Luka di hati ini. Selain perhatianmu ,Melody
Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Melody dan sahabat-sahabatnya
segera turun dari puncak gunung itu, dan mulai berjalan beriringan kembali. Seperti biasa,
Melody bersama Alma dan Habelia, juga Clay. Sementara Rivano bersama gadis licik, ya
siapa lagi kalau bukan Michelle. Gadis, dengan seribu kelicikan yang dia miliki. Dengan mudahnya, banyak orang dia bohongi. Bahkan, banyak sekali lelaki yang dia bohongi. Sampai-sampai dia ambil harta lelaki itu.
Sayangnya, Rivano termasuk ke dalam lelaki yang Michelle bohongi, dan lelaki yang
Michelle poroti. Terkadang, manusia bisa dibutakan oleh cinta. Karena cinta, dapat mengubahkan segalanya. Tapi, cinta itu tak akan bisa membuat kita kaya, cinta juga tak akan membuat kita kenyang. Ya..... seperti itulah cinta. Kembali lagi kepada Melody dan sahabat-sahabatnya, tanpa terasa mereka sudah berada di kaki gunung. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih empat jam. Jadi, mereka berada di kaki gunung, tepat pukul enam sore.
Tak ingin membuang waktu lagi, mereka langsung saja berjalan menuju villa.
Jaraknya dekat, jadi tidak akan membuang waktu lama.
"Akhirnya... kita sampai juga, di villa." Melody menghembuskan nafasnya, wajahnya terlihat
begitu penat.
"Masuk aja yuk, aku udah gerah nih. Pengen mandi." Karena sudah tidak sabar lagi, akhirnya Alma memasuki villa duluan, dia cepat-cepat memasuki kamar mandi, dan mandi duluan. Sembari menunggu Alma, mereka semua bersantai terlebih dahulu, di halaman belakang villa. Kebetulan sekali, pemandangan puncak akan lebih kelihatan indah, jika dilihat dari halaman belakang villa.
Kolam renang berukuran kecil, menghiasi halaman belakang villa. Bunga-bunga yang
tertanam rapih, di sisinya. Menambah kesan indah, halaman belakang villa tersebut. Jangan lupakan, senja yang turut menghiasi keindahan sore ini.
Seulas senyuman, terbit di kedua sudut bibir Melody. Ada rasa bahagia, ada juga rasa sedih. Bahagia, karena bisa berlibur bersama sahabat-sahabatnya, walaupun ada gadis licik, yang turut ikut berlibur. Tapi, itu tak masalah bagi Melody. Rasa sedihnya, karena Melody
khawatir kepada kedua orang tuanya. Entah kenapa, hati kecilnya berkata kalau terjadi
sesuatu yang buruk, kepada kedua orang tuanya.
"Bel, perasaan aku gak enak banget," ucap Melody kepada Habelia, kedengarannya seperti bisikan.
Habelia menatap Melody, dengan keningnya yang berkerut. "Gak enak? Kenapa?" tanyanya khawatir.
"Aku ngerasa, kalau Ibu sama Ayah, kenapa-kenapa."
"Hush! No, jangan ngomong kayak gitu! Om William, sama Tante Lauren itu orang kuat.
Jadi, kamu harus yakin. Kalau mereka gak kenapa-kenapa, oke?!" ucap Habelia, tegas.
Dengan pelan, Melody menganggukkan kepalanya. Mau bagaimanapun, rasa khawatir tetap ada dalam dirinya. Melody sungguh menyesal, seharusnya dia tidak ikut liburan seperti ini. William dan Lauren, sangat membutuhkannya. Pikiran negative mulai menyerang otak Melody, beberapa kali Melody menggelengkan kepalanya. Tidak! Dia harus berpikiran positive, dia yakin. Bahwa kedua orang tuanya, adalah orang yang kuat.
"Woy! Giliran siapa tuh, yang mau mandi? Aku udah beres." Teriak Alma, seraya berlari
kecil menghampiri Melody dan Habelia, yang sedang duduk bersama.
"Aku dong, udah gerah banget," jawab Michelle, manja.
Rivano tersenyum, mengacak rambut Michelle pelan. "Sana gih, mandi. Biar wangi," titah
Rivano, diakhiri dengan kekehannya.
Michelle mengacungkan kedua ibu jari tangannya. "Siap, komandan!"
Setelah itu, Michelle langsung saja berdiri dan melangkahkan kedua kaki jenjangnya, menuju
kamar mandi. Siapa sangka, sedari tadi Melody memperhatikan sikap Rivano, kepada
Michelle. Rasa cemburu, kembali bangkit dalam diri Melody.
Pasti, semua wanita yang melihat kekasihnya, mesra dengan wanita lain. Akan merasa sangat cemburu, apa lagi melihat kemesraan itu, menggunakan mata kepalanya sendiri.
Tiba-tiba, raut wajah Melody berubah menjadi murung. Perubahan itu, dapat dilihat oleh
Alma dan Habelia. Mereka tahu, apa penyebab raut wajah Melody yang berubah, menjadi
murung.
"Ody, udah. Gak udah cemburu, aku yakin kok. Rivano itu sebenernya sayang sama kamu,
tapi dia gengsi aja, mau ngungkapinnya." Alma mengusap-ngusap punggung Melody
beberapa kali.
"Aku, setuju sama apa kata Alma. Tapi, kalau misalnya kamu udah gak tahan, dengan sikap
Rivano. Kamu bisa putusin dia, daripada hati kamu sakit terus," timpal Habelia.
Melody memejamkan kedua matanya, mengingat setiap perkataan yang Alma dan Habelia ucapkan barusan. Perlahan, Melody membuka kedua bola matanya.
"Gak semudah itu, aku gak mau buat Ayah
sama Ibu kecewa. Mereka udah jodohin aku, sama Ano. Ya, walaupun sebenernya, tanpa
mereka jodohin aku pun, aku udah cinta sama Ano."
Tak Melody ketahui, Rivano mendengarkan ucapannya barusan. Karena kebetulan, Rivano lewat dari belakang kursi, yang Melody duduki bersama kedua sahabatnya.
Rivano menghentikan langkahnya, lalu bergumam pelan. "Dia? Suka sama aku? Sebelum kita berdua, dijodohkan? Gak mungkin!"🥀🥀🥀🥀
Di rumah sakit, Nana dan Antonio sedang merasakan kebahagiaan. Tidak ada yang tahu, rencana Sang Pencipta. Barusan, William dan Lauren baru saja membuka matanya, dan
dokter menyatakan kalau mereka berdua, sudah melewati masa koma. Benar-benar, itu
keajaiban. Saat ini, William, Antonio, Nana, dan Lauren sedang berbincang-bincang di ruang rawat William dan Lauren. Mereka sedang membahas tentang Melody, saat sadar orang yang pertama kali, Lauren cari adalah Melody.
"Anak itu, benar-benar tidak tahu diri! Orang tua lagi sakit, enak-enakan dia liburan!" kesal
Lauren. Entah sudah berapa kali, Lauren mengata-ngatai Melody. Rasa benci kepada Melody, semakin menguasai dirinya. Dia pikir, Melody benar-benar anak baik. Eh, tahunya tidak seperti yang dia pikirkan.
"Sabar, Kak. Ody itu butuh liburan, dia baru aja melaksakan Ujian Nasional. Kasihan Ody,"
ucap Nana.
"Sudahlah Nana, kamu gak usah belain Ody terus. Lauren memang benar, Ody Anak
durhaka. Di saat kami lagi koma, dia malah asik-asikan liburan, Anak macam apa dia?" ucap William, dengan intonasi bicaranya yang sedikit meningkat. Antonio dan Nana, menghembuskan nafas mereka secara kasar. William dan Lauren, sepertinya sangat membenci Melody. Entahlah, karena apa alasan mereka berdua membenci Melody. Yang jelas, setahu mereka Melody itu Anak yang baik, tidak pantas untuk dibenci.
"Kak Lau, apa Kakak yakin. Akan menikahkan Melody, di usia muda?" tanya Nana, ragu.
Lauren menganggukan kepalanya, mantap. "Yakin dong."
"Kalau kata aku, jangan deh Kak. Kasihan Ody, pasti dia masih ingin menikmati masa
muda," ucap Antonio.
"Halah! Gak usah kasihani dia, Anto! Dia, memang pantas diperlakukan seperti itu. Lagi
pula, supaya kehidupan kami lebih baik. Tidak ada lagi, tanggungan," ucap William, intonasi
bicaranya semakin dia naikkan.
Lagi dan lagi, Nana menghembuskan nafasnya kasar, begitupun Antonio.
"Oke, maaf Kak. Kalau kita berdua, udah buat kalian marah. Kalau gitu, kita pulang dulu ya,
permisi. Semoga kalian cepat pulih." Nana dan Antonio, bangkit dari posisi duduknya,
kemudian melangkahkan kedua kaki mereka, keluar dari ruangan rumah sakit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo, Berakhir
Teen FictionMelody memandang ke arah luar jendela, sampai kapan penderitaannya berakhir? Kapan ia bisa bahagia? Melody capek, ia mendapat tekanan dari Papanya, kekasihnya, dan juga Michelle, teman lamanya. Tanpa disadari, air mata Melody sudah mengalir memba...