.
.
.Ara sudah sibuk bersiap untuk karya wisatanya hari ini. Papanya bahkan sudah diwanti-wanti sejak semalam untuk tidak bangun terlambat.
Arel tidak bisa menjemputnya. Ara tidak tahu kenapa, sahabatnya itu kemarin sudah pamit padanya ada urusan lain dulu.
"Udah siap semua?" tanya si Papa yang melihat Ara berdiri di ruang tamu dengan ransel di punggungnya.
"Udah, Pa. Aman pokoknya."
"Sayang, jangan lupa bekalnya. Nanti dibagi sama Rafael, Mama bikin porsi dobel untuk kalian," ucap sang Mama yang datang dengan paper bag di tangannya.
"Iya, Ma. Nanti aku bagi sama Rafael."
"Tumben nggak jemput? Rafael ikut, 'kan?"
"Ikut kok, Ma."
"Ya sudah, hati-hati ya."
"Siap, Ma. Aku berangkat ya." Ara mencium punggung tangan sang Mama sebelum berangkat diantar oleh Papa.
Ternyata teman-temannya yang lain pun terlihat antusias. Di halaman sekolah sudah berkumpul kelas XI-I sampai XI-III yang menunggu bus datang.
Ara turun dari mobil si Papa, berpamitan, lalu mencari keberadaan Rere dan Cindy.
"Ara! Sini!"
Kedua sahabatnya itu sedang duduk berteduh di bawah pohon Tabebuya yang saat ini sedang bermekaran, dengan bunga warna pink seperti Sakura.
"Loh, nggak sama Arel?" tanya Rere heran.
"Nggak. Katanya dia ada urusan jadi nggak bisa jemput."
"Owalah, tumben," jawab Cindy yang tersenyum canggung.
Apa karena omongan gue waktu itu?
Duh, jadi merasa bersalah gue - batin Cindy menyesal."Kalian udah ketemu Arel?" tanya Ara yang celingukan mencari.
"Belum lihat sih, belum datang kayaknya."
Sampai mereka dikumpulkan untuk masuk bus sesuai kelas masing-masing, Ara tidak kunjung melihat Arel.
Ara membuka ponselnya, mencari nama Arel, bermaksud mengiriminya pesan.
Namun, justru Ara dikejutkan oleh Arel yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Arel! Dari mana aja sih? Dicariin, juga!" omel Ara kesal namun lega melihat keberadaan sahabatnya itu.
Sementara Arel hanya diam, duduk begitu saja sampai bus mulai berangkat.
Ara merasakan ada yang berbeda dari Arel hari ini. Sahabatnya itu lebih diam sejak tadi, entah apa sebabnya. Hingga setelah 15 menit mereka saling diam, Arel tiba-tiba melingkarkan tangannya di lengan Ara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Ara.
"Arel—kamu, kenapa?"
"Ra, bisa nggak hari ini aja lo fokus ke gue? Hari ini aja lo habiskan waktu sama gue?" bisik Arel.
"Hah?"
Ara tentu saja bingung dengan ucapan Arel yang tiba-tiba tak seperti biasanya.
"Bisa nggak, kalau gue minta untuk seharian ini lo pura-pura jadi pacar gue."
Ara semakin bingung dan tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Ada apa dengan sahabatnya itu?
"Arel, kenapa?"
"Nggak ada apa-apa, Ra. Gue cuma mau mengenang masa kecil kita aja. Lo ... nggak lupa, 'kan?"
Karena nanti lo akan sibuk dengan kisah percintaan lo sendiri, Ra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushing On You ✅ END
Roman pour AdolescentsAra si murid pindahan yang suka sama kakak kelasnya, Bintang. Ketua Osis yang gantengnya kayak idol Kpop tapi versi lokal. Tapi, di tengah perjuangannya meraih perhatian Bintang, ada Arel. Teman masa kecil Ara yang nyebelinnya minta ampun. Arel yang...