37

2.1K 139 3
                                    

    Beberapa minggu kemudian semua sudah membaik seperti dulu lagi. Akza sudah resmi menjadi murid di sekolah yang sama dengan Anza. Awalnya mereka memang kebingungan membandingkan antara Anza dan Akza tapi akhirnya mereka bisa perlahan memahami setiap inci wajah keduanya dan mencari perbedaan pada kedua muka si kembar itu.

Dan disinilah mereka. Di suatu pantai yang paling indah dari seluruh pantai di wilayah tersebut. Para pihak bawah kini sedang bermain air di pantai kecuali Eil. Sedangkan para pihak atas hanya memperhatikan mereka dari jauh.

"Kamu ga mau ikut mereka?" Tanya Geran menunjuk dengan dagu ke arah mereka yang sedang bermain air.

Pasalnya Eil sibuk dengan lukisannya. Katanya ia ingin melukis pemandangan alam secara langsung jadilah ia fokus pada lukisannya daripada ikut bersama teman temannya untuk bermain air.

"Aku mau lanjutin lukisan."

"Nanti jangan nyesel kalau ga iku main sama temen teman kamu, secara kita di sini cuma dua hari." Eil menghela nafas lalu menaruh kuas dan palet yang ia bawa.

"Terserah aku mau gimana, lagian kamu ga support banget sih sama hobi aku." Eil mengkerut kan bibirnya hendak menangis membuat Geran panik sendiri.

"Ga gitu maksud nya aku cuma ga mau kamu nyesel nantinya." Geran menangkup kedua pipi Eil.

Eil tiba tiba saja tersenyum lalu melepaskan tangan Geran yang menangkup pipinya, ia mengambil kembali palet dan kuasnya. Geran yang melihat itu sedikit merasa aneh tak tak lama kemudian Eil menaruh kembali palet dan kuasnya lalu menunjukkan hasil lukisannya yang sudah selesai.

"Selesai, kamu jagain lukisan aku jangan sampe rusak. Aku mau ikut temen temen main air!" Eil langsung berlari dengan sedikit melompat lompat.

Geran yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya, ia melihat lagi lukisan milik Eil yang terlihat sangat indah. Hanya sebuah pantai dengan sunset tapi sangat indah dan mirip dengan pantai tersebut.

Baru kali ini Geran melihat lukisan Eil yang sesuai dengan wajahnya yang manis dan terlihat tenang, karena kebanyakan lukisan Eil adalah lukisan malam hari atau saat itu ia juga melihat lukisan seorang kupu kupu yang memiliki darah di sayap kirinya.

"Tante Liena dan om Billy baikan Eil jadi ga sedih lagi, dia bisanya mengutarakan perasaan nya lewat lukisan." Ucap Geran sedangkan Alian yang berada di sebelahnya tersenyum tipis.

"Tapi lo juga berhasil ngebuat Eil bahagia di tengah buruknya kondisi keluarga nya." Ucap Alian. Perlahan Geran meletakkan kepalanya di pundak milik Alian.

"Ya, gue harap dia selalu bahagia." Alian hanya memganggukkan ucapan Geran lalu kembali menatap depan. Saat menatap depan ia tiba tiba merasa silau begitupun Geran.

Di depannya terdapat Anza dan Caca yang niatnya memotret nya tapi flash ponselnya lupa di matikan.

"Hehe." Caca dan Anza menyengir tanpa bersalah. Mereka langsung menyembunyikan ponsel itu di belakang tubuh mereka.

"Hapus." Ucap Alian dengan nada dingin.

"Ga mau! Ini keinginan anak kamu!" Ucap Anza.

Alian hanya bisa pasrah, Geran pun masih setia menyandarkan kepalanya di pundaknya.

"Oke sip, Eil ayo kita lanjut buat istana!" Anza berlari ke arah Eil yang setia berada di tepi pantai sambil membuat istana dari pasir. Saat berlari tanpa sengaja Anza tersandung batu karang hingga akhirnya ia terjatuh dengan posisi tengkurap.

"Akkhh!!!" Anza langsung membenarkan posisinya menjadi duduk sambil memegang perutnya yang terasa sakit.

Alian yang melihat itu langsung saja berlari ke arah Anza untuk mengecek kondisinya, mereka yang tadinya bersantai pun ikut menghampiri Anza yang setia dengan memegang perutnya.

"Kamu gapapa? Kalau sakit banget kita ke rumah sakit sekarang." Ucap Alian dengan nada khawatir.

"Bayi lo gapapa?" Tanya Caca yang ikut khawatir.

"Lo bukannya tanya keadaan Anza malah tanya bayinya." Ucap Geran menyenggol lengan Caca.

"Ya maksud nya keduanya."

"Aman guys sakit dikit tapi ga yang banget, gue yakin bayi gue gapapa tenang aja." Ucap Anza sambil tersenyum karena perlahan rasa sakit nya mulai hilang.

"Serius, aku ga mau kamu sama bayi kita kenapa napa." Lirih Alian.

"Gapapa gausah khawatir." Anza menangkup wajah Alian yang terlihat khawatir.

"Mau di kasihani tapi ternyata lebih kasihan diri sendiri yang jomblo ngenes ini." Sinis Caca.

"Yaudah kalian bubar takut di kira ada apa apa sama pengunjung lain." Ucap Reva karena posisi mereka sedang bergerombol.

"Lain kali hati hati, ga boleh lari lari apa lagi loncat loncat, kalo jalan pelan pelan jangan bahayain bayi yang ada di perut kamu." Ucap Alian sambil mengusap perut Anza yang sudah sedikit menonjol itu.

"Baiklah daddy." Ucap Anza seolah yang menjawab adalah bayi dalam perutnya.

Alian tersenyum gemas lalu mencubit kedua pipi Anza tak lupa mengecup pipi kanan dan kiri milik Anza.

"Jangan kaya gitu lagi." Ucap Alian merasa geli di panggil dengan sebutan daddy meskipun sebentar lagi ia memiliki seorang anak.

"Eum? Memang nya kenapa daddy?" Ucap Anza dengan suara yang di buat-buat dan ekspresi se lucu mungkin.

"Sudah sudah, kamu mau ngelanjutin main atau istirahat?" Tanya Alian mencoba mengalihkan topik.

"Main!" Ucap Anza lalu segera berdiri dan berjalan menuju Eil yang tak jauh darinya.

Alian hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat Anza yang menggodanya itu. Ia lalu kembali ke tempat dimana ia dan para laki laki itu duduk sambil terus mengawasi gerak gerik Anza.

---

AlianzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang