***
.
.
.
Sebelum lanjut membaca, jangan lupa untuk vote dan juga sampaikan kritik dan juga saran di kolom komentar yaaa..😍
.
.
🌷🌸💮 HAPPY READING 💮🌸🌷***
Akhirnya setelah ±45 menit perjalanan akhirnya aku tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Dugaanku benar, aku terkena macet saat di jalan tadi. Itu karena suasana masih pagi dan banyak orang yang hendak pergi untuk berangkat kerja ataupun sekolah. Ya... sebetulnya mau pagi, siang, sore, malam pun tidak ada bedanya sih, Jakarta akan selalu macet, hehe.
Aku memarkirkan motorku dan berjalan memasuki area Bandara. Setelah masuk aku berniat menghubungi Rio sambil duduk di kursi tunggu.
Aku meraih handphone yang ada di saku celanaku untuk menelepon Rio. Namun, saat aku akan menekan nomor telepon milik Rio, tiba-tiba ada seseorang yang berteriak padaku dari arah sebelah kiri.
"WOY... SALMAN..."
Teriakannya itu sontak, membuat semua pengunjung yang sedang menunggu keberangkatan di area tersebutpun menoleh pada sumber suara.
Aku yang melihat reaksi semua orang yang ada di area itupun, hanya menyeringai kecil karena malu akan tingkah Rio sahabatku itu. Akupun berjalan menghampiri Rio.
"Hohoho apa kabar lu? Gila... tinggal di Jakarta makin cakep aja lu. Oh iya gimana rencana besok." Rio melontarkan banyak pertanyaan sembari memelukku dan menepuk pundakku.
Aku yang mendengar ucapan Rio tersebut hanya mengangkat halis dan menghembuskan nafas.
"Jadi. Makanya habis ini kita langsung pesen tiket kereta buat besok, terus kita juga berangkat pagi. Soalnya dari Jakarta ke Cirebon lumayan lama," Jawabku pada Rio.
"Oke deh... beres."
Kamipun berjalan menuju arah pintu keluar dan memutuskan untuk langsung pergi ke rumahku untuk Rio beristirahat.
***
Sesampainya kami di rumah, Rio pun merebahkan diri di atas sofa yang berukuran cukup panjang. Sementara aku, aku membuka laptop dan memeriksa website untuk memesan tiket kereta api untuk keberangkatan besok.
"Huft... Kamu yakin sal, kalo dia disana emang bener-bener masih single?" Tanya nya padaku sembari rebahan dengan menindih kedua tangannya di kepala.
"Sejujurnya sih aku juga gak tau Yo. Karena kan udah lima tahun aku gak tau kabar dia. Cuman ya... minimal aku ketemu dia juga udah seneng kok," Jawabku padanya sembari terus memandangi layar laptop.
Rio yang semula menatapku, kini ia memalingkan wajahnya dan menatap langit-langit rumah.
"Elu tuh aneh sal. Dulu pas dia sayang banget sama elu, elunya kagak. Giliran sekarang udah ilang baru di cari."
Aku yang mendengar ucapan Rio barusan pun terdiam sejenak. Aku juga berpikir hal yang sama dengannya, mengapa dia datang padaku di waktu yang tidak tepat? Disaat aku masih terpenjara oleh masa lalu.
"Bukan gitu Yo. Sebetulnya Iren itu orang yang tepat, tapi dia datang di waktu yang salah." Aku menjawabnya sembari menoleh ke arahnya.
Setelah Rio mendengar jawabanku tersebut, tiba-tiba ia tertawa cukup keras.
"Hah? Gua gak salah denger kan? Hahaha Salman Salman." Ia pun menggelengkan kepalanya.
"Lah, ya bener kan? Kalo dia datengnya sekarang aku juga langsung sat-set lah," Jawabku menentang ucapan Rio.
Rio pun bangkit dari posisi tidurnya, dan duduk di ujung sofa. Ia menatapku dengan serius dan menjawab ucapanku tersebut.
"Heh, denger ya. Gak ada yang namanya orang yang tepat di waktu yang salah. Kalopun ada, kemungkinannya cuman dua. Kalo bukan elunya yang gak mau sama dia, ya palingan Iren itu bukan orang yang elu mau."
"Disini, orang yang elu mau itu kan mantan lu yang terakhir itu kan? Nah Iren datang ke kehidupan elu kemarin, posisinya elu masih gamon sama mantan elu. Jadinya se perfect apapun dia, kan elu gak mau dia, tapi maunya mantan elu." Lanjut Rio menjelaskan padaku.
Aku yang mendengar penjelasan yang di ucapkan oleh Rio barusan pun, tak sanggup berkata apapun lagi. Semua yang Rio katakan itu ada benarnya.
Aku akui, Iren adalah tipe perempuan yang aku inginkan. Dia pintar, baik, pengertian, dan juga sangat menyayangi keluarganya. Namun pada saat aku dengannya dekat pada saat itu, aku masih benar-benar belum bisa mengikhlaskan mantanku yang kemarin.
Aku hanya terdiam dan tak menjawab sepatah kata apapun pada Rio.
"Malah ngelamun lagi. Udah ada belum tiket nya?" Tanyanya padaku dan memecahkan lamunanku.
Rio pun bangun dari sofa dan mengambil laptop yang ada di depanku.
"Sini ah, lama. Habis di roasting malah diem. Ngerasa kan lu? Dibilang juga apa."
Aku hanya terdiam, tak menanggapi omongan Rio.
"Lah, ini udah dapet? Kenapa gak bilang?" Ucap Rio sembari memukulku dengan pelan.
Aku hanya tertawa kecil melihat reaksinya yang lucu setelah aku jahili.
"Ya lagian elu gak sabaran banget sih," Jawabku pada Rio
Aku bangun dari sofa dan berjalan menuju dapur, untuk membuatkan minuman untuk Rio.
"Lu mau minum apa? Jangan minta makan, kalo mau makan pesen online aja," Tanyaku padanya sembari terus berjalan menuju dapur.
"Gila lu, males bener ga mau masak sendiri."
"Bukan males, tapi mending beli. Kecuali sarapan, sarapan mah gua juga bikin, elah..."
Rio yang masih duduk di sofa ruang tamu hanya menggelengkan kepalanya, setelah ia mendengar alasanku tadi.
Namun, tak lama Rio pun tiba-tiba menanyakan suatu hal padaku.
"Eh, elu kan mau nemuin dia kan? Lu gada niatan sekalian buat beli cincin atau apa gitu buat sekalian lamar dia?"
Aku yang sedang membuka toples berisikan bubuk kopi di dapurpun, sontak terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkannya padaku itu. Aku menoleh ke arah Rio yang masih ada di sofa itu.
Aku menghela nafas dan menjawab pertanyaan Rio.
"gua gak tau ukurannya Yo. Lagian kan, ini baru pertama kali nyari alamat Yo, kalo ternyata dia udah punya suami gimana? Hayo?"
"Ck, malah jadi bimbang. Ya udah ayo keluar dulu beli cincin buat dia. Masa mau lamar anak orang gak beli cincin, gimana sih lu?"
Rio menarikku dengan paksa yang sedang membuatkan kopi untukku dan untuknya.
"Woy... ini kopi nya gimana pea?"
"Udah gampang, dingin juga enak. Dari pada elu kesana, lamar anak orang tapi ga bawa apa-apa, bikin malu gua yang ada ntar."
***Bersambung***
.
.
.
"Tidak ada orang yang tepat datang di waktu yang salah. Kalopun memang ada, kemungkinannya cuman dua. Dia yang tidak kau inginkan, atau dia bukanlah sosok yang kamu harapkan."
- Rio
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Doa-doa Malam [End]
RomanceDalam remang cahaya keimanan, gadis ini membangun cerita cinta yang terpintal antara ujian dan keikhlasan. Terlahir dari keluarga yang mendalaminya dengan nilai-nilai agama, dia tahu bahwa cinta sebelum menikah adalah ujian yang tidak mudah. Namun...