Tak pernah ada yang tahu bagaimana hati manusia bekerja. Karena semua praduga tak selalu tepat untuk mengungkapkannya.
Hitam dan Putih pun bisa terbalik jika berkaitan dengan hati seseorang. Tidak bisa diterka, tidak bisa dibaca, dan terkadang terlalu rumit untuk diurai.
.
.
.Hari ini sebagian besar murid di SMA 17, berbondong-bondong datang ke Universitas Bumi Dirgantara untuk mendukung teman-teman mereka dalam pertandingan yang diadakan oleh Universitas.
Hari ini cabang olahraga tenis, voli, dan taekwondo akan bertanding. Banyak sekolah lain yang juga datang untuk memberi dukungan pada perwakilan mereka masing-masing.
Ara sudah sangat antusias bersama Rere sejak pagi, karena mereka sangat ingin melihat Cindy bertanding. Bagi Ara khususnya, dia senang sekaligus kagum pada sahabatnya itu. Dia tidak pernah melihat pertandingan-pertandingan seperti ini sebelumnya, sehingga rasanya lebih excited.
Mereka datang menggunakan bus dan beberapa menggunakan mobil milik sekolah.
"Udah nggak sabar, mau liat Cindy!" ucap Ara kegirangan.
"Kamu segitu senengnya, Ra?"
"Iya dong! Aku nggak pernah liat beginian langsung, Re. Aku norak, ya?"
"Nggak, lucu aja. Padahal kebanyakan anak-anak tuh males kalo disuruh beginian."
"Tapi banyak yang ikut kok." Ara menegakkan duduknya lalu mengedarkan pandang ke seluruh tempat duduk dalam bus yang sekarang mereka naiki.
"Penuh kok, nggak ada yang kosong bangkunya."
"Iya sih, penuh. Ini pada excited karena mau ke Universitasnya, bukan liat pertandingannya." Jawab Rere sambil tertawa.
Ara ikut tertawa lalu kembali duduk bersandar. "Sayang banget kelas 9 nggak boleh ikutan, jadi nggak bisa liat sama Kak Bintang."
Rere tertawa kecil mendengar gerutuan Ara. "Duh, iya yang bucin ini, pengen berduaan melulu. Tapi, Ra, akhir-akhir ini aku jarang liat kamu sama Arel."
Ara menatap Rere kemudian menghela pelan, "Ya, itu aku juga bingung. Aku ngerasa Arel jadi menjauhi aku, dan aku nggak tahu apa alasannya. Kamu liat sendiri, dia nyaris nggak pernah masuk kelas. Kalaupun ada pasti udah ngilang sebelum aku nyamperin dia."
"Coba chat aja, mungkin Arel sibuk, 'kan olimpiadenya 3 hari lagi."
"Udah aku chat, tapi dia nggak balas. Aku takut ganggu dia juga, nanti aja abis olimpiade aku ngomong ke dia."
"Dia nggak ke rumah kamu kayak biasanya?"
Ara menggeleng, dia ingat 3 hari yang lalu, Tante Ninis datang ke rumahnya. Mengatakan bahwa dia mengajak Arel untuk ikut, namun Arel menolak dan memilih untuk pergi bersama teman-temannya yang lain.
Sebenarnya ini bukan masalah besar, tetapi Ara merasa kesal. Setelah hari-harinya dipenuhi oleh kehadiran Arel bahkan saat dulu dia tidak menerima bahwa Arel dan Rafael adalah orang yang sama, Arel terus menerus ada di sekitarnya. Tapi sekarang, saat dia sudah bisa membiasakan dan menerima, justru Arel menjauh dan menghilang. Jika begini, lalu kenapa Arel terlihat ingin hubungan mereka kembali seperti saat masih kecil?
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushing On You ✅ END
JugendliteraturAra si murid pindahan yang suka sama kakak kelasnya, Bintang. Ketua Osis yang gantengnya kayak idol Kpop tapi versi lokal. Tapi, di tengah perjuangannya meraih perhatian Bintang, ada Arel. Teman masa kecil Ara yang nyebelinnya minta ampun. Arel yang...