agar dia tidak mati dan kau masih bisa bersenang-senang nanti.”
“Ide bagus. Jangan sampai dia mati,” ucap Madara kemudian pergi keluar ruangan.
Kini, di ruangan tersebut hanya tersisa Hinata dan pria Red Eyes itu. Suara pintu yang tertutup menyapa telinga sang wanita.
“Kau tak apa?”
Hinata mengadahkan kepalanya sedikit. Ia menatap bengis pria yang ia yakini juga berkomplot dengan Madara.
“Bersabarlah. Naruto dan anggota tentara berada di luar.”
Mendengar penuturan tersebut membuat matanya terbelalak. Otaknya yang ingin pecah dipaksa untuk berpikir. Tapi, sulit sekali rasanya.
“Bagaima-”
“Uchiha Sasuke, divisi intel kepolisian.”
Seluruh tali tak kasat mata yang mengikat dirinya terasa seperti terputus. Saraf yang tadinya tegang berubah menjadi lemas saking leganya. Entah pahala apa yang sudah ia buat sampai-sampai Tuhan mengirimkan orang yang berpihak padanya.
“Syukurlah,” ucapnya dengan nafas tersenggal. Kemudian, matanya kembali terpejam pingsan.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ladies Companion [NARUHINA]
FanfictieFREE STORY🔥 Menjadi ladies companion adalah pekerjaan seorang Hyuuga Hinata. Jika kalian bertanya apakah ia menikmatinya, tentu saja jawabannya adalah ya. Bayangkan saja mendapatkan koleksi jam, tas, dan pakaian branded secara gratis hanya dengan m...