Ayah Dipecat

2 1 0
                                    

Ternyata, wanita cantik lebih menarik. Daripada wanita baik, Melody.

Hari Kamis ini, adalah hari terakhir Ujian Nasional dilaksanakan oleh seluruh anak SMA, termasuk Melody. Sejak pagi, Melody sudah bangun dari tidurnya. Dan kini, dia tengah sarapan bersama kedua orang tuanya. Keheningan selalu saja melanda ketiganya, walaupun mengobrol, Melody tidak akan diajak. William dan Lauren selalu mengobrol berdua, entah mengobrol apa. Tapi berbeda kali ini, tumben sekali keheningan hanya melanda ketiganya sebentar saja. William mengajak Melody dan Lauren mengobrol bersama. Tapi... tunggu dulu, sepertinya William akan berbicara serius.
William berdehem beberapa kali, membuat ketegangan semakin melanda ketiganya. Pastinya rasa penasaran sudah menghantui diri Melody sejak tadi.

"Ekhm, jadi Ayah cuma mau bilang. Kalau Ayah dipecat," ucap William, diawali dengan
dehemannya.

Apa? Dipecat? Oh tidak bisa, jika William dipecat, mereka bertiga akan makan darimana? Dan, mereka bertiga akan tinggal dimana?
"What? Dipecat? Oh No! Mas, cari kerjaan baru dong!" kesal Lauren.

Sebagai seorang kepala keluarga, memang sudah kewajibannya memenuhi kebutuhan
keluarga. Tapi jika sudah dipecat, mau bagaimana lagi. Mungkin, akan ada jalan lain, untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

"Sabar Bu, Ayah juga baru kemarin dipecat. Istirahat dululah hari ini." Melody mengusap-
ngusap punggung Lauren, siapa tahu dengan begitu, emosi Lauren dapat mereda.
Lauren menoleh ke samping, menatap Melody dengan tatapan super tajam.

"Gak usah ikut campur, urusan orang tua!" tegas Lauren.

Jujur, jika sudah dibentak oleh Lauren, Melody pasti takut. Buktinya, sekarang Melody
menundukkan kepalanya. Dia benar-benar tak berani menatap wajah Lauren.

"Mas, pokoknya kamu harus cari pekerjaan lagi. Posisi kamu harus bagus! Aku gak mau ya, kalau nanti Clarice membatalkan perjodohan Melody dan Rivano, cuma gara-gara kita jatuh
miskin." Lauren berdiri, kemudian meninggalkan meja makan.

Sekarang, hanya ada Melody dan William di meja makan. Melody yang masih menunduk,
sementara William yang terus memakan sarapannya, dengan wajah kesal.
Suami mana yang tidak kesal, jika istrinya terus-terusan menuntut, agar bisa hidup mewah. Kita memang hidup di dunia, yang penuh dengan harta benda. Tapi, jangan sekali-kali kita fokuskan diri kita, untuk mengejar harta. Berdoa, agar Sang Pencipta membantumu. Selain itu berusaha juga, agar semua keinginanmu tercapai. Keheningan terus-menerus melanda Anak dan Ayah itu, merasa tidak enak, Melody mengangkat kepalanya dengan sepenuh keberanian. Dia menatap wajah William, yang terlihat emosi.

"Yah, yang sabar ya. Ody bakal bantu Ayah kok," ucap Melody.

William menatap Melody remeh, hanya lulusan SMA, bisa dapat jabatan apa? Itu yang ada di
dalam pikiran William.

"Halah, gak usah sok jadi pahlawan kesiangan kamu. Bagaimana kamu bisa dapat jabatan
yang bagus? Kalau, kamu gak kuliah? Otak itu dipakai, jangan disimpan aja," ucap William,
intonasi bicaranya berhasil membuat Melody sakit hati.

"Sudah, lebih baik kamu berangkat sekolah. Ayah muak lihat muka kamu, anak pembawa
sial!" lanjutnya, kali ini intonasi bicaranya terdengar lebih meninggi.

Cukup, Melody tidak ingin merasakan sakit hati yang teramat. Lebih baik ia berangkat
sekarang saja, daripada rasa sakit di hatinya, membuat dirinya membenci William, Ayah
kandungnya sendiri.

"Baik, Yah. Ody berangkat ya, semangat Ayah." Melody berdiri, kemudian ia menghampiri William, dan menyalami punggung tangan William.

Saat ini, mood Melody sedang tidak baik. Maka dari itu, ia memutuskan untuk naik bus saja ke sekolah. Lagipula jam masuk sekolah masih lama, Melody masih bisa sedikit santai.
Di dalam bus, hanya ada sedikit penumpang. Melody menyumpal kedua telinganya,
menggunakan earphone. Melody memutar lagu kesukaannya yaitu, Harta Berharga yang
dinyanyikan oleh BCL.
Mendengar lagu itu, membuat Melody menitipkan air matanya. Melody ingin bahagia
bersama keluarga, tapi kenapa tidak bisa? Apa salah Melody? Jika tahu akan mempunyai
keluarga yang berantakan seperti ini, mungkin Melody tidak ingin dilahirkan ke dunia ini.

"Aduh, aku nangis. Jangan nangis Mel, nanti jelek. Semangat, awali hari dengan senyuman." Melody menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya dengan kasar. Melody tidak cengeng!
Tanpa Melody sadari, bus yang ditumpanginya sudah berhenti, di halte yang letaknya tak
jauh dari sekolahnya. Tidak terasa, Melody segera turun dari bus itu, dan mulai berjalan dari halte, menuju sekolah.

🥀🥀🥀🥀

Lega rasanya, Ujian Nasional hari terakhir sudah dilaksanakan dengan lancar oleh siswa-
siswi kelas 12 SMA Rajawali. Senyuman tak luntur dari wajah siswa-siswi kelas 12 itu.
Mereka sudah bebas, sekarang saatnya mereka melepas penat, dengan berlibur.
Tentu saja hal ini dirasakan oleh Melody cs. Saat ini mereka tengah berada di sebuah cafe, tempat yang biasa digunakkan oleh anak remaja untuk menongkrong. Tapi tenang, Rivano dan Clay bukanlah anak nakal, mereka tidak merokok, begitupun dengan Melody, Habelia, dan Alma.

"Mau kapan nih, kita ke puncak?" tanya Clay, seraya menatap keempat sahabatnya
bergantian.

"Hari Minggu aja, gimana? Soalnya kan hari Jum'at sampai Sabtu, aku mau rebahan dulu di rumah, hehehe..." usul Alma. Dasar Alma, selalu saja rebahan.

"Aelah, kelamaan. Mending Sabtu aja, kuy?" ajak Habelia, dia benar-benar tidak sabar, ingin segera ke puncak.

"Tentuin aja, aku ngikut," ucap Rivano.

"Aku juga ngikut aja," timpal Melody.
Habelia memutar kedua bola matanya malas. Selalu saja, di mana ada Rivano, pasti di situ
ada Melody.

"Bucin mah beda ye," sindir Habelia.

"Ish, apa sih Bel," ucap Melody, sedikitgugup.
Begini nih, rencana mereka ingin ke cafe, untuk menentukan rencana ke puncak. Tapi ini? Mereka malah belum bisa menentukan, kapan mereka akan ke puncak.

"Udah heh, ini tentuin. Mau kapan ke puncak?" tanya Clay, sedikit kesal. Hening, tidak ada yang bisa memutuskan. Mereka memfokuskan pandangan mereka kepada Rivano, meminta jawaban kepada Rivano. Merasa dirinya ditatap, Rivano pun berdehem.

"Ekhm," dehem Rivano.
"Oke, kita Sabtu ke puncak. Valid no debat," putus Rivano, dan dibalas tepukan tangan oleh empat orang yang berada satu meja dengannya.

"Yeeeee Sabtu!" pekik Habelia kegirangan.

"Uhuy! Auto siap-siap dari sekarang nih aku!" pekik Clay, tak kalah girang dari Habelia.
Melody dan Alma? Mereka hanya terkekeh pelan, melihat kelakuan sahabat mereka yang
sangat memalukan. Bagaimana tidak? Habelia dan Clay, meloncat-loncat di depan umum,
seperti anak kecil yang sangat bahagia.
Jika dilihat orang lucu sih tak apa, tapi ini? Kesannya nyeremin, eh.

"Tapi ingat ya, Michelle aku ajak. Dia gak ngerepotin kok, dia bersih dan gak kucel," ucap Rivano, dan tanpa Alma, Habelia, dan Clay sadari. Di dalam ucapan Rivano, terdapat sindiran untuk Melody. Melody tahu, ucapan Rivano itu menyindir dirinya.

Ternyata, cowok emang bener-bener mandang fisik ya. Padahal, aku kemarin cuma
kebetulan aja gak dandan, tapi Ano lihat aku udah kayak kucel banget, batin Melody.

 Padahal, aku kemarin cuma kebetulan aja gak dandan, tapi Ano lihat aku udah kayak kucel banget, batin Melody

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayo, BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang