***
"HAHAHAHAHA.... ASTAGHFIRULLAH. KOK, YA BISA GITU LOHH..." Suara tawa bunda yang cukup kencang, membuat ku heran apa yang sedang bunda tertawakan.
Aku berjalan menghampiri bunda dengan ayah sedang berada di ruang keluarga bersama kakakku.
"Ihhh... bunda ngetawain apa? Kok gak ajak-ajak adek sihh.." Tanya ku pada bunda yang sampai saat itu masih tertawa.
"Hahahaha... Ini loh ayah mu. Masa dia sama motor nya sendiri bisa lupa."
"Bukan lupa bun. Yaa... gimana ayah gak salah motor coba, orang motornya aja sama kayak ayah." Ujar ayah mencoba menjelaskannya sambil menahan tawa.
"Berarti, ayah salah ngambil motor tadi pas pulang kerja?" Tanya kakakku.
"Iyaaaa. Dan parah nya lagi, apa? Kebetulan ayah pas mau naikin motor yang mirip sama motor ayah, yang punya itu lagi jalan dari loby ke parkiran. Nah, dia ngeliat tuh. Tiba-tiba dia teriak, MALIIIING MALIIIING."
"Ayah kaget dong, dimana malingnya kan ya. Pas ayah liat orangnya, dia lari ke arah ayah. Terus dia bilang: Kamu mau maling motor saya ya?"
"Loh? Ayah kaget. Ayah liat plat nomor motornya. TERNYATA IYA BUKAN MOTOR AYAH." Lanjut ayah.
"HAHAHAHAHA...." Tertawanya kakakku dan bunda. Aku hanya menggelengkan kepala mendengar semua yang di ceritakan oleh ayah tadi. Bisa-bisanya sampe salah motor.
"Ahh.. paling ayah nya aja yang usil, biar ada kerjaan lain kan?" Tanyaku memancing ayahku.
"Enak aja, kayak ayah ga ada kerjaan aja." Jawabnya.
Kami semua tertawa dan saling berbagi cerita. Entah mengapa di tengah hangat nya suasana di ruang keluarga itu, aku memikirkan "dia". Apa aku salah jika memang aku menyukai nya secara nyata disini? Apa dia tidak memiliki perasaan yang sama padaku? Jika iya, lantas mengapa dia memperlakukan ku seolah-olah aku ini yang paling dia butuhkan?
Aku benar-benar tidak merasa nyaman atas segala hal yang berkecamuk di dalam pikiranku. Aku memutuskan untuk kembali ke kamar, dan berniat untuk melanjutkan membaca buku yang sebelumnya aku baca.
"Adek tinggal ke kamar ya, mau nugas." Ucapku sambil berjalan perlahan meninggalkan bunda, ayah, dan kakakku yang masih di ruang keluarga tanpa menunggu jawaban dari mereka.
"Aduhhhh.... kenapa jadi terus terus an kepikiran gini sih."
Entah mengapa setibanya aku di kamar, aku merasa kesal saat menatap Handphone ku. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan kala itu. Diriku yang benar-benar sedang bergulat dengan isi kepala, perihal "dia" yang aku pun tidak tau, bagaimana dirinya disana tentangku.
"Dari pada mikirin tu orang, mending tidur aja deh. Lagian besok juga harus berangkat pagi." Aku pun memutuskan untuk tidur.
***
*TOKTOKTOK
*Suara ketukan pintu kamar"Salmaannn."
"Iya maaa?"
"Nih, mama udah setrikain kemeja kamu buat besok kerja. Mama gantungin di lemarimu ya" Cakap bunda sembari memasuki kamar ku dan membawa kemeja biru muda yang akan ku kenakan esok pagi untuk kerja.
"Maaf ya ma selalu ngerepotin."
"Mama gak bisa bantu apa-apa sama kamu sayang. Mama cuman bisa dukung semua hal yang kamu lakuin. Semoga, besok kamu bisa raih segala hal yang kamu cita-citain sebelum ini ya sayang." Katanya.
Aku hanya tersenyum melihat jawaban mama seperti itu. Iya menutup pintu kamarku dan meninggalkan ku. Sejujur nya saat itu aku benar-benar tidak fokus mengerjakan tugas kuliahku. Aku terpikirkan iren yang benar-benar aneh di hari ini.
Aku membuka Handphone ku kembali, dan mengecek apakah dia membalas pesanku atau tidak. Dan sampai saat itu, dia belum membalas pesanku.
"Dia kenapa ya?"
Aku merebahkan diri di kasurku. Menatap langit-langit kamar, dan memikir kan hal-hal lain. Aku memutuskan untuk tidur kala itu. Namun...*DrrtttDrrttt
*Suara notifikasi"Akhirny-"
"Ahhh aku pikir iren."
Aku terkejut, karena getaran Handphone ku. Aku sangat senang, karena setelah sekian lama iren tidak membalas pesanku, aku pikir yang menelepon ku kala itu adalah iren namun ternyata hanya teman kantorku.
"Halo Assalamu'alaikum yo?"
"Halo sallll, Wa'alaikumsalam. Eh besok siang, kita makan siang di luar ya, tenang nanti aku yang bayarin. Soalnya besok ada berita penting. Ini Hot News coyyyy."
Dia Rio salah satu teman kantorku. Lucunya, dia ini laki-laki yang sering bercerita tentang apapun padaku selayaknya ibu-ibu yang sedang belanja sayuran di komplek rumah, dan mengobrol dengan tetangganya. Dia satu tahun lebih tua dari ku, dan dia sudah bertunangan dengan kekasihnya.
"Iyaaaaaa. Tiap hari juga gitu. Dah ah, saya mau tidur. Assalamu'alaikum."
Tanpa menunggu jawaban dari rio, akupun menutup telpon darinya, dan menaruh Handphone ku di kasur dengan cukup kencang karena rasa kesal.
"Ireennnnn, kamu kemanaaa..?"
***Bersambung**
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Doa-doa Malam [End]
RomanceDalam remang cahaya keimanan, gadis ini membangun cerita cinta yang terpintal antara ujian dan keikhlasan. Terlahir dari keluarga yang mendalaminya dengan nilai-nilai agama, dia tahu bahwa cinta sebelum menikah adalah ujian yang tidak mudah. Namun...