Keheningan menguasai salah satu ruang rawat VVIP di dalam rumah sakit ternama di Spanyol. Sosok paruh baya terlihat terbaring dengan tatapan lemah di atas brankar, memandang datar langit-langit ruangan hingga suara pintu terbuka mengalihkan atensinya menatap sosok jangkung berusia 59 tahun yang kini mendekat lalu membungkukkan setengah badan ke arahnya.
"Selamat siang, Tuan." sapa sosok jangkung itu dengan wajah datar.
Pria paruh baya itu menghela napas kasar, "untukmu juga, Barak." balasnya.
"Kadang aku berpikir, apa tidak ada orang lain yang ingin mengunjungiku? Hingga aku harus melihat wajah lempengmu itu setiap hari." lanjutnya sarkas.
Untuk sesaat Barak hanya diam dengan wajah tanpa ekspresinya. Sudah biasa dia mendengar ungkapan sarkas itu dari bibir Bosnya yang kini telah menua, bahkan mungkin sebentar lagi menghadap Sang Pencipta.
"Saya merasa terharu mendengarnya dari Anda, Tuan. Itu ucapan yang sangat manis," balas Barak dengan wajah watadosnya.
Selama puluhan tahun berdiri di sisi Bosnya, itu kalimat terpanjang yang Barak dengar. Jadi bukankah patut dirayakan?
Sosok paruh baya itu hanya menggeleng pelan. Jujur saja dia bosan melihat wajah orang kepercayaannya itu. Tapi kalau dia ingat-ingat lagi, memang tidak ada yang akan menjenguknya di rumah sakit selain Barak dan anak buahnya yang lain. Nasib orang banyak dosa ya gitu, dan dia sadar akan hal tersebut.
Dia Callaric Louise, ketua mafia bengis asal Spanyol. Pria kelahiran Italia yang menetap di Spanyol dan membangun usaha dari nol, hingga menciptakan organisasi yang bergerak secara ilegal memperjual belikan barang terlarang. Senjata, obat-obatan, bahkan organ manusia.
Apakah dia merasa bersalah? Oh, tidak. Kata Callaric, dia hanya memperjual belikan organ orang-orang yang mengusiknya. Selebihnya hanya fokus pada senjata dan obat-obatan terlarang. Jadi jangan mengusiknya jika tidak ingin berakhir di peti mati dalam keadaan tak utuh.
Tapi itu dulu.
Sekarang Callaric sudah tua, tak terlalu juga sih. Masih berusia 79 tahun, tapi karena itu pula dia tidak bisa bergerak sebebas dahulu saat masih muda. Tulangnya sudah menua.
Jangan salah, tua-tua begitu masih banyak daun muda yang menginginkannya.
Lebih tepatnya, uangnya.
Sekarang organisasi yang dia dirikan begitu ditakuti. Tak ada lagi yang mengusik, bahkan pemerintah sekalipun. Dan kini, tubuhnya telah sampai pada batasnya. Jauh di lubuk hati Callaric yakin, jika ada yang tengah bersiap berpesta riah setelah ini.
"Saya mendapat informasi, beberapa orang tengah bersiap merayakan pesta besar-besaran untuk kematian Anda." ujar Barak memecah keheningan dalam ruangan tersebut.
Callaric menghela napas pelan. 'Kan, sudah dia bilang. Tapi apa Callaric peduli? Tentu, tidak. Sekarang bibirnya yang menghitam karena merokok itu tersenyum miring.
Bagaimana ini? Dia malah senang mendengar ada yang siap berpesta untuk kematiannya.
Kekehan bak psikopat terdengar memenuhi ruangan. Barak hanya mampu memejamkan mata sambil menggeleng pelan, sudah dapat dirinya tebak pemikiran yang terlintas di benak Bosnya saat ini. Sebentar lagi pasti akan keluar perintah gila untuknya.
"Barak."
"Ya, Tuan?" Dengan cepat Barak menyahut.
Callaric menoleh hingga menatap Barak sepenuhnya. Ia tersenyum lebar hingga kelopak mata keriputnya menyipit, "bagaimana jika kau mengirimkan petasan di tengah-tengah acara itu? Aku takut kesepian di Neraka. Jadi akan bagus jika mereka ikut meramaikan Neraka bersamaku."
Apa sebelumnya Barak sudah bilang jika Bosnya itu sedikit gila?
"Baik, Tuan." balas Barak patuh.
Sedetik kemudian ekspresi wajah Callaric berubah sendu. Dia sudah siap mati, tapi ada kalanya dia memikirkan sesuatu yang tak pernah dirinya pikirkan sebelumnya. Seperti saat ini.
Tiba-tiba saja Callaric memikirkan masa muda yang dia habiskan. Semuanya tak luput dari kekerasan dan usaha untuk membangun pondasi kokoh perusahaan serta organisasinya. Tak ada hal lain yang Callaric lakukan selain memegang senjata tajam dan senjata api.
Wanita? Dia tidak tertarik. Bukan karena tak menyukainya, Callaric hanya tak memiliki nafsu berlebihan hingga harus mencari tempat pelampiasan hasrat. Dia bermain solo ketika itu datang. Katanya buang-buang uang hanya untuk menyewa jalang.
Callaric terlalu pelit untuk memberikan uangnya pada para jalang di luar sana. Tangannya yang terbiasa membunuh masih mampu untuk menuntaskan hasratnya. Dan itu gratis tanpa biaya selain tenaga.
"Apa menurutmu aku masih bisa menikah, Barak?" Tiba-tiba Callaric bertanya, membuat Barak mengerutkan kening.
Pria dengan wajah watados itu menjawab, "tidak, Tuan."
"Anda terlalu tua. Tulang Anda sudah tidak sanggup bergerak lama untuk memuaskan istri Anda kelak jika menikah."
Jawaban terjujur keluar dari bibir Barak yang dihadiahi tatapan datar oleh Callaric.
Ucapan bawahan kepercayaannya itu benar. Menikah di usianya kini bahkan tidak akan membuahkan apa-apa. Yang ada dirinya hanya membuang uang.
Callaric kembali menghela napas sambil memejamkan mata. Dia sudah siap menghembuskan napas terakhirnya, tapi kenapa malaikat maut masih saja menunda dan membiarkan dirinya memikirkan hal tak masuk akal itu sekarang?
"Barak." panggilnya.
"Ya, Tuan?" Sahut Barak.
Pria berusia 59 tahun itu masih setia berdiri di samping brankar. Lelah? Tidak, dia masih kuat jika hanya berdiri. Bahkan saling bertukar pukulan dengan lawannya pun dia masih sanggup. Walau pernah sekali dia beradu pukulan dengan lawannya dan berujung masuk rumah sakit karena encok.
Sesaat hanya hening. Barak setia menanti kata yang akan diucapkan oleh Bosnya. Sekejam-kejamnya Callaric pada musuhnya, pria tua dan perokok aktif di masa mudanya dulu itu adalah orang yang peduli pada bawahannya.
Bahkan rela merampok bank untuk membantu bawahannya yang membutuhkan. Baik, bukan?
"Sepertinya aku akan mati nanti malam," ucap Callaric memejamkan mata.
"Anda juga mengucapkan untuk kemarin." balas Barak menatap Bosnya tanpa ekspresi, "tapi Anda masih hidup sampai sekarang."
Kedua mata Callaric terbuka. Ia mendengus menatap orang kepercayaannya itu. Padahal dirinya serius. Tapi apa yang dikatakan Barak ada benarnya.
Dari seminggu yang lalu dia selalu mengucapkan hal itu. Tapi masih hidup saja sampai sekarang.
Callaric mengalihkan pandangan menatap keluar jendela. Memandang lama ranting pohon yang bergerak karena embusan angin.
"Jaga baik-baik anak-anak yang lain." ucap Callaric tiba-tiba, membuat Barak yang tadinya mengikuti arah pandang Callaric keluar jendela, kini menatap lekat Bosnya.
"Kini hanya kau saja orang tua mereka. Jika ada yang berani mengusik, lakukan seperti biasa. Jangan goyahkan pondasi yang susah payah kita kuatkan, Aku tahu kau bisa memimpin dengan baik." lanjut Callaric tanpa menatap lawan bicaranya.
Barak menunduk menatap lantai rumah sakit, "baik, Tuan."
"Pergilah, aku ingin istirahat."
Barak sedikit membungkuk penuh hormat, lalu berbalik mendekati pintu keluar. Hingga kini menyisakan Callaric seorang diri dalam ruang rawatnya.
Perlahan kelopak mata Callaric terpejam menikmati embusan angin lembut yang masuk melalui jendela.
Tepat pada jam 21:58 waktu setempat, Callaric Louise menghembuskan napas terakhirnya bersamaan dengan ledakan yang terjadi di beberapa tempat. Sesuai dengan permintaan Callaric pada Barak di siang hari tadi.
Kini pemimpin mafia bengis bernama Callaric Louise telah pergi meninggalkan dunia, meninggalkan orang-orang yang sedih juga bahagia atas kepergian dirinya.
Harusnya begitu, 'kan?
"Burung puyuhnya kecil sekali?" gumam anak kecil yang kini menatap ke arah selangkangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALLARIC || Transmigrasi Villain (Hiatus)
AcciónApa jadinya jika ketua Mafia yang ditakuti di dunia bawah meninggal di usia 79 tahun, lalu bertransmigrasi ke tubuh bocah berusia 7 tahun yang diabaikan oleh keluarganya? "Aku tahu dosaku terlalu banyak, tapi ... apa memang separah itu? Sampai harus...