Lembar 27

85 11 3
                                    

I want you to stay
'Til I'm in the grave
'Til I rot away, dead and buried
'Til I'm in the casket you carry

I'll love you 'til the day that I die

~birds of feather-billie eilish~

«e i n m o m e n t»

Flashback.

Setelah melihat motor Vero. Jiselle lega sekali dan langsung memutuskan naik ke atas. Ia pun langsung menyuruh Pak Dinu pulang. Sebelum itu, ia kembali meminta tolong pada Pak Dinu. Jiselle memintanya untuk berbohong sekali saja. Awalnya beliau menolak, namun setelah cukup lama menimang, Pak Dinu akhirnya setuju. Tapi dengan satu syarat, beliau mewanti-wanti pada Jiselle untuk langsung menelepon jika ada apa-apa.

Bahkan, Pak Dinu menawarkan untuk tetap berada di sana. Berjaga semalaman untuknya.

Yang benar saja?

Jiselle tentu tidak mau merepotkan. Meskipun beliau bekerja untuknya, ia tidak mau semena-mena.

"Jangan lupa, katakan pada nenek aku menginap di rumah Jovanka."

Pak Dinu mengangguk. "Baik, Non."

"Terima kasih, ya, Pak. Pak Dinu memang yang terbaik!" Dua jempol sudah teracung untuk beliau.

"Tapi, Non. Jika nyonya besar tidak percaya dan menelepon Non Jovanka bagaimana?"

"Tenang saja. Saya sudah mengirim pesan pada Jovanka. Dia akan meng-handle semua pertanyaan nenek."

"Baiklah. Kalau begitu, saya pulang. Non Jiselle hati-hati. Ingat apa kata saya, kalau ada apa-apa, langsung hubungi Pak Dinu. Pak Dinu siap 24 jam membantu."

Senyum merekah dan mengangguk dengan cepat. "Tentu."

Terakhir, Jiselle mengirim pesan pada Tania- ibunda Vero, memberitahu untuk jangan khawatir karena Vero bersamanya.

❤❤❤

Ketika Jiselle terbangun, hal pertama yang ia perhatikan adalah hangat dan nyamannya tubuh lelaki jangkung itu dalam pelukan. Semalam Vero kembali menangis dan tidak bisa tidur. Niatnya hanya untuk menenangkan, tapi ternyata ia ikut tertidur dengan memeluknya dalam dekapan. Mengingat itu, ia tersenyum sendiri, tidak pernah menyangka jika mereka akan sedekat ini.

Jiselle memperhatikannya tidur lebih lama, menikmati ekspresi damai di wajah. Menatap wajahnya sedekat ini membuat degup jantungnya berdebar kencang. Vero tampak begitu tampan.

Tak sampai hati untuk membangunkan, Jiselle tahu bahwa ia harus membiarkan Vero beristirahat sedikit lebih lama. Dengan lembut ia melepaskan pelukan dari tubuh Vero, hati-hati beranjak dari tempat tidur tanpa mengganggunya. Sebelum itu, kecupan singkat mendarat di keningnya.

Jiselle tersenyum kegirangan. Dia tidak pernah seberani ini. It's not her thing. Namun untuk Vero, ia tidak segan. Lelaki bermanik coklat itu adalah pengecualian.

Kini netra-nya menatap arloji di pergelangan tangan. Masih ada waktu satu jam untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Sebelum itu, Jiselle menelepon seseorang.

ein MOMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang