***
Sebelum kami makan siang, aku dengan Rio pergi ke masjid yang ada di kantorku terlebih dahulu, untuk sholat Dzuhur. Setelah selesai sholat, saat sedang mengenakan sepatu, aku benar-benar berpikir "kira-kira apa ya yang mau di bicarakan oleh Rio? Apa mungkin ini ada kaitannya tentang kabar seseorang?"
Kemudian, kamu berdua berjalan menuju warung makan yang letak nya agak lumayan jauh dengan kantor ku. Namun, berhubung jalanan sedang macet, kami memutuskan untuk berjalan kaki saja ketimbang menggunakan kendaraan, karena akan jauh lebih efisien berjalan kaki dari pada menggunakan kendaraan. Sepanjang jalan, kami mengobrol seperti biasa. Tapi herannya, Rio sama sekali tidak sedikitpun menyenggol tentang pembahasan yang membuatku penasaran itu.
Setibanya kami di warung pojok, kami memesan makan, dan kemudian memilih tempat duduk yang paling belakang, karena Rio yang memilih. Mungkin karena dia ingin perbincangan kita lebih nyaman dan tidak di dengar oleh orang lain.
"Oke, sekarang gue mau cerita serius sama elu." Ujar Rio.
Dia pun mulai bercerita panjang lebar. Dia bercerita secara detail, mulai dari kapan, dimana, pukul berapa, dia menyebutkan semua yang dia ketahui tentang hal itu. Aku yang mendengarkannya benar-benar terkejut. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, itu hal yang tidak ingin aku dengar. Aku tidak bisa berkata apapun tentang semua hal yang diceritakan oleh Rio. Mendengar kabar tersebut, seperti sebuah mimpi yang dimana aku berharap, aku tidak ingin mimpi tersebut me jadi sebuah kenyataan.
"Yaa.. intinya gtu sih. Elu gapapa kan?" Dia bertanya padaku.
Aku hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan Rio setelah ia menceritakan semua yang terjadi. Rio menatapku dengan penuh rasa, karna dia tau apa yang sedang aku rasakan kala itu.
Setelah selesai makan, kami pun kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaan kami hingga jam pulang tiba. Saat aku sedang merapikan diri untuk pulang, aku mendapatkan chat dari iren. Dia mengubungi ku.
Sejujurnya aku senang iren menghubungi ku. Namun, saat itu hatiku sedang tidak karuan. Jadi aku tidak bereaksi apapun atas pesan dari iren tersebut.
Aku bersiap, dan berjalan menuju pintu untuk pulang kerumah.
***
Setelah sholat Isya, aku memutuskan untuk mengerjakan tugas kuliahku. Karena berhubung besok aku ada rencana untuk menjemput sahabat SMA ku di stasiun, jadi sebisa mungkin tugas itu ingin aku kerjakan hingga tuntas. Agar saat esok hari, aku bisa bebas menemani sahabatku tanpa memikirkan tugas kuliah.
Namun, entah mengapa aku tidak bisa fokus untuk mengerjakan tugas kuliahku. Aku terpikirkan Salman dan seperti ada perasaan bersalah karena kemarin aku tidak menghubungi nya. Padahal, aku punya hak untuk tidak menghubunginya, tapi aku pun tidak mengerti terhadap apa yang aku rasakan kala itu.
"Aduhhh.... kok gak fokus gini sih."
Aku memeriksa handphone ku dan memastikan apakah ada balasan pesan darinya.
"Apa aku telpon dia aja ya. Tapi ganggu gak ya?" Pikirku bimbang.
"Ahhh telpon aja deh."
***
*DrrtttDrrttt
*Handphone bergetar"Ohh Iren. Aku angkat gak ya? Angkat aja deh." Mulanya aku ragu ingin mengangkat telpon atau tidak. Karena sejujurnya, saat itu aku sedang tidak ingin banyak bicara, karena masih terpikirkan pembahasan dengan Rio saat siang tadi.
"Halo Iren?"
"Haiii.. emmm gimana harimu hari ini?" Tanya nya.
"Baik, yaa... seperti biasa aja sih."
"Oh iya, kamu gak berangkat kuliah?"
"Hari ini kan hari Rabu, aku kan libur irrrr.." Jawabku mencoba mengingatkannya.
"Oh iya hehe aku lupa."
"Besok berarti kamu libur kerja kan ya, besok kan tanggal merah." Lanjutnya.
"Iya. Gimana harimu? Enak gak pertama kuliah semester 3 kali ini?"
"Yaa... aku belum bisa jawab seru atau enggak sih, karena aku kan masih adaptasi sama kelas baru kan ya. Jadi, yaaa.. kita liat aja nanti kedepannya." Jelasnya.
"Oh iya, gimana kamu? Ada kabar apa hari ini? Barangkali ada yang mau kamu ceritain." Tanya nya.
"Emmm...." Aku sempat diam sejenak, karena bingung aku harus menjawab apa. Aku sempat berpikir, apa lebih baik aku ceritakan padanya saja ya tentang pobrolanku dengan Rio? Namun, disisi lain aku pun tidak yakin dengan tanggapannya nanti.
"Kok diem? Ada yang mau diceritain ya?" Lanjut Iren.
"Ada sih, tapi aku gak yakin ceritain ini ke kamu."
"Gakpapa ceritain aja, aku juga ada cerita lucu pas tadi." Ucapnya berusaha membujukku untuk bercerita.
"Ini, sebenernya kabar buruk sih. Jadi, aku gak yakin ceritain ini ke kamu." Jawabku.
"Gapapa. Coba kamu cerita dulu, nanti aku sambung sama ceritaku. Siapa tau habis itu bisa mengembalikan mood mu itu."
Setelah ia membujukku, aku pun memutuskan untuk menceritakan padanya. Aku menceritakan semuanya seperti yang Rio ceritakan padaku. Dia diam dan mendengarkan hingga aku selesai bercerita. Tapi, setelah aku selesai bercerita, feeling ku tidak enak. Aku takut ceritaku tadi membuatnya kecewa atau semacamnya.
"Halo Ir? Kamu masih disitu kan?" Tanya ku memastikan dia masih mendengarkan.
Dia tidak langsung menjawab, dan dari situ aku benar-benar merasa hal yang tidak enak.
"Apa?" Tanya nya dengan nada kecewa dan terkejut.
*** Bersambung***
-
-
-
Kira-kira apa ya yang mereka bahas? Kenapa Iren meresponnya dengan rasa kecewa ya?
Tunggu Chapter selanjutnya yaaa💗***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Doa-doa Malam [End]
RomanceDalam remang cahaya keimanan, gadis ini membangun cerita cinta yang terpintal antara ujian dan keikhlasan. Terlahir dari keluarga yang mendalaminya dengan nilai-nilai agama, dia tahu bahwa cinta sebelum menikah adalah ujian yang tidak mudah. Namun...