Chapter 7

94 50 23
                                    

***

"Bentar, ini maksudnya gimana ya? Takutnya aku salah paham." Ucapnya bertanya, dengan nada kecewa dan menahan rasa sedih.

"Ya.. intinya gitu."

Aku bercerita sebagaimana Rio bercerita padaku saat makan siang tadi.

*Kilas balik saat makan siang*

"Oke, sekarang gue mau cerita serius sama elu."

"Terus terang, udah beberapa hari ini gue sekontak sama mantan elu di WhatsApp. Awalnya dia sendiri yang ngehubungin gue, katanya pengen saling save sama gue. Oke gue save lah ya, tanpa bermaksud apa-apa." Lanjut Rio.

Akupun hanya diam dan benar-benar menyimak semua yang Rio ceritakan.

"Gue sama sekali gak chattingan gak apa sama mantan elu itu. Tapiiii...., hari Minggu kemarin dia posting poto kalo dia barusan aja poto prewedding sama cowonya." Jelasnya lagi.

Dia menunjukan poto yang di unggah oleh mantanku tersebut pada ku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia menunjukan poto yang di unggah oleh mantanku tersebut pada ku. Aku sangat terkejut melihatnya. Mengingat bahwasannya baru seperti kemarin aku baru saja putus dengannya. Walaupun pada kenyataannya, aku putus hubungan dengannya memang sudah hampir 2 tahun yang lalu.

"Berarti dia mau nikah ya?" Tanya ku dengan nada pelan.

"Iya. Aku juga sempet komen soal statusnya dia yang itu. Aku tanya kapan nikahnya, dia jawab mungkin akhir bulan Oktober."

"Dan dia juga bilang sampaikan salamnya padamu." Jelasnya.

Aku terdiam sejenak mendengar kabar tentang seseorang yang masih aku cintai, kini akan menikah. Yang dimana berarti, kesempatanku untuk menggapainya sudah tidak ada lagi.

"Hemm.. iya Wa'alaikumsalam." Jawabku sambil tersenyum kecil.

"Elu gapapa kan sal?" Tanya nya memastikan kondisi ku baik-baik saja.

"Yahhh.. entahlah." jawabku sambil menghela nafas.

***

"Aku minta maaf ya, seharusnya aku gak cerita sama kamu."

"Jadi kamu selama ini masih mengharapkan mantanmu kembali?" Tanya nya dengan nada sedih.

"Sebetulnya sih enggak. Cuman, aku hanya masih belum terima aja. Aku disini susah payah buat lupain dia, sedangkan dia cepet dapet orang baru. Bahkan sekarang udah mau nikah." Jawabku memberikan penjelasan.

"Berarti selama ini kamu cuman pura-pura sama aku sal?" Tanya iren dengan nada menahan tangis.

"Eng-enggak, aku-" Omonganku di putus oleh iren.

"Berarti selama ini kamu gak ada rasa cinta sedikitpun sama aku sal? Terus, kenapa seolah-olah kemarin kamu memperlakukan aku kayak kamu cinta aku?"

"Apa?" Aku bingung. Kenapa dia tiba-tiba bertanya soal perasaanku padanya.

"Loh, bukannya kita sejak dulu emang cuman temen ya ir?" tanya ku memastikan bahwa apa yang aku pikirkan itu benar.

"Temen?"

"Iya kan temen?"

"SALLLLLL, AKU ITU MENYUKAIMU! KAMU SADAR GAK SIH!?" Bentaknya dia padaku dengan suara yang menahan tangis.

Sejujurnya akupun tau, bahwa dari awal iren itu menyukaiku. Namun, sudah hampir 4 tahun aku berkomunikasi dengannya, aku tak juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

Iren itu baik, dia selalu bisa jadi tempatku bercerita tentang hal apapun. Obrolan kami pun nyambung. Dia juga pintar, bahkan dia pernah bercerita padaku, saat semasa sekolahnya dulu, dia selalu jadi juara kelas. Dan bahkan sampai saat ini dia duduk di bangku perkuliahan pun, dia masih saja berprestasi. Bagaimana tidak, 2 semester berlalu dia mendapati IPK 3,92. Hampir sempurna bukan? Dia juga cantik, bahkan bisa di bilang semua tipe perempuan yang aku idamkan, ada di dia.

Tapi, sampai saat ini pun entah mengapa aku masih tidak bisa memiliki perasaan yang sama padanya. Entah apa karena aku yang merasa tidak pantas untuk bersama nya, atau karena memang aku yang masih terpenjara oleh masa lalu.

"Aku tau Ir. Aku pun suka sama kamu. Tapi aku gak cinta sama kamu Ir." Jawabku padanya dan berusaha untuk menenangkan nya.

"Aku minta maaf banget sama kamu, aku gak bermaksud untuk nipu kamu atau semacamnya. Enggak sama sekali. Tapi aku juga gak bisa bohong sama diri aku sendiri, kalo aku emang masih belom bisa ikhlasin mantan aku Ir."

"Ga usah ngasih aku banyak alasan lagi sal, udah cukup. Ga usah hubungi aku lagi. Dan doaku untukmu, semoga kamu bisa kembali bersamanya."

"Bukan gitu maksud-.. Halo? Ir? IREEEENNN?"

Iren pun mematikan telponnya tanpa mendengar jawabanku.

"AAARGHHHHHHH..."

Aku kesal karena ulah ku sendiri. Aku yang bodoh, seharusnya aku memang tidak menceritakan ini padanya.

Aku berusaha menelepon nya kembali. Namun tidak ada respon sama sekali. Aku coba menghubunginya lewat media sosial nya dia yang lain, dan aku mencoba menghubungi nya lewat telpon biasa.

"Maaf nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."

Rasanya sudah terlambat. Dia menutup semua akses komunikasi ku dengannya. Aku kembali memeriksa semua akun media sosialnya, dan ternyata benar. Dia memblokir ku.

Aku benar-benar tidak bisa berpikir apapun kala itu.

"Aku harus gimana ya." Gumamku dengan rasa putus asa.

"OHHH IYA RIO."

Seketika aku teringat Rio. Aku berencana untuk meminta bantuan padanya, dengan mencoba menghubungi Iren lewat Rio.

"Aku harus ke rumah Rio sekarang."

Aku mengambil jaketku dan helm untuk pergi ke rumah Rio. Sambil jalan terburu-buru menuju halaman rumah, aku berpapasan dengan mama.

"Ehhhh... kok buru-buru banget, mau kemana sallll?" Tanya mama padaku dengan heran melihat tingkah laku ku.

"Mau ke rumah Rio."

***Bersambung***

Cahaya Doa-doa Malam [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang