Follow✨
ig : itschocoray
tiktok : .chocoray_
wattpad : chocoray_
telegram : chocorayyJangan lupa Vote, Komen & Share.
.......
.....
...
.Deretan ombak berlarian dari tengah laut ke bibir pantai menciptakan suara deburan air yang terdengar merdu di telinga. Semilir angin kencang ikut menyapu bibir pantai hingga dapat mengibarkan rambut sang puan. Teriknya sinar matahari terasa menyengat sebab langit tampak biru bersih tanpa setitik awan.
Hari yang cerah dan panas, namun tidak menjadi penghalang bagi para pengunjung yang sengaja datang untuk rehat sejenak dari hiruk-pikuk perkotaan.
Bermain air, membangun istana pasir, menaiki perahu, snorkling, memancing, ataupun berswa foto mereka lakukan di sana.
Tidak seperti pengunjung yang lain, yang memilih bermain air atau pasir pantai, Shanka memilih menyendiri diatas batu karang.
Di sudut pantai yang berada di bagian ujung terdapat banyak bebatuan karang yang menjulang tinggi. Disana, Shanka duduk diatas batu karang yang menghadap langsung ke hamparan laut yang luas. Kakinya menggantung kebawah, dan langsung diserbu hantaman ombak berkali-kali. Namun Shanka menghiraukannya.
Matanya menyorot ke tengah lautan, terlihat banyak kapal yang kian mengecil karena semakin jauh jaraknya. Dalam tatapan matanya, terlihat keindahan dan misteri yang tersembunyi di balik samudra luas. Setiap kapal mewakili perjalanan, petualangan, dan cerita unik yang telah dilalui.
Jarak, seberapa jauh jarak yang ditempuh, menjadi sebuah refleksi tentang perjalanan hidup kita. Tentang seberapa kuat kita bertahan. Juga seberapa kuat kita menghadapi rintangan.
Namun itu semua kembali kepada diri sendiri. Untuk memilih melanjutkan perjalanan ke pelabuhan baru, atau kembali ke tempat awal mereka berlabuh.
Bak raga tanpa nyawa, seolah tubuh lelaki itu terogok disana tanpa jiwa. Tatapannya sekarang kosong, namun kepalanya terasa begitu berisik dan berat.
Cabang-cabang pikiran terasa memakak dalam otaknya. Seruan ribut saling beradu didalam sana. Namun, solusi belum juga terlitas di pikirannya.
Satu objek yang senantiasa berada di pikirannya, Vanka. Ya, hingga saat ini gadis itu belum juga ketemu. Setelah mendengar penjelasan dari Zarar tentang malam setelah perpisahan itu, ia tersadar, segala hal yang ia anggap janggal ternyata saling berkaitan.
Sekarang dia sadar dan percaya, ternyata anak yang berada di kandungan Vanka, benar-benar darah dagingnya.
Bodoh memang, setelah lebih dari seminggu menghilangkannya sosok Vanka, dia baru mempercayai fakta itu. Sosok ayah macam apa dirinya itu sampai-sampai darah dagingnya sendiri tidak di akui.
"Van... Kamu sebenarnya dimana?? Gimana kabar kamu?? Dan... Anak ki-ta?.." Kepalanya menunduk, setetes air matanya menetes begitu saja.
Kemarin, tepat Minggu ketiga sejak kepergian Vanka dari rumah menjadi hari terakhir pencarian. Seluruh kota sudah ditelurusi, namun jejak Vanka tidak terlihat sama sekali. Tidak hanya dalam kota, di Minggu kedua, pencarian di perluas hingga kota sekitar dan beberapa kota besar yang berada di provinsi Jogjakarta dan Jawa Tengah, seperti kesaksian yang di dapat dari orang-orang yang berada di terminal waktu itu.
Tapi, semua sia-sia. Tidak ada hasil ataupun petunjuk keberadaan Vanka sama sekali. Dan akhirnya, pencarian di hentikan. Semua bergantung pada diri Vanka sendiri.
Ada dua kemungkinan besar yang dapat terjadi. Satu, Vanka tetap berjuang untuk hidupnya dan juga janin dalam kandungannya, hingga suatu saat dia akan kembali. Atau, Vanka akan menyerah pada dirinya sendiri dan memilih pergi meninggalkan dunia. Itu kemungkinan terburuknya.
"I hope you are alright. Forgive me."
---
"Shanka..." Suara lirih nan halus menyapa indra pendengarannya, sehingga laki-laki itu tersadar dari lamunannya.
"Nda? Kenapa?"
"Gapapa, bunda cuma mau nemenin kamu." Sang bunda hanya tersenyum lalu berlalu menghampirinya yang duduk di teras halaman belakang.
"Nda..." panggil Shanka yang kini bersandar pada bahu sang bunda.
"Kenapa sayang? Are you okey?"
Shanka diam, dia tidak menjawab pertanyaan Bunda. Hening sejenak, Shanka menutup matanya menikmati belaian lembut di kepalanya. Hingga sebuah pertanyaan terucap dari bibirnya, "Bunda udah maafin Shanka?"
Sinta menghentikan pergerakan tangannya yang membelai surai sang putra. "Setiap orang pasti pernah membuat kesalahan, baik kesalahan besar ataupun kecil, dan merupakan sesuatu yang buruk bagi kita untuk terus menghakimi seseorang atas kesalahannya."
"Bunda udah maafin kamu. Bunda harap ini pertanyaan terakhir yang kamu tanyakan kepada bunda tentang masalah ini."
"Karena sebuah kesalahan jika memang sudah dimaafkan, alangkah baiknya tidak perlu diungkit kembali. Karena itu hanya akan membuat seseorang merasa semakin bersalah dan malah malu untuk berubah, apabila sudah dimaafkan maka tuntunlah dia ke jalan yang lebih baik agar tidak jatuh di lubang yang sama."
"Ayo janji sama bunda, kamu nggak akan membuat kesalahan yang sama lagi. Janji kamu akan menjadi sosok yang bertanggung jawab." Sinta menegakkan tubuh putranya, lalu menatap lekat manik milik Shanka.
"Shanka janji." Laki-laki itu langsung masuk kedalam dekapan sang bunda dan menautkan kedua tangannya di belakang tubuh Sinta dengan erat.
Sinta membalas pelukan itu, rasanya ia juga dapat merasakan semua beban yang di bawa putranya. "Jangan berlarut-larut dalam kesedihan dan rasa bersalah, nak. Ayo bangkit dan berjuang. Kesedihan tidak akan menyelesaikan semuanya, yang ada malah memperburuk keadaan."
♪
S
ee you
KAMU SEDANG MEMBACA
ZONLICHT
Teen FictionBunga matahari hidup bergantung pada sinar matahari. Jika sang sinar telah pergi, mungkinkah dia akan tetap bertahan? --- Shankara & Jovanka, sepasang sahabat yang harus bersatu dalam ikatan pernikahan karena sebuah accident yang sama sekali tidak p...