Perhatian, bukan karena rasa cinta. Tapi, karena kasihan,Rivano
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, itu tandanya hari sudah tengah malam. Namun, Melody dan sahabat-sahabatnya belum bisa tertidur juga. Mereka berada di ruang tamu villa, dan saat ini sedang memakan camilan yang mereka bawa. Mereka memakan
camilan, sembari menonton televisi.
Acara televisi yang mereka tonton, adalah acara komedi. Jadi, tidak heran jika mereka
sesekali tertawa, bahkan terbatuk-batuk, karena acara komedi yang sangat lucu itu.
Berbeda dengan Michelle, dia sedari tadi hanya cemberut saja. Melihat Rivano, yang duduk di sebelah Melody. Hanya duduk saja, tidak merangkul ataupun memeluk. Tapi, rasa
cemburu sudah menguasai diri Michelle.
Berkali-kali Michelle menghembuskan nafas kasar, memberi kode kepada mereka semua
yang ada di sana, bahwa dia bosan. Namun percuma saja, mereka semua tidak ada yang peka. Daripada semakin bosan bahkan emosi, Michelle pun berdiri dan mulai meninggalkan ruang tamu itu. Sekarang, Michelle berada di kamarnya sendirian. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur, boneka besar dia jadikan sebagai bantalan kepalanya. Kedua manik matanya, menatap ke langit-langit kamar itu, yang di dominasi warna putih.
"Ih, kenapa aku jadi cemburu gini sih? Kan tujuan awal aku, deketin Rivano itu cuma mau
hartanya aja. Tapi, kenapa sekarang aku cemburuan?" monolog Michelle.
Sebenarnya, Michelle menjadi pacar Rivano, bukan karena cinta. Dia hanya ingin, memoroti Rivano saja. Tapi entah kenapa, tadi saat dia melihat Rivano hanya duduk di samping
Melody, rasa cemburu menguasai dirinya.
Oh tidak! Jika seperti ini, rencana awal Michelle untuk menguasai harta Rivano, bisa gagal seratus persen. Dia tidak boleh cinta, suka, bahkan sayang kepada Rivano.
"Oh, big no! Aku gak boleh suka sama dia!" Michelle memukul-mukul kepalanya sendiri.
Keheningan, mulai melanda kamar itu. Michelle terdiam, memikirkan bagaimana cara agar harta Rivano, dapat segera dia kuasai. Dan, setelah itu dia bisa meninggalkan Rivano, dengan cepat. Agar, rasa cinta itu tidak tumbuh di hatinya. Terus-menerus, Michelle memikirkan cara itu. Sampai akhirnya, bunyi ponselnya menggangu pikirannya. Michelle merubah posisi tubuhnya, menjadi duduk di atas kasur. Dia mengambil ponsel miliknya, yang berada di atas nakas. Seketika, jantung Michelle berdegup dua kali lebih kencang. Saat dia melihat, siapa orang yang menelponnya. Kalian tahu? Orang yang menelpon Michelle, malam-malam begini adalah Reza, pacar Michelle saat ini.
"Aduh, aku harus gimana?"
Bingung, itulah yang Michelle rasakan. Setelah berpikir selama. beberapa menit, akhirnya
dengan keberanian penuh, Michelle mengangkat telepon itu.
"H-halo sayang," sapa Michelle terbata.
"Halo sayang, apa kabar? Kita sudah lama tidak bertemu, kita ketemu besok. Apa kamu
mau?" Sial, apa-apaan Reza ini? Di saat Michelle sedang berlibur, dia malah mengajak Michelle bertemu.
Apa yang harus Michelle lakukan?
"Maaf sayang, a-aku lagi liburan sama Vano."
"Oh, ayolah. Sebenarnya, siapa sih pacar kamu? Aku, atau Rivano?"
Michelle menghembuskan nafasnya berat, dia harus beralasan apa, agar bisa ijin pulang
terlebih dahulu? Rivano tidak akan mengijinkannya.
"Kamu dong sayang, kamu pacar aku. Tapi aku bingung, harus beralasan apa sama Vano,
supaya dia ngijinin aku pulang duluan."
"Kamu bilang aja, sama dia. Kalau Nenek kamu sakit dan masuk rumah sakit."
Senyuman, terbit di wajah cantik Michelle. Sepertinya usulan Reza, menarik juga.
"Eum, boleh sayang. Aku bakal ijin seperti itu, tapi besok. Gapapa kan?"
"Iya sayang, gak apa. Besok, kita ketemuan di mall biasa ya."
"Oke, sayang. See you tommorow."
Sambungan telepon, dimatikan secara berbarengan oleh Michelle dan Reza. Michelle
menghembuskan nafasnya lega, saat dia sudah mematikan sambungan telepon itu.
Ponselnya, dia taruh kembali di atas nakas. Kemudian, dia melangkahkan kedua kakinya,
keluar dari kamar itu. Hendak kembali ke ruang tamu, dan meminta ijin kepada Rivano,
bahwa dia hendak pulang terlebih dahulu.
Sesampainya di ruang tamu, tanpa babibu Michelle langsung duduk di samping Rivano. Dia bergelayut di lengan Rivano, dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Rivano. Melody yang melihat itu, hanya menatap keduanya dengan tatapan sakit hati.
"Vano, beip. Aku pulang duluan, boleh gak? Nenek aku sakit dan masuk rumah sakit, jadi
aku harus cepet-cepet balik," ucap Michelle dengan manjanya.
"Nenek kamu, sakit? Ya udah, besok kita pulang aja, supaya adil." Tangan Rivano bergerak, mengusap kepala Michelle sayang.
Michelle mendongakkan kepalanya.
"Beneran, beip? Gapapa nih, liburannya cuma sebentar?"
"Gapapa dong, supaya adil juga 'kan."
Bahagia sekali rasanya, diam-diam Michelle menampilkan senyuman liciknya. Bodoh sekali, Rivano dapat dibohongi.
"Oke deh, kalau gitu kita tidur sekarang yuk guys. Soalnya, besok kita harus pulang pagi
banget," ajak Michelle.
"Iya, ayo. Aku juga udah ngantuk nih," ucap Clay. Akhirnya, mereka semua mulai berjalan memasuki kamar masing-masing. Menyisakan
Melody sendirian di ruang tamu itu. Melody merasa, mereka semua dibohongi oleh Michelle. Aneh banget, apa Michelle bohong ya?, batin Melody.🥀🥀🥀🥀
Sesuai dengan rencana, pagi ini Melody dan sahabat-sahabatnya sudah bangun sejak pukul enam pagi. Mereka sudah berkumpul di halaman villa, menunggu Rivano yang masih
mengemasi barang-barangnya. Jangan lupakan, Michelle pun masih mengemasi barang-barangnya.
"Kebiasaan banget, lama," omel Clay.
"Tahu tuh, temen kamu," ucap Alma kesal.
"Eh? Temen kamu juga kali," ucap Clay tak terima.
"Teman kamu, Clay. Jangan gitu deh, sama temen sendiri," ucap Habelia.
Clay memutar kedua bola matanya malas, dia mengaku kalah jika sudah berdebat dengan
Alma dan Habelia.
"Terserah."
Alma dan Habelia tersenyum, dan saling pandang. Ingat, cewek selalu menang, dan cowok selalu kalah.
"Gitu dong, ngalah sama cewek!" ucap Habelia, seraya tersenyum penuh kemenangan. Beberapa detik kemudian, keluarlah Rivano dan Michelle dari dalam villa itu. Mereka sudah menenteng tas mereka masing-masing. Sebelum pulang, Rivano mengunci pintu villa terlebih dahulu.
"Udah, ayo masuk mobil," ajak Rivano.
Mereka semua mulai melangkahkan kaki mereka, menuju tempat parkir mobil. Namun, saat sedang berjalan. Entah karena apa, tiba-tiba saja Melody terpeleset, dan tubuhnya hampir saja jatuh ke tanah, kalau tidak ada yang menangkapnya.
Kedua bola mata Melody tertutup rapat, dalam hati Melody bertanya-tanya. Kenapa tubuhnya tidak sakit? Siapa yang menangkapnya? Kok, badan aku gak sakit ya?, batin Melody.
Kenapa gue deg-degan gini si?, batin Rivano
"Ekhm, udah dong mesra-mesraannya!" teriak Habelia. Mendengar teriakan Habelia, Melody segera membuka kedua bola matanya. Betapa kagetnya Melody, saat dia melihat lelaki yang menahan tubuhnya adalah... Rivano.
Deg!
Selama beberapa menit, mereka berdua berpandangan.
"Woy! Kapan neh pulang?!" teriak Clay, dia sangat tak sabar ingin segera pulang.
Percuma, jika sepasang kekasih sedang bermesraan. Pasti suara sekencang apapun, tak akan mereka dengar. Buktinya, Rivano dan Melody masih asyik saling bertatapan.
Melihat itu, Michelle merasa cemburu.
"Woy! Vano! Ayo dong beip, pulang!" rengek Michelle. Akhirnya, karena teriakan Michelle. Rivano dan Melody pun saling melepaskan kontak mata mereka. Rivano, membantu Melody untuk berdiri seperti semula.
"Maaf, udah ngerepotin." Setelah mengucapkan itu, dengan cepat Melody melangkahkan kakinya menuju mobil Alma. Diikuti oleh Alma dan Habelia di belakangnya, tak lama Clay pun ikut menyusul ketiganya.
Yups, Melody hendak pulang menaiki mobil Alma, tentunya bersama Habelia pula.
Tersisalah, Rivano dan Michelle.
"Van, kamu udah cinta ya? Sama Melody?" tanya Michelle, kedengaran suaranya seperti
lirihan.
"Apa? Cinta? Aku gak mungkin cinta sama dia, sekarang yuk kita masuk mobil." Rivano
menautkan jemarinya dengan jemari Michelle, dan membawanya menuju mobil. Yang sebenarnya Rivano tidak sadari dia sudah jatuh hati pada melody.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo, Berakhir
Teen FictionMelody memandang ke arah luar jendela, sampai kapan penderitaannya berakhir? Kapan ia bisa bahagia? Melody capek, ia mendapat tekanan dari Papanya, kekasihnya, dan juga Michelle, teman lamanya. Tanpa disadari, air mata Melody sudah mengalir memba...