Lembar 11

108 15 0
                                    

"Semesta selalu tahu cara menyatukan dua insan yang memiliki sifat bertolak belakang. Naluri alamiah membuat siapapun tak sadar."

-Ein Moment-

♡♡♡

          Menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya lembut. Udara di sekolah sangat Jiselle rindukan. Padahal hanya satu hari. Tapi... ia merasa seperti sudah satu minggu tidak masuk sekolah.

Yap. Jiselle sudah masuk sekolah. Walau sang Nenek berulang kali menyuruhnya untuk istirahat satu hari lagi. Namun, ia tak mau. Akan lebih baik sekolah daripada hanya berdiam diri di rumah.

Jiselle merasa cukup. Istirahat terlalu lama malah membuatnya semakin tak nyaman. Ia tak mau tertinggal pelajaran.

"El, aku duluan ya." Suara Jova menyadarkannya. Hari ini mereka memang berangkat bersama. Sekalian, tentu karena Jovanka menginap di rumah.

"Aku lupa, belum mengerjakan tugas fisika ku," imbuh Jova sembari menepuk jidatnya sendiri.

"Mengapa tidak bilang dari semalam jika kau ada tugas fisika, kau kan bisa mengerjakan di rumah ku. Aku pun bisa bantu."

"Namanya juga lupa. Kau ini bagaimana."

Jiselle menghela. Iya juga.

"Sudah ya, El. Aku duluan. Kau hati-hati berjalan di koridor sendirian. Pukul saja jika ada siswa yang genit padamu." Gadis pemilik mata kucing langsung berlari setelah mengatakan kalimat panjang itu.

"Oh ya! Jam istirahat nanti— kita makan bersama, Ok!" Teriaknya sembari berlari mundur.

"Ok!" Jawab Jiselle, mengacungkan ibu jari. Tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

"Hi! kau sudah sehat?" Suara baritone  dan tepukan di bahu yang secara tiba-tiba, menghentaknya.

"Astaga."

Baru saja ia masuk sekolah. Jangan sampai tumbang lagi.

"Ah, maaf membuatmu terkejut," ucapnya, menyadari. Kemudian melepaskan tangannya yang bertengger di bahu Jiselle.

Jiselle menoleh. Ternyata Langit. Laki-laki itu tersenyum sembari menggaruk puncak kepalanya yang tak gatal. "Maaf, ya," katanya lagi.

"Santai saja," sahut Jiselle.

Senyuman kembali terbit.

Langit sangat murah senyum. Berbeda dengan— ayolah, El ... mengapa kau selalu mengaitkan 'dia'.

Sial.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Oh ... aku sehat, seperti yang kau lihat."

"Syukurlah. Kau sakit apa sampai tak masuk kemarin?"

Gadis berbibir hati melipat bibir. "Emm, hanya kelelahan."

"Pasti karena kau belajar terus, ya? Jangan di forsir, belajar secukupnya saja." 

Jiselle mengangguk. "Tentu."

Keduanya kini berjalan bersisian.

"Oh ya, ini." Memberikan buku tulis.

Alisnya bertaut.

"Agar kau tak tertinggal pelajaran. Aku sudah merangkumnya untukmu."

Langkahnya terhenti, menatap tak percaya pemuda berkacamata itu.

"Jangan menatapku seperti itu. Cepat ambil." Menyerahkan bukunya untuk cepat diambil.

Ia masih tak percaya.

ein MOMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang