Lari Pagi

465 15 1
                                        

Sarah melangkahkan kakinya dengan gontai, masih setengah mengantuk meski sudah mencuci muka. Rasanya ada gravitasin yang menarik kuat-kuat tubuhnya ke tempat tidur, tapi dia sudah janji menemani Alex lari pagi itu.

Jam 6 lewat 5 pagi, mereka sudah keluar dari vila dan menyambut sinar matahari yang sudah mulai naik. Sarah cukup kagum dengan dirinya sendiri karena bisa bangun dan olahraga sepagi itu, meski awalnya kelopak matanya sulit sekali terbuka.

"Maaf ya, jadi berangkat lebih siang gara-gara menunggu aku," kata Sarah sambil memacu langkahnya untuk jalan cepat mengikuti langkah kaki Alex yang besar-besar. Ia menyipitkan mata. Memandang ke arah Alex yang tinggi sama sama saja dengan menghadap ke arah matahari.

"Nggak apa-apa. Aku sudah berniat cuma akan menunggu sampai jam 6, kalau kau belum bangun bakal tetap lari. Ternyata kau bangun tepat waktu. Lumayan hebat," jawab Alex.

Meski sedikit menyesal kenapa semalam harus berjanji untuk menemani Alex lari pagi, di sepanjang jalan Sarah menyadari hal-hal yang sebelumnya jarang ia perhatikan.

Jalan-jalan Ubud yang sempit tapi beraspal rata, dinding-dinding batu berlumut, sampai pohon-pohon dengan akar yang menggantung ke jalan. Semuanya terasa menyejukkan.

Saat matahari mulai semakin naik, perjalanan berlanjut ke jalan setapak berbatu penuh rumput liar dan ilalang di kedua sisi. Sarah cukup terkejut ternyata ada lumayan banyak orang berlalu-lalang di sana. Ada juga dua-tiga anak-anak yang bermain memetik bunga liar bersama orangtuanya. Hangat sekali rasanya.

Alex bilang, rute itu memang sering digunakan orang jalan atau lari pagi.

Sarah agak menyesal karena seminggu lebih tinggal di Ubud, aktivitasnya tak jauh dari vila dan toko suvenir Mbok Ayu. Sekalinya mengeksplorasi, malah ke pantai yang jauh dari vila. Itu karena mengikuti Hans dan yang lainnya yang keranjingan mencari pantai.

Medan semakin menanjak dan ia menyadari di kanan-kiri jalan setapak sudah tak lagi ada bangunan-bangunan dengan dinding batu berlumut. Di sekitarnya semakin penuh rerumputan dan alang-alang. Tapi anginnya semakin sejuk. Dia tahu posisinya berdiri sudah semakin tinggi.

Perlahan jumlah orang yang berada di sekitar terus berkurang. Rumput-rumput tinggi perlahan berganti pemandangan bebukitan hijau yang memanjakan mata. Sinar matahari yang menerpa wajahnya juga terasa semakin hangat. Sarah akhirnya melihat dengan mata kepala sendiri, cantiknya pemandangan Bukit Campuhan yang beberapa kali dilihatnya di internet atau kartu pos.

Alex melambatkan langkahnya. Senyuman tersungging di bibirnya saat melihat ekspresi Sarah yang penuh kekaguman. Sesekali ia menghentikan langkah hingga Sarah berdiri di titik yang sama.

"Bagus kan? Hadiah buat kita kalau rela bangun sedikit lebih pagi," katanya, sambil sesekali ikut melihat ke pemandangan sekitar.

Sarah cemberut."Bagus banget pemandangannya tapi aku nggak bawa ponsel buat foto."

"Kita bisa ke sini lagi besok. Dan...besok besoknya lagi juga? Lalu kau bisa ambil foto."

Sarah melemparkan senyum dan mengangguk dengan antusias. Dia lalu berjalan lebih cepat karena penasaran dengan apa yang akan ditemui di depan.

Alex mengikuti langkah kecil-kecil itu dengan santai, sembari melipat tangannya di belakang badan. Merasa senyum yang dilihatnya tadi berbeda dari biasanya. Meskipun, tak perlu waktu lama baginya untuk menyadari, tidak ada yang berbeda dari senyuman Sarah, yang berbeda hanya apa yang dirasakannya.

Perempuan mungil yang lucu. Sejak awal kenal selalu membuatnya tertarik.

Langkah Sarah melambat. Mereka kemudian kembali berjalan beriringan, dengan langkah yang santai.

Roommates for 30 Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang