Pada akhirnya semua yang berlalu adalah bagian dari kisah yang menjadi bagian dari cwerita hidup kita. Semua yang baik atau buruk di masa lalu adalah yang menjadikan kita hari ini. Karena itu tak perlu disesali, jadikan pelajaran agar di masa yang akan datang kita lebih bijaksana mengambil keputusan. Lagipula, saat ini kita masih muda, 'kan?
.
.
.Tidak ada yang bisa menggambarkan suasana hati Ara saat ini. Rasa kecewa di hatinya begitu dalam, ada rasa bersalah yang diam-diam ikut menyelinap saat dia mengingat yang baru saja ia alami, ucapan Bintang, juga berqakhirnya hubungan mereka.
Ara sama sekali tidak menyangka kisahnya akan berakhir seperti ini. Meski perpisahannya dilalui dengan baik tanpa masalah, drama, dan emosi seperti pasangan lain, karena Bintang melakukannya dengan segala kebaikan yang dia usahakan untuk Ara.
Ara merasa dia telah menyakiti Bintang dengan cara yang tak dia sadari, cara yang membuat Bintang memutuskan untuk berhenti berharap padanya. Ara merasa dirinya jahat tanpa benar-benar melakukannya.
Lalu, ingatannya kembali saat Bintang mengatakan bahwa dia jauh membutuhkan Arel daripada Bintang. Kenapa? Apakah salah jika Ara memberikan perhatian yang sama pada sahabatnya?
'Kalau aku suruh kamu milih aku atau Arel, kamu pilih siapa?'
Ara tidak bisa memilih.
Benarkah dia lebih membutuhkan Arel disampingnya?
Ara mengusap air mata yang sedari tadi turun membasahi wajahnya. Untung saja sopir taksi di bangku depan tak bertanya apa-apa meski sesekali melirik penasaran melalui kaca spion. Tadi Bintang menawarkan diri untuk mengantarnya puulang, namun Ara menolak. Semakin lama waktu dia habiskan bersama Bintang, semakin besar pula rasa bersalah yang Bintang atau sekarang bisa dia sebut 'mantan kekasihnya' itu.
Dia tidak mau pulang sekarang dalam keadaan yang kacau. Tidak mau menjawab kekhawatiran Mama dan papanya jika melihatnya dalam keadaan seperti ini. Lalu, sekarang taksi yang dinaikinya telah berhenti di depan gerbang kayu yang tampak anggun karena lampu taman sudah dinyalakan. Membuat suasana sore yang harusnya romantis itu menjadi semakin menyedihkan bagi Ara.
Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Ara turun membawa langkahnya ke depan gerbang. Tangannya tak langsung menekan bel, ada sejenak keraguan yang berputar di kepala dan hatinya. Tangannya kanannya terulur, namun belum sempat menyentuh daun pintu, papan di hadapannya itu terbuka.
"Lho, Ara! Sayang, kamu kenapa?" Tante Ninis yang tiba-tiba membuka pintu tampak terkejut melihat Ara yang berdiri kacau di depan pintu rumahnya.
Ara mencoba untuk tersenyum meski masih ada sisa-sisa air mata di wajahnya, dia malu jika Tante Ninis tahu hal yang sebenarnya.
"Ara nggak apa-apa kok, Tante. Agak capek soalnya tadi ada pelajaran tambahan," jawab Ara sedikit berbohong. "Apa Rafael ada, Tante?" tanyanya.
"Ada, tadi baru makan anaknya. Kamu masuk aja, maaf ya, Tante harus pergi karena udah ada janji sama penjahit. Sekalian jemput Om di kantor. Kamu nggak apa-apa, 'kan?"
Ara mengangguk lalu mengantar Tante Ninis sampai pagar depan. Dia masuk ke dalam lalu menuju kamar Arel. Namun, dia melihat sahabatnya itu justru sedang duduk di pinggir kolam merendam kakinya.
Perasaan Ara membuncah dengan membingungkan, dia senang melihat Arel di sanan, dia merasa sedih dan kecewa karena masalahnya, dan yang terakhir dia merasa rindu pada sosok yang tadi pagi sudah dia temui.
"Arel..." panggilnya lirih seraya berjalan mendekat. Tentu saja panggilan itu membuat Arel menoleh dan terkejut melihat Ara yang tampak kacu menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushing On You ✅ END
Teen FictionAra si murid pindahan yang suka sama kakak kelasnya, Bintang. Ketua Osis yang gantengnya kayak idol Kpop tapi versi lokal. Tapi, di tengah perjuangannya meraih perhatian Bintang, ada Arel. Teman masa kecil Ara yang nyebelinnya minta ampun. Arel yang...