Rencana Highking

1 1 0
                                    

Aku akan berusaha seperti bintang, meskipun kecil.
Tetapi tetap berusaha, agar memancarkan cahayanya sendiri, walaupun redup.

Malam yang indah, bintang-bintang sudah menghiasi langit, jangan lupakan bulan yang
selalu menemaninya. Udara dingin sangat menusuk kulit, tapi tak membuat keenam orang sahabat, yang saat ini sedang berada di luar villa itu, mengurungkan niatnya untuk menikmati udara malam.
Untung saja ada api unggun di tengah-tengah mereka, jadi udara dingin itu sedikit tergantikan dengan hangatnya api. Sangat indah sekali malam ini, mungkin malam ini tak akan terlupakan. Berkumpul bersama sahabat, dan pacar. Meskipun ada rasa sakit, saat melihat sang pacar malah bermesraan dengan perempuan lain.

Perempuan, yang dinomorsatukan oleh Rivano.
Perempuan, yang sangat Rivano sayang.
Perempuan, yang berhasil membuat senyum Rivano selalu mengembang.
Siapa lagi, kalau bukan Michelle. Perempuan dengan sejuta kejahatan, yang tersembunyi
dalam dirinya.
Tidak ada yang tahu, Michelle diam-diam mempunyai banyak cadangan lelaki. Tujuannya hanya satu, hanya ingin memoroti uangnya saja, tidak lebih. Dan sialnya, Rivano termasuk ke dalam lelaki yang diporoti oleh Michelle. Bodoh sekali, sudah termakan dengan cinta, bisa apa? Udara malam terasa semakin dingin, namun keenam orang yang saat ini, tengah menikmati pemandangan puncak, masih enggan untuk masuk ke dalam villa.
Jarang sekali mereka berkumpul dan berlibur seperti ini.

"Indah banget ya, pemandangan puncak. Aku baru pertama kali, lihat yang kayak gini."
Melody memejamkan kedua bola matanya, menikmati semiliran angin yang menerpa wajah cantiknya.

"Aku juga, biasanya lihat pemandangan cuma dari jendela kamar doang," timpal Habelia.

"Dari Jendela SMP kali," koreksi Alma.
Mendengar ucapan Alma, yang berhubungan dengan sinetron favoritenya. Clay seketika
heboh, dia langsung membahas tentang sinetron favoritenya itu.

"Eh? Kamu suka nonton DJS? Kamu dukung tim siapa? Wulan Joko, atau Wulan Billy?"
tanya Clay dengan heboh, membuat mereka yang ada di sana, seketika menggelengkan
kepala. Tingkah Clay memang seperti ini, jika dia sudah dekat dengan temannya, pasti akan selalu membuat humor. Tapi, jika dia baru kenal dengan seseorang, maka sikapnya biasa saja, pemalu lebih tepatnya.

"Dasar, kamu suka nonton sinetron?" Michelle terkekeh pelan.

"Iya, dia emang suka nonton sinetron. Apa lagi sinetron terbaru itu, Buku Harian Seorang
Istri. Beuh... hampir tiap hari, dia nonton ulang di kelas hahaha...." ucap Rivano, diakhiri
dengan tawa ngakaknya.

Clay mendengus sebal, memasang wajah kesalnya. Dasar Rivano, bisanya cuma membuat dirinya malu saja.

"Vano! Jangan buat aku malu, dong." Clay memperagakan, ucapan seperti perempuan.
Deretan gigi putih Melody, terlihat. Dia tertawa sangat bahagia, dia beruntung mempunyai sahabat seperti Clay. Selalu membuatnya tertawa, meskipun kadang candaannya itu garing sih.
Tapi, jika mengingat keadaan kedua orang tuanya. Melody jadi merasa khawatir, rasanya dia ingin pulang saja. Akan tetapi, dia tidak ingin merusak liburannya. Ah, sebaiknya Melody berpikiran positive saja, kedua orang tuanya, pasti akan baik-baik saja.

"Eh guys! Gimana, kalau besok kita highking?" usul Habelia, secara tiba-tiba.
Mereka semua tampak berpikir, sepertinya seru juga. Lumayan juga, menambah kenangan mereka, karena di masa depan, belum tentu mereka bisa liburan lagi seperti ini.

"Kuy!" jawab mereka semua kompak, kecuali Michelle. Jujur saja, Michelle tidak suka yang namanya highking. Menurutnya, highking itu ribet, capek, pegal, dan nanti pastinya badannya akan sakit-sakit semua. Michelle tidak mau!

"Oke, tapi gimana sama Michelle? Dia kan pasti gak mau ikut, buktinya dia gak jawab."
Habelia memutar kedua bola matanya malas.
Michelle menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Anu, em... aku gak mau deh, males. Nanti kuku-kuku kaki aku rusak, gimana? Terus, kalo make up aku luntur, karena keringat gimana?"
Hadeuh, lebay sekali Michelle ini.

"Udahlah Chelle, kamu ikut kita ya? Gak akan cape kok, nanti kalau kamu capek, aku
gendong," ucap Rivano.
Rasanya, hati Melody sangat sakit. Ketika mendengar Rivano berucap seperti itu, kepada Michelle. Sangat perhatian, berbeda kepada dirinya, selalu membentak, bahkan bersikap
kasar.
Kedua manik mata Michelle, seketika berbinar. "Janji ya? Kamu bakal gendong aku?"
tanyanya antusias.
Rivano mengangguk. "Janji."
Michelle langsung memeluk tubuh Rivano erat, diam-diam, dia menyunggingkan senyuman
miringnya. Dia melihat Melody sepertinya cemburu. Dan mereka semua yang menyaksikan itu, seketika heran. Ada hubungan apa Michelle dengan Rivano? Sepertinya kelihatan sangat romantis.
Mereka ada hubungan apa si? Romantis banget, sampai - sampai mengacuhkan Melody. Padahal, udah jelas-jelas kalau Melody itu, pacar Vano, batin Alma.

"Ekhm," dehem Melody.
Seketika, Michelle dan Rivano saling melepas pelukan mereka.
"Udah pelukannya? Yuk ah masuk, udah malem. Ngantuk." Tanpa menunggu jawaban dari kelima orang yang ada di depannya, Melody langsung saja masuk ke villa terlebih dahulu, daripada hatinya semakin sakit.

🥀🥀🥀

Di sebuah rumah sakit, sedang terjadi kepanikan. Nana, Antonio, Clarice, juga Jefan, sedang berada di depan ruang ICU. Menunggu dokter yang memeriksa William dan Lauren keluar. Tadi, William dan Lauren detak jantungnya sempat berhenti, dan dengan segera, Nana memanggil dokter.
Clarice dan Jefan sudah tahu, kabar tentang William dan Lauren, dari berita. Mereka panik, dan dengan segera mereka datang ke rumah sakit. Tempat di mana William dan Lauren
dirawat. Namun, saat sampai di rumah sakit, mereka kecewa. Kenapa? Karena mereka tak
melihat kehadiran Melody.
Dengan teganya, Melody tetap ikut berlibur bersama teman-temannya. Padahal, kondisi
kedua orang tuanya sedang sekarat. Tapi, Clarice dan Jefan tidak boleh kecewa terlebih
dahulu, mereka harus menanyakan, kenapa alasan Melody dengan teganya berlibur. Padahal kedua orang tuanya, sedang berjuang melawan kematian.
"Na, yang sabar ya. Lauren sama William, pasti kuat." Clarice memeluk Nana erat.
Tak henti-hentinya Nana menangis, dia takut William dan Lauren akan menyerah.
"Iya, Clar. Aku akan berusaha untuk sabar, tapi aku takut," ucapnya lirih.
"Takut kenapa?"
"Aku takut, jika William dan Lauren akan menyerah. Aku kasihan sama Melody, dia masih butuh kasih sayang, dari kedua orang tuanya."
"Tidak, percaya sama kita. William dan Lauren itu orang yang kuat, mereka pasti akan
berjuang. Mereka juga, pasti tak ingin meninggalkan Melody," ucap Jefan, berusaha untuk menguatkan Nana, yang masih tetap menangis.
"Betul apa kata Jefan, kamu yang sabar, Na. Pasti keajaiban akan ada," ucap Antonio, bijak.
Beberapa detik kemudian, keluarlah dokter dari ruangan ICU. Wajahnya sangat sulit untuk diartikan. Nana, Antino, Clarice, dan Jefan langsung berdiri. Menghampiri dokter wanita
setengah baya, yang sedang berdiri di ambang pintu, ruangan ICU.
"Gimana, keadaan Kakak saya, dan Kakak ipar saya, dokter?" tanya Nana, dengan suaranya
yang semakin melemah.
Dokter wanita itu memaksakan senyumannya, tidak tega menyampaikan berita ini.
"Kedua pasien, saat ini sedang koma. Kita berdoa saja, semoga kedua pasien cepat sadar. Jika terjadi sesuatu, anda bisa memencet tombol darurat. Kalau begitu, saya permisi." Dokter wanita itu, langsung saja pergi meninggalkan ruangan ICU.
Seketika, kedua kaki Nana melemas. Dia terjatuh ke dinginnya lantai rumah sakit. Matanya memanas, menahan air mata yang sebentar lagi, mungkin akan turun membasahi kedua pipinya.
Berbeda dengan Nana, Antonio justru lebih kuat. Dia tidak boleh menangis, jika dia lemah, siapa yang akan menguatkan Nana, istrinya?
Kak Wil, Kaka Lau. Kalian harus bertahan, kasihan Ody. Dia masih butuh kalian berdua,
batin Nana.

 Dia masih butuh kalian berdua, 
batin Nana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayo, BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang