29

3.3K 142 0
                                    

    Keesokan paginya saat Eil terbangun dari tidurnya ia segera pulang ke rumahnya untuk mandi dan berganti seragam sekolah.

Setelah siap dengan Seragam sekolahnya Eil berlari turun ke bawah hendak mengambil sarapan. Saat sudah berada di bawah, ia melihat pintu terbuka dan terlihat ada Geran yang menunggunya di ruang tamu.

Eil yang biasanya langsung menghampiri Geran kini acuh tak acuh dan langsung memilih pergi ke dapur mengambil roti, mengolesinya dengan selai lalu memakannya dengan tenang.

Geran merasa bingung dengan Eil dan langsung menghampiri Eil ke dapur. Eil yang melihat keberadaan Geran langsung menyiritkan dahinya.

"Ga sarapan? Aku adanya roti" Ucap Eil dengan nada yang tak seperti biasanya.

Geran menggelengkan kepalanya. Ia tidak peduli dengan sarapan ia hanya fokus pada perubahan nada suara dan sifat Eil.

"Berangkat bareng seperti bisanya"

"Hmm" Eil membereskan semuanya lalu mereka berdua beranjak pergi ke luar rumah. Ia memakai helm nya sendiri lalu segera menaiki motor tersebut.

***

Sesampainya di sekolah Eil langsung melepas helm nya tanpa di bantu oleh Geran padahal biasanya tanpa kemauan Eil, Geran langsung melepaskan helm yang Eil pakai.

"Kak, kebetulan banget kita ketemu, aku mau bicara berdua aja boleh? " Ucap seseorang yang ternyata Gina.

"Tapi-"

"Ngomong tinggal ngomong ribet banget" Eil memutar bola matanya malas lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Sesampainya di kelas Eil langsung membuka buku novelnya dan membacanya. Anza dan Caca yang kebingungan dengan Eil yang datang sendiri langsung merapat.

"Geran mana, trus gimana kemarin malem?" Tanya Anza.

"Sama Gina, kemarin bajunya bagus kok tapi liat sendiri aku ga kenapa napa" Ucap Eil membuat Anza mengedipkan matanya polos berusaha mencerna apa yang di katakan Eil.

"Loh, astaga pasti lagi ada problem nih" Tebak Caca lalu di anggukkan oleh Anza.

"Kayanya gitu, apalagi ada sangkut pautnya sama Gina"

"Tuh nenek lampir kemarin gatel ke Alian sekarang gatel ke Geran, heran banget gue sama tuh bocah" Ucap Gina yang tiba tiba saja nimbrung.

"Tenang aja Eil habis ini kalau Geran dateng bakal gue interogasi" Ucap Anza sambil tersenyum lalu mengelus pelan puncak kepala Eil.

***

"Gue masih ngarepin Eil, gue masih suka sama dia"

"Udah lah bro, dia udah milik Geran, lo ga bisa lagi ngarepin dia"

"Gue bakal lakuin cara apapun demi dapetin Eil"

Di rooftop sekolah seseorang sedang menatap indahnya kota tersebut. Ia meratapi nasibnya yang tak bisa memiliki orang yang ia cintai.

Saat sedang asik asiknya memandang keindahan kota, tiba tiba ia merasa di sentuh oleh seseorang membuatnya kaget lalu menatap ke belakang melihat siapa yang menyentuhnya.

"Bang Anza? Ngapain di sini? Kok ga pake seragam?" Tanya nya menatap sosok di sebelahnya itu dengan bingung.

"Gue bukan Anza"

"Hah? Gausah bercanda deh bang, ga lucu"

"Anza dan gue berbeda, kalo lo ga percaya samperin Anza ke kelas nya. kita hanya mirip, dan gue denger denger lo lagi suka sama orang yang namanya Eil?"

"Oke oke gue percaya. Soal Eil Kenapa emangnya? Lo mau bantuin gue?"

"Bisa aja"

"Tapi lo juga harus bantu gue" Ia menyiritkan dahinya lalu akhirnya mengangguk.

"Bantuin apa?" Tiba tiba saja Ia tersenyum smrik membuat orang di sampingnya bergidik ngeri.

***

Sekarang jam istirahat. Avan langsung berlari menjemput para kakak kelasnya itu untuk makan bersama lagi di kantin karena sudah lama mereka tidak makan bersama.

"Bang, kak kantin yok" Ajak Avan.

Avan menyiritkan dahinya saat melihat Geran seperti sedang berjauhan dengan Eil padahal biasanya mereka selalu bersama.

"Loh? Itu kenapa bang Geran sama bang Eil kaya jauhan gitu?" Tanya Avan bingung.

Anza pun menceritakan segalanya karena ia juga sudah mendapatkan cerita dari Eil secara langsung. Avan mendengar itu hanya mengangguk anggukkan kepalanya paham.

"Tau gitu bang Eil buat gue aja" Ucapnya menguat Geran menatap Avan dengan tatapan tidak suka.

"Maksud lo?" Avan langsung menggaruk tengkuinya yang tidak gatal. Sepertinya ia salah bicara.

"Yaudah jadi atau enggak?" Tanya Avan.

"Gue sama Geran ada keperluan OSIS kalian duluan aja" Ucap Alian lalu di anggukkan oleh Anza.

"Yaudah yok" Anza, Caca, Eil, dan juga Avan berjalan menuju kantin bersama.

Saat di tengah perjalanan Caca merasakan panggilan Alam. "Guys gue ke kamar mandi dulu kebelet nih" Ucap Caca lalu berlari ke kamar mandi.

"Yaudah tungguin di kantin aja" Ucap Anza lalu di anggukkan keduanya.

Saat mereka bertiga asik berjalan tiba-tiba saja seseorang berdehem membuat mereka bertiga menatap ke arah sumber suara.

"Lah lo ngagetin aja" Ucap Anza saat melihat Arta berasa di sana.

"Mau ke kantin?" Tanya Arta lalu di anggukkan oleh Anza.

"Gue ikut."

Mereka berempat akhirnya berjalan bersama menuju kantin.

Jika tidak karena melihat gerak gerik Avan yang mencurigakan, Arta mungkin tidak perlu ikut pergi ke kantin. Tapi jujur Arta juga tidak mengerti dengan apa yang akan Avan lakukan.

***

Jam pulang sekolah Avan lagi lagi menjemput kakak kelasnya itu ke kelas. Di kelas hanya ada Eil dan Anza yang menunggu Alian dan Geran menyelesaikan urusan mereka. Hanya lima belas menit jadi mereka mengurungkan niatnya untuk pulang sendiri sendiri apalagi Eil yang tidak pernah pulang sendiri.

"Loh kok belum pulang bang?" Tanya Avan.

"Nungguin Alian sama Geran" Ucap Anza sambil memainkan game di ponsel nya sedangkan Eil fokus dengan novelnya.

Avan hanya ber 'oh' ria. Hening beberapa saat hingga akhirnya.

"L-loh? Kok di iket tangan gue" Saat Anza hendak mendongak menatap siapa yang mengikat tangannya dan mengambil ponselnya, tiba tiba saja ia di bius membuat ia kehilangan kesadaran nya.

"Beres, kalian masuk, bawa mereka berdua."

"Baik tuan."

---

AlianzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang