6

17.1K 1.7K 13
                                    

Tandai typo~~

πππ

Kelopak mata kecil itu terpejam lama. Sungguh, kilasan memori yang dia terima tak ada satupun yang indah. Semuanya menyesakkan.

Itu baru kilasan usia 4 tahun, bagaimana dengan usia 3 tahun ke bawah? Callaric tidak bisa membayangkannya. Dia saja masih berpikir dan memiliki belas kasih jika berhadapan dengan anak jalanan yang kadang terlihat di pinggir jalan sepi di Spanyol.

Tapi keluarga terpandang di New York ini justru memperlakukan keturunannya dengan buruk.

Mengingat hal tersebut membuat Callaric mengetatkan rahangnya. Mengepalkan tangan dengan tatapan tajam ke depan. Memang bukan dia yang merasakan penderitaan itu secara langsung, tapi Callaric berjanji akan membalas hal yang tubuh mungil itu terima.

Perlahan Callaric menoleh menatap Herizon yang masih lekat menatapnya sejak tadi.

"Apa yang Anda inginkan?" satu pertanyaan formal keluar dari bibir Callaric.

Ingat, Callaric di tubuh sebelumnya bukanlah orang baik. Hal keji serta licik biasa dia lakukan, apalagi ketika bernegosiasi dengan mitra bisnisnya. Jika Pak tua di hadapannya saat ini ingin memanfaatkannya, maka Callaric pun akan melakukan hal serupa.

Memanfaatkan Pak tua itu agar keluar dan pergi dari tempat tersebut. Sebelum membalas dendam, Callaric perlu memperhatikan tubuh kurang nutrisinya. Dan jalan keluar dari masalah itu ada tepat di depan mata. Jadi Callaric akan memanfaatkan Kakek pemilik tubuh tempat jiwanya saat ini untuk keluar dari jerat kelaparan. Sisanya akan ia pikirkan saat perutnya kenyang.

Beberapa saat Herizon terdiam. Lalu menyeringai, membuat bulu kuduk Callaric meremang. Lihat, inilah sosok Herizon yang Callaric tahu. Walau tak ada tatapan jijik di mata biru safir itu. Tapi, tatapan penuh ambisi yang begitu familiar untuk Callaric meski telah berlalu cukup lama sejak terakhir kali ia melihatnya.

"Sepertinya Cucu kakek ini begitu peka, ya." puji Herizon mengusap pelan kepala Callaric.

'Aku bukan cucumu, Pak Tua! Ogah sekali aku menjadi cucumu.' batin Callaric jijik.

Herizon menarik napas dalam, "apa kamu ingin ikut dengan Kakek? Meninggalkan tempat ini dan jauh dari Ayahmu."

Tak ada tanggapan yang Callaric keluarkan. Ia diam menanti ucapan Herizon selanjutnya.

Mengerti dengan ke diaman cucunya, Herizon kembali melanjutkan ucapan yang tertunda.

"Kakek akan memberikan hidup yang layak, hal yang memang seharusnya kamu dapatkan sebagai keturunan Joiden. Tapi, tentu harus ada balasan dari hal itu." Herizon tersenyum tipis.

Jika ini sesuai seperti yang ia harapkan, maka Cucunya itu pasti akan mengerti maksud perkataannya. Melihat wajah yang tadinya datar kini menampilkan ekspresi walau hanya menukikkan kedua alisnya, Herizon tertawa lepas.

Suara tawa menggelegar terdengar memenuhi sekitar gubuk reyot Callaric.  Sangat menyeramkan, hingga membuat Callaric sedikit menggigil.

Memberanikan diri untuk berbicara, Callaric berkata, "oke." Ini awalnya.

Mari bersiap untuk mengatur pondasi baru untuk kehidupan kali ini. Tujuan utama, menghancurkan Vereno Cleon Joiden sebagai balasan dari penderitaan yang diterima oleh Adriano Killian Joiden.

Jangan harap kata maaf akan terucap dari bibir mungil itu. Tidak akan! Selama jiwa Callaric yang mengambil alih. Kata maaf tidak akan pernah terdengar. Rasa sakit, penderitaan, dan diabaikan. Semuanya akan Callaric balas 2 kali lipat, bahkan pada anak kecil yang dahulu membuat Adriano kecil hampir meregang nyawa karena sengaja memberinya cookies kacang. Lihat saja nanti, mereka semua akan mendapatkan balasan dari rasa sakit dan luka batin yang Adriano terima.

Dan jika boleh jujur, Callaric merasa sedikit bersalah. Tubuh mungil tanpa dosa yang entah jiwanya berada di mana, justru kini di tempati oleh jiwa penuh dosanya.

Menghentikan tawanya, Herizon menggendong tubuh seringan bantal bulu angsa itu, membuat sosok tersebut terkejut.

Callaric menghela napas pelan. Untung saja tidak ada riwayat penyakit jantung, jika ada mungkin dia akan mati sebelum memulai balas dendamnya karena pak tua bau tanah yang tiba-tiba menggendongnya itu. Menyebalkan.

Tapi entah kenapa terasa nyaman, membuat Callaric sedikit menikmati hal yang tengah terjadi.

"Bagaimana kalau kita makan makanan yang enak, Riano?" tanya Herizon menampilkan senyum manis hingga matanya menyipit tanpa menghentikan langkahnya yang terus mendekat ke arah mansion mewah Putra Bungsunya.

Callaric hanya mengangguk. Bukan karena ingin menjadi cucu penurut. Hanya saja, dia masih lapar. Kentang yang tadi ia makan tidak cukup memuaskan tubuh mungilnya. Dia butuh asupan lebih. Misalnya daging asap, maybe?

Membayangkan makanan lezat yang tengah tersaji di atas meja makan membuat Callaric tanpa sadar menyeka liurnya. Sialan! Dia tergiur.

Langkah demi langkah membawa tubuh jangkung yang tengah menggendong anak berusia 7 tahun itu mendekat ke arah pintu utama mansion mewah tersebut. Jangan lupa ada satu orang yang mengekor dalam diam di belakang. Menatap punggung Tuannya yang terlihat mencoba memperlakukan cucunya dengan baik.

Hal yang tak pernah Gael lihat sebelumnya. Kurang lebih sudah 15 tahun Gael berdiri di samping Tuan Besar Joiden itu, tetapi baru kali ini ia melihat sosok tersebut menggendong Cucunya. Dimulai dari anak pertama hingga bungsu, tak ada satupun anak-anak dari mereka yang menarik perhatian Bosnya itu. Tak ada satupun.

Ketika bertemu dengan cucunya yang lain, Bosnya itu hanya menampilkan wajah datar dan tak peduli. Tapi ketika melihat pembunuhan sadis yang terjadi di dapur tadi, semuanya berubah. Dan mungkin hanya untuk satu orang saja.

Helaan napas pelan keluar dari bibir Gael. Pria berusia 41 tahun itu sedikit prihatin ketika melihat tubuh ringkih dalam gendongan Tuannya. Dia belum menikah, jadi tidak tahu bagaimana cara memperlakukan seorang anak, tetapi satu hal yang Gael tahu pasti ketika melihat kondisi cucu Tuannya. Perlakuan mereka terhadap anak kecil itu sangat buruk.

Jika dia tidak sayang nyawanya, mungkin Gael akan dengan terang-terangan mencaci putra Bungsu Bosnya.

Suara derit pintu besar yang terbuka lebar menyadarkan Gael dari lamunannya. Ia mendongak kembali, mengikuti langkah Tuannya dalam diam memasuki kediaman mewah hingga tiba di ruang tamu yang sedikit ramai.

Langkah Herizon terhenti dengan raut datar menatap Putra serta cucu dan menantunya di sana. Sedang tubuh kurus kering dalam gendongannya hanya acuh tak acuh sambil meletakkan dagu di bahu kokoh Herizon.

'Kalau aku tidak salah ingat, nama anak ayam Pak tua ini Gael 'kan?' batin Callaric.

Mata Callaric menyipit menatap penuh penilaian pada sosok yang berdiri tidak jauh di belakang Herizon. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, tak ada satupun yang terlewat dari tatapan kurcaci kurang daging itu.

Dalam hati Gael bertanya-tanya. Sedikit tidak nyaman dengan tatapan cucu Bosnya yang terlihat begitu menilai, seolah tengah memastikan keaslian suatu barang.

Bulu kuduk Gael mendadak meremang kala tanpa sengaja melihat senyum aneh di bibir bocah dalam gendongannya Bosnya.

Gael menelan kasar ludahnya sambil mengalihkan pandangan ke arah lain. Mengangkat tangan kanannya menyentuh tengkuknya yang dingin.

'Perasaanku tidak enak,' batin Gael.

'Hahaha,' tawa jahat Callaric dalam hati, 'aku menemukan babu baru untuk menghemat tenaga.' lanjut begitu senang.

CALLARIC || Transmigrasi Villain (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang