Chapter 9

68 50 29
                                    

***

Sebelum lanjut membaca chapter ini, jangan lupa buat klik vote dan komentar yaaa 😍
.
.
.
🕊️*HAPPY READING*🕊️

***

*Hiks Hiks
*Menangis

"Aku kurang apa ya sama dia."

Bak pecahan gelas yang berceceran dimana-mana. Hatiku rasanya terasa sesak sekali mendengar semua yang di ceritakan Salman padaku malam itu. Apa aku sekurang itu dimatanya? Atau memang sedari awal dia tidak menginginkan aku? Jika iya, mengapa dia bersikap seolah-olah mencintai ku?

Hatiku benar-benar hancur kala itu. Namun, mengingat bahwa keluarga ku masih berkumpul di ruang keluarga, dan posisi kamarku tak jauh dari ruang keluarga tersebut. Aku berusaha menangis tanpa suara saat itu. Walaupun yang aku rasa, aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Meluapkan segala kekecewaan yang ada kala itu. aku tak tau apa yang harus ku lakukan, bahkan rasanya aku tidak ingin membuka Handphone ku kembali.

Setelah aku menutup telpon darinya, aku memutuskan untuk langsung memblokir semua akun sosial media miliknya. Aku ingin memutuskan komunikasi ku dengannya. Aku juga tidak ingin dia mendengar kabar tentangku lagi. Dan begitupun denganku, yang tak ingin mendengar kabarnya kembali.

Saat menangis, aku benar benar teringat segala bentuk perlakuannya padaku. Dia memberiku perhatian, selalu menanyakan tentang "Bagaimana hari ini?"
Kami selalu bercanda lewat panggilan video, dan bercerita tentang keseharian kamu masing-masing.

Aku merasa begitu kecewa, sebab aku tak menyangka, orang yang begitu aku cintai justru adalah orang yang paling membuat ku hancur seketika pada malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku merasa begitu kecewa, sebab aku tak menyangka, orang yang begitu aku cintai justru adalah orang yang paling membuat ku hancur seketika pada malam itu.

'Kalo seandainya kamu masih mengharapkan dia yang meninggalkan mu itu kembali, jangan jadikan seseorang sebagai tempat pelarian mu.' Pikirku kala itu sembari terus menangis tanpa suara.

***

Beberapa menit aku mengendarai motorku, aku melihat masjid yang cukup besar dan aku memutuskan untuk berhenti dan melaksanakan sholat isya disana. Aku memarkirkan motorku dan beranjak menuju halaman masjid tersebut. Aku pun mengambil wudhu dan segera melaksanakan sholat.

Setelah selesai sholat, aku hanya duduk terdiam, memikirkan apakah Iren baik-baik saja setelah kejadian itu. Lamunanku buyar ketika ada seseorang yang membuka pintu masjid dan masuk untuk melaksanakan sholat. Aku mengecek handphone ku, dan waktu sudah menunjukan pukul 21.37. Aku teringat pesan mama dimana ia menyuruhku untuk tidak pulang larut malam. Aku pun bergegas untuk kembali mengenakan sepatu ku dan pulang ke rumah.

Saat mengenakan sepatu aku tiba-tiba di hampiri oleh bapak-bapak yang sepertinya dia memperhatikan ku saat aku masih di dalam masjid tadi.

"Assalamu'alaikum nak." Ucapnya sambil memegang bahuku.

"Ehh.. Wa'alaikumsalam pak." Jawabku sambil mencium tangan bapak tersebut.

"Tadi bapak ada di dalam masjid, dan pas kamu keluar, bapak lihat kamu meninggalkan ini di dalam. Ini punya mu bukan nak?"

"Ahh Masya Allah betul pak, ini jam tangan saya. Terimakasih banyak pak."

Aku terkejut, ternyata bapak tersebut memberikan jam tanganku yang tertinggal di dalam masjid tadi. Kami pun jadi berbincang sedikit, membicarakan hal-hal yang terjadi hari ini. Tentang cuaca, tentang sulitnya mencari pekerjaan di jaman sekarang, dan hal-hal lain. Yahh... namanya juga ngobrol sama bapak-bapak, ya pasti topiknya agak random lah ya.

Namun, tiba-tiba bapak tersebut bertanya padaku.

"Bapak lihat tadi setelah selesai sholat, kamu melamun ya nak?"

"Ahh.. iya pak. Biasalah pak, mikirin kerjaan hehe." Jawabku.

"Saya jadi teringat anak saya yang kerja merantau jauh di Jakarta. Dia juga sama sepertimu, mungkin umurnya pun tidak begitu jauh."

"Dia jarang pulang, kalo saya kangen anak saya, saya cuman bisa telpon sama video call saja. Kamu kalau lelah dengan kerajaanmu, istirahat ya nak, jangan terlalu di pikirkan. Nanti bisa stres, terus sakit." Lanjut bapak tersebut.

Aku begitu tersentuh saat bapak tersebut bercerita tentang anaknya padaku. Bahkan dia juga memberiku nasehat agar tidak terlalu memikirkan masalah yang tengah dihadapi. Seketika aku jadi teringat akan ayahku yang sudah meninggal. Dulu ia juga sering menasehati ku saat ia masih hidup. Ia selalu mengingatkan ku untuk belajar yang benar saat aku masih sekolah, harus bisa memilih pergaulan yang baik, dan nasehat-nasehat lain yang ayah bilang padaku.

"Baik pak. Kalo begitu saya pulang dulu ya pak. Assalamu'alaikum." Ucapku berpamitan dengan bapak tersebut sambil mencium tangannya.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan ya nak."

Aku pun beranjak meninggalkan bapak tersebut yang masih mengenakan sepatu di teras masjid tersebut. Aku mengenakan helmku dan pergi melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

***

"Assalamu'alaikum."

"Udah pada tidur ya."

Sesampainya aku di rumah, seluruh lampu di rumah sudah di matikan. Itu pertanda bahwa mama dan Kiran adikku sudah tidur. Aku berjalan menuju kamarku dan segera mengganti bajuku.

Aku merebahkan diri di kasur dan masih terpikirkan bagaimana kondisi Iren disana. Aku menatap layar handphone ku, dan memeriksa akun sosial media nya Iren dengan harapan dia membuka blokirannya. Namun semuanya nihil. Aku mencoba menghubungi nya kembali, tetap tidak ada tanda-tanda apapun darinya. Aku benar-benar merasa bersalah atas perlakuan ku pada Iren.

"Maafin aku Ir." Akupun memejamkan mataku dan tertidur karena hari itu aku merasa kelelahan. Disamping kerjaan ku saat itu cukup banyak, aku juga kurang tidur akibat tugas kuliahku.

***

Aku terbangun sebab mendengar suara adzan dari masjid yang letaknya tak jauh dari rumahku. Aku pun bangun dan bergegas untuk mandi, dan di lanjutkan dengan sholat shubuh. Karena hari ini aku harus tiba di stasiun pukul 8.00 untuk menjemput sahabat SMP ku yang akan berlibur disini bersamaku, jadi aku harus mempersiapkan diriku.

Sejujurnya hari itu kondisi hatiku pun masih sama, sesak rasanya. Tapi, mau bagaimana pun aku tidak boleh sampai merusak momenku bersama sahabat ku ini.

***Bersambung***
.
.
.
***

Cahaya Doa-doa Malam [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang