Mingyu menghela nafas setelah segunung piring kotor di letakkan di sampingnya. Dengan telaten ia menggosok noda dan membilas menggunakan air mengalir.
Cukup melelahkan. Dan ia mulai merasa pegal berdiri berjam-jam, mengerjakan pekerjaan berulang-ulang. Tapi apa boleh buat, ini demi bayaran yang cukup tinggi.
Dapur restoran saat itu sangat ramai. Para koki dan pramusaji mondar-mandir. Ada yang menggoreng, memotong-motong sayuran, merebus hingga memanggang.
Tidak ada satu orang pun yang hanya diam. Semua sibuk menyiapkan pesanan. Entah kenapa hari ini banyak sekali pelanggan. Mingyu harus kerja ekstra.
Dia juga harus hati-hati karena salah pegang sedikit pasti akan pecah. Membayangkannya saja sudah membuat ngeri. Hei tentu, ini restoran mahal, harga satu piring polos saja bisa setara dengan uang makannya seminggu.
"Pesanan meja no 7 siap!"
Suara bel menandakan pesanan selesai. Mingyu menyempatkan diri mengintip menu yang dioper.
Ayam kalkun panggang. Pemuda itu spontan meneguk ludah. Kira-kira selembut dan selezat apa ya rasanya?
Kembali memfokuskan diri untuk mencuci piring. Tapi tak bisa dipungkiri perut pemuda itu keroncongan sedari tadi. Ditambah aroma semerbak dari berbagai masakan makin membuat air liurnya menetes. Astaga, Lee Mingyu fokus! Kau harus bekerja jika ingin makan!
Pada akhirnya ia hanya bisa membayangkan makan ayam kalkun panggang dengan saus tomat diatasnya.
Suasana cukup riuh hingga hanya suara desisan daging yang dipanggang dan celotehan para juru masak yang memasuki gendang telinga.
Mingyu sempat melirik orang di sampingnya sedang memotong-motong daging ayam yang sudah matang. Sempat terbesit ingin mencuri secuil daging tapi diurungkan. Tidak, Mingyu sadarlah! Bagaimana jika disini ada CCTV? Lalu berakhir dikeluarkan karena sudah berani mencuri? Hah, kasihan sekali pemuda itu.
Memilih menelan ludah dan mengalihkan pandangan. Mingyu sudah kembali fokus dengan tugasnya sebelum ekor matanya mendapati sebilah pisau dengan posisi berbahaya.
Pemuda itu memutar tubuh dan sontak melepas sarung tangan. Kaki kanan dijadikan tumpuan sementara yang kiri sedikit menekuk untuk memudahkannya meraih gagang pisau yang nyaris menancap di kepala seseorang yang sedang menunduk mengambil sesuatu di rak bawah.
"Pisaunya hampir jatuh," ujarnya meletakkan kembali di tempat lebih rendah.
Ia tersenyum setelah mendapat ucapan terima kasih. Lalu menarik tungkainya untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
"Kenapa kau bantu? Harusnya dibiarkan saja."
Gumaman seseorang membuat Mingyu menoleh. Ia menyerngit, melihat orang itu sibuk menghias piring. Menoleh kanan-kiri berikutnya membuka suara.
"Maaf apa kau bicara denganku?"
Orang itu menoleh, dengan wajah polos, "Aku? Tidak. Aku tidak bicara dengan siapa-siapa," katanya kemudian memencet bel.
"Pesanan untuk meja no 23 siap!"
Pemuda disana masih diam mengamati orang yang baru saja bicara dengannya. Mengikuti gerak-geriknya yang sekarang sedang sibuk menggoreng sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
0563
FanfictionKisah dimulai 18 tahun kemudian setelah takdir mempertemukan lagi kakak beradik itu. Apakah dengan kehadiran Mingyu bisa membuat Wonwoo percaya lagi pada harapan? Atau mungkin sebaliknya? *0563 = Please Don't Leave Me. ⚠️Slow Update⚠️