Manusia, hanya hidup sementara di dunia ini. Jadi, bersikaplah dengan baik. Sebelum ajal menjemputmu.
Melody menyusuri lorong rumah sakit dengan tergesa-gesa. Hatinya terasa perih, saat menanyakan kepada resepsionist, ternyata kedua orang tuanya berada di ruang ICU. Tubuh Melody rasanya lemas, tapi dia harus kuat. Kedua orang tuanya saat ini, membutuhkan dirinya.
Sesampainya di ruang ICU, Melody melihat dari pintu kaca. Kedua orang tuanya terbaring lemah, dengan bantuan alat-alat pernafasan yang dipasangkan oleh dokter. Di depan ruang ICU, ada Antonio dan Nana, Paman dan Bibi Melody. Mereka sedang menangis, tidak menyangka kejadian buruk akan menimpa sepasang suami istri itu. Tidak ada yang tahu, kejadian apa yang akan terjadi ke depannya. Baik itu kejadian buruk, maupun baik, tidak akan ada seorang pun yang tahu. Untuk berjaga-jaga, kita sebagai manusia harus senantiasa berdoa. Agar kita selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa."Bibi, Paman." Melody duduk di samping Nana.
Nana dan Antonio menatap Melody, dengan tatapan iba. Mereka berpikir, bagaimana jika nantinya Melody akan jadi anak yatim piatu Apa Melody sudah siap? Mereka berharap, agar William dan Lauren tidak secepatnya pergi. Karena masih harus ada satu rahasia, yang perlu Melody ketahui. Yaitu, siapa Mama kandung Melody.
"Ody, sini sayang." Nana membawa Melody ke dalam dekapannya.
Terdengar isakan kecil, keluar dari mulut Melody. Rasanya takut sekali, Melody takut kedua orang tuanya akan meninggalkannya.
"Bi, Ibu sama Ayah akan baik-baik aja 'kan?" tanya Melody, masih berada dalam dekapan Nana. Sementara Nana, berulang-ulang mengusap kepala dan punggung Melody. Dia sudah menganggap Melody, seperti anaknya sendiri.
"Kita berdoa saja, pasti Ibu sama Ayah kamu baik-baik saja," jawab Nana.
"Kamu yang sabar, ya Ody. Ibu sama Ayah kamu itu, orang yang kuat. Mereka pasti akan bertahan, mereka berdua sayang sama kamu," ucap Antonio, menguatkan Melody.
Dalam dekapan Nana, Melody tersenyum hambar. Kedua orang tuanya menyayanginya Antonio dan Nana tak tahu, bahwa hampir setiap hari Melody dimarah-marahi oleh kedua orang tuanya, tanpa alasan. Bahkan, Melody merasa kalau kedua orang tuanya, tidak menganggap dirinya ada.
"Ody, kamu sudah makan?" tanya Nana, seraya melepaskan pelukannya dari tubuh Melody, secara perlahan.
Melody menatap Nana sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya lemah. "Belum Bi, Ody tadi habis beresin rumah. Waktu Ody mau istirahat, Ody dapat kabar kalau Ibu sama Ayah kecelakaan dan masuk rumah sakit, dan jadinya Ody ke sini.""Sebaiknya, kamu makan dulu Ody," titah Antonio, lembut.
Melody menggelengkan kepalanya. "Nanti aja, Paman. Ody mau nungguin Ibu sama Ayah sadar."
"Jangan seperti ini, Ody. Tubuh kamu, perlu diisi. Nanti kamu sakit, Bibi gak mau kamu sakit," nasehat Nana. Dengan terpaksa, Melody mengiyakan perintah Antonio dan Nana. Melody hendak ke kantin, namun pergerakannya terhenti saat ia mengingat, besok ia harus ke puncak bersama sahabat- sahabatnya.
"Oh iya, Bi, Paman. Ody besok mau ke puncak, liburan sama temen-temen. Kalau kata Bibi sama Paman, gimana? Ody gak mau batalin rencana liburan ini, tapi Ody juga mau jagain Ayah sama Ibu," ucap Melody, terdengar seperti lirihan.
Senyuman hangat, terukir di wajah Nana. Dia tahu, Melody pasti sangat ingin berlibur bersama teman-temannya, dia paham itu. "Kamu pergi saja, Ody." Nana mengusap kepala Melody, penuh kasih sayang.
"Tapi, bagaimana dengan Ibu dah Ayah? Ody gak mau, dicap sebagai anak durhaka," tanya dan ucap Melody, kepada Nana juga Antonio. Jujur, sekarang Melody sedang berada di ambang kebingungan. Dia benar-benar takut, jika nantinya William dan Lauren akan memarahinya, hanya karena Melody tidak menjaga mereka, selama mereka dirawat di rumah sakit.
"Tenang, Ody. Biar Bibi dan Paman, yang menjaga Ibu dan Ayahmu. Kami paham Ody, pasti kamu sangat ingin berlibur bersama teman-teman kamu, iya 'kan?" ucap Antonio, kemudian bertanya kepada Melody.
Melody menganggukkan kepalanya. "Iya Paman, Ody mau banget."
"Nah, ya udah. Besok kamu pergi aja, kita bakal jagain Ibu sama Ayah kamu, sampai mereka sadar. Sekarang, mending kamu makan dulu ya, jaga kesehatan," ucap Nana, dengan lembut.
Yang dibalas anggukan kepala patuh, oleh Melody. Senang sekali rasanya, Melody memiliki Bibi dan Paman yang begitu baik kepadanya. Setidaknya, Nana dan Antonio bisa membelanya, jika William dan Lauren marah, ketika mereka tahu jika Melody berlibur bersama teman-temannya.
"Kalau gitu, Ody ke kantin dulu ya Bi, Paman." Melody berdiri, kemudian melangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit, yang jaraknya tidak begitu jauh dari ruang ICU.
Di sepanjang perjalanan menuju kantin, Melody sesekali melihat anak kecil yang berlarian ke sana ke mari. Ia jadi rindu masa kecilnya dahulu, di mana dia tidak pernah merasakan sakit hati. Dan dia menangis, hanya karena menginginkan permen, atau mainan saja.
Semakin dewasa, memang semakin banyak masalah yang kita hadapi. Kita harus memiliki
hati yang kuat, untuk bisa menghadapi semua masalah itu. Terutama tentang cinta, itu akan
menyakitkan.
"Kuat, aku kuat." Melody menguatkan dirinya sendiri.🥀🥀🥀🥀
Saat ini, Rivano tengah melaksanakan makan malam bersama Michelle, di sebuah cafe.
Mereka makan malam bersama, sembari menikmati langit malam. Tempat duduk mereka, berada di rooftop. Jadi, bisa melihat pemandangan malam hari.
Bintang dan bulan, begitu cerah malam ini. Menambah rasa bahagia Rivano, semakin berlipat ganda. Apa lagi, besok dia akan berlibur ke puncak bersama teman-temannya, jangan lupakan juga Michelle.
Di ajak ke puncak, tentunya Michelle menerima ajakan itu. Michelle sudah menyiapkan barang-barangnya. Dia sangat antusias sekali, di sana ia bisa bermesraan bersama Rivano, dan tentunya membuat Melody cemburu.
"Vano, besok kamu jemput aku ya?" Michelle menatap Rivano, dengan puppy eyesnya.
Gemas sekali, Rivano mengacak rambut Michelle. Dia senang sekaligus bahagia, bisa
memiliki kekasih seperti Michelle. Cantik, baik, perhatian, dan tentunya tidak kucel seperti gadis pilihan kedua orang tuanya.
"Siap, apa sih yang enggak buat kamu."
"Tapi, jangan sama Melody ya? Aku gak suka ada dia," pinta Michelle, lagi-lagi dengan
puppy eyesnya.
"Oke, nanti biar aku suruh Clay aja, jemput Melody ke rumahnya. Kamu, sama aku langsung ke puncak. Kita ketemu mereka di villa, punya Papa aku."
Yes, rencana Michelle untuk mencegah Rivano semakin dekat dengan Melody berhasil.
Rencana selanjutnya, dia sudah merancang dengan sebaik dan seaesthetic mungkin, canda aesthetic.
"Aku seneng deh, punya pacar kayak kamu. Baik, manjain aku, pokoknya segalanya deh.
Kamu janji harus janji sama aku, gak bakal menikah sama Melody, ya?"
Rivano terdiam sebentar, sebelum akhirnya dia menjawab. "Mana mungkin aku mau,
menikah sama cewek kucel kayak Melody. Gak level banget."
Wajah Rivano, kelihatan seperti benci sekali kepada Melody. Entah apa penyebabnya.
"Kamu, kok kayak gak suka banget sih, sama tuh cewek?"
"Wajar aku gak suka, dia cuma gadis pilihan kedua orang tua aku."Maafin Ano, Ma, Pa. Ano belum bisa mencintai Melody karena masih ada Michelle di hati
Ano, batin Rivano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo, Berakhir
Teen FictionMelody memandang ke arah luar jendela, sampai kapan penderitaannya berakhir? Kapan ia bisa bahagia? Melody capek, ia mendapat tekanan dari Papanya, kekasihnya, dan juga Michelle, teman lamanya. Tanpa disadari, air mata Melody sudah mengalir memba...