Karena sesungguhnya hati akan menemukan rumahnya untuk pulang.
.
.
.Buku-buku yang seharusnya menjadi fokusnya sekarang ini, justru hanya ditumpuk dan terbuka di beberapa halaman tanpa terbaca.
Ini bukan dirinya.
Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia selalu tahu bahwa belajar adalah prioritasnya. Apapun yang terjadi selama ini, dia selalu bisa menjaga pikiran juga emosinya untuk fokus. Lalu kenapa sekarang?
Sudah dua hari berlalu sejak dia dan Ara bicara dengan tak nyaman tentang Arel. Tanpa ucapan yang jelas pun mereka sadar bahwa sekarang situasi mereka dalam masa perang dingin alias ngambek.
Kekanak-kanakan memang. Tetapi Bintang benar-benar tidak bisa menahan dirinya jika sudah berhubungan dengan Ara dan Arel. Dia sebenarnya sedikit menyesali sikap egoisnya, namun dia tidak bisa abai begitu saja.
Dia tidak mau membagi perhatian Ara dengan siapapun meski Arel adalah sahabatnya.
Karena jauh di dasar hatinya, sebagai sesama lelaki, Bintang sadar betul bahwa perhatian dan sikap Arel pada Ara lebih dari sahabat.
Mungkin awalnya biasa saja, namun dia menyadari semuanya makin jelas. Ara memang tak menyadarinya, dan Arel tidak menunjukkannya secara gamblang.
Caranya menatap Ara, bicara pada Ara, tersenyum pada Ara, bahkan sikap usil dan menyebalkannya, semua itu untuk mencari perhatian Ara.
Dia tidak bisa membiarkan hal itu. Dia tidak mau Arel mengambil Ara darinya.
Disambarnya ponsel di atas meja kemudian segera mencari kontak teratas yang kini menjadi favoritnya.
'Halo, Kqk?'
Bintang menghela napasnya pelan dan bersyukur dalam hati begitu mendengar suara Ara.
"Hai, Ra. Aku ganggu kamu, nggak?"
'Nggak kok, Kak. Aku baru selesai belajar. Kakak sedang apa?'
"Ini sedang belajar juga. Tapi aku kepikiran kamu terus."
Terdengar suara tawa halus dari ujung sana, suara yang dirindukan olehnya.
'Kak, ini kamu beneran gombal apa gimana? Tiba-tiba banget.'
"Kedengeran kayak gombal ya, emangnya. Padahal itu beneran."
'Iya, gombal banget. Nggak terdengar kayak Kakak.'
"Emang aku biasanya kayak gimana di mata kamu?"
'Hm... gimana ya, kamu tuh baik, sopan, anteng, ganteng, dan nggak ada cacatnya.' Celoteh Ara dari seberang.
"Pemarah dan sering ngambek, itu belum kamu tambahin."
Lagi-lagi terdengar suara tawa Ara mengalun lembur dari seberang sana.
"Mm, Ra?"
'Iya, Kak?'
"Aku mau minta maaf alsama kamu. Untuk kejadian terakhir kali. Aku udah keterlaluan banget sama kamu. Harusnya aku nggak boleh kayak gitu sama kamu. Aku minta maaf ya?" Pinta Bintang dengan penuh penyesalan."
'Kak, kamu nggak salah kok. Maaf juga kalau aku bersikap kurang nyaman buat kamu.'
"Nggak kok, kamu dan aku kayaknya butuh saling mengingatkan. Aku kayak gitu karena aku sayang banget sama kamu, Ra."
'Aku juga sayang kamu, Kak. Makasih udah sayang dan perhatian sama aku.'
Mendengar itu, sudut bibir Bintang terangkat hingga membentuk sebuah senyum lebar meski Ara tidak bisa melihatnya.
'Ya udah, Kakak lanjutin belajarnya. Semangat ya, jangan sampai begadang.'
"Iya, kamu juga. Sampai ketemu besok di sekolah."
***
Sejak kejadian di tokk buku, Ara berusaha menghindari Arel. Jelas dia merasa malu jika menatap Arel dan mengingat kejadian waktu itu.
Untung saja saat itu terjadi begitu cepat, juga jauh dari posisi Cindy dan Rere yang tidak menyadari atau melihatnya.
Masalahnya, setelah Ara berniat menghindar justru dia semakin sering bertemu atau berpapasan pandang dengan Arel. Padahal biasanya Arel sering bolos jam pelajaran, namun saat ini justru dia terus masuk.
Sial.
Ara selalu menggerutu dalam hati karena hal ini. Dia takut Rere atau Cindy menyadari gerak gerik anehnya.
Menyebalkan.
Satu hal lagi yang menyebalkan. Arel menyadarinya dan terus tersenyum menyebalkan saat menatap Ara.
"Kamu kenapa sih, nunduk mulu nggak kayak biasanya." Kali ini Rere cepat menyadarinya.
"Nggak kok, Re. Aku cuma mager aja," jawab Ara sekenanya.
"Lagi berantem sama Si Arel? Dia dari tadi ngeliatin kamu terus." Cindy yang dari tadi diam akhirnya bicara juga.
"Tapi mukanya Arel keliatan kayak seneng gitu. Masa iya berantem ?"
Sontak Ara melirik ke arah Arel dan mendapati Arel juga menatapnya.
"Tau ah, malas sama Arel." Ara berpura-pura ngambek.
Tanpa disangka saat Ara menyembunyikan wajah diantara dua lengannya di atas meja, Arel menghampirinya.
"Cinderella, lo sibuk nggak? Gue mau pinjem catatan dari Pak Rafka ya. Boleh nggak?" Ucap Arel yang setengahnya basa basi karena dia sudah mendapat catatan Pak Rafka.
Cindy yang tiba-tiba ditanya tentu saja bingung, "Iya boleh, bentar."
Saat Cindy kembali ke meja nya untuk mengambil catatan, Arel mendekati Ara yang masih menelungkup di atas meja.
"Lo kenapa deh? Nggak seru kalo diem begini. Atau lo mau hal yang sama?" Bisik Arel dengan senyum usilnya.
Ara sontak bangun dari posisinya, lalu refleks memukul lengan Arel dengan kesal.
"Diem! Ngeselin!"
Arel tertawa melihat tingkah Ara, lalu setelah menerima catatan dari Cindy, Arel kembali ke bangkunya.
"Ra."
Satu panggilan yang menarik seluruh perhatian Ara ke arah pintu.
Di sana ada kekasihnya, Bintang yang berdiri di ambang pintu.
"Kak!" Senyum Ara seketika merekah, lalu bangkit dari duduknya untuk menghampiri Bintang.
"Nanti, pulang bareng sama aku ya?"
"Kamu nggak ada bimbingan, Kak?"
"Nggak ada.'
Senyum Ara berubah menjadi lebih lebar dari sebelumnya. Melupakan sosok lain yang menatap mereka dengan penuh antisipasi.
.
.
.Bersambung.
.
Riexx1323.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushing On You ✅ END
أدب المراهقينAra si murid pindahan yang suka sama kakak kelasnya, Bintang. Ketua Osis yang gantengnya kayak idol Kpop tapi versi lokal. Tapi, di tengah perjuangannya meraih perhatian Bintang, ada Arel. Teman masa kecil Ara yang nyebelinnya minta ampun. Arel yang...