Chapter 23

8 3 0
                                    

***
.
.
.
Sebelum lanjut membaca, jangan lupa untuk vote dan juga sampaikan kritik dan juga saran di kolom komentar yaaa..😍
.
.
🌷🌸💮 HAPPY READING 💮🌸🌷

***

Setelah selesai sholat Maghrib dan juga Isya, kamu mengemas barang bawaan untuk besok pagi. Kami hanya membawa beberapa baju dan barang-barang penting saja, karena niat ku sedari awal memang hanya ingin bertemu dengannya saja. Namun saat aku sedang mengemas pakaian dan barang penting lainnya ke dalam tas ku, pandanganku teralihkan pada kotak cincin yang aku beli siang tadi, yang aku letakkan meja dan bersampingan dengan laptopku. Aku yang sedang duduk di tepi ranjang itupun bangun dan menghampiri kotak cincin tersebut. Aku memegang kotak cincin itu dan membukanya. Betapa indahnya cincin itu, tapi entah mengapa aku tiba-tiba tidak merasa yakin untuk menjemput Iren.

Bagaimana jika dia disana sudah bertunangan? Atau bahkan sudah menikah? Kenapa saat awal tidak kau tanyakan dulu pada Delia? Kenapa kau tiba-tiba ragu? Kamu ingin membatalkannya? Padahal semua persiapan sudah lengkap, dan kamu hanya tinggal berangkat besok pagi sal.

"ARGHHH..."

Pikiran dan hati ku benar-benar tidak sinkron kala itu. Aku merasa bimbang sampai-sampai aku berteriak karena saking kesalnya, dan teriakan ku itu membuat Rio yang sedang berada di kamar sebelah pun terkejut mendengarnya.

"Astaghfirullah sal, elu kenapa?" Saking terkejutnya Rio mendengar teriakkan ku itu, dia pun lari untuk menghampiriku.

"Ah... gua gak tau Yo, kenapa gua jadi bimbang gini ya? Apa Iren nanti mau ketemu sama gue ya Yo, setelah apa yang udah gue lakuin ke dia?"

Aku berbicara pada Rio sambil berjalan mondar mandir tak karuan. Perasaan bingung, cemas, sekaligus takut, jikalau nanti aku harus menerima kenyataan bahwa aku telat menjemputnya.

"Sal, elu udah sejauh ini. Tiket udah siap, cincin udah elu beli, terus elu mau batalin? Elu cuman nunggu besok pagi doang loh sal." Rio menjelaskan padaku sekaligus berusaha untuk menenangkan ku.

Aku pun duduk di tepi ranjangku kembali dan menggarukkan kepalaku dengan kedua tangan. Pikiranku benar-benar kacau. Tidak, maksudku sangat kacau. Entah mengapa aku tiba-tiba merasa sangat bersalah pada Iren. Itu karena kejadian lima tahun yang lalu aku mengabaikan nya dan aku bersikap seolah-olah aku tak tahu akan perasaannya, walau pada kenyataannya aku memang tahu bahwa dia mencintaiku. Tapi bodohnya aku, mengapa aku masih terus-terusan terpenjara akan masa laluku?

"Yo, kalo ternyata dia udah nikah sama yang lain, gimana?" Tanyaku pada Rio yang masih berdiri di sampingku.

Aku merenung. Menundukkan kepala ku sembari kedua lenganku mengusap kepalaku.

Rio yang mendengar pertanyaan ku tadi dengan nada bicara yang berbeda, Rio pun akhirnya duduk di sampingku. Ia pun menoleh ke arahku, dan mendapatkan ku dengan mata yang di penuhi oleh air mata yang hampir memenuhi mataku. Rio tak langsung menjawab, justru ia terdiam melihat keadaanku yang benar-benar berbeda kala itu.

"Sekarang elu baru ngerasain apa arti cinta sebenarnya, Sal." Hanya itu yang keluar dari mulut Rio.

Aku menghapus air mataku yang mulai menetes.

Hey... Sal, kenapa kamu begini? Bukankah mencintainya itu anugrah? Bukankah dia juga pernah bilang padamu dulu bahwa dia akan menunggumu seberapa lamapun?

"Gua gak gampang jatuh cinta Yo."

"Elu dari pada ngerasa gak karuan, mending lu tidur aja, karena gua juga yakin lu kayak gini karena kecapekan. Yakin sama Allah, pasrahin semuanya sama Allah, Sal."

"Kita mungkin bisa minta apapun sama Allah. buat bisa kita milikin. Tapi kan Allah juga yang jauh lebih tau mana yang terbaik buat kita kan? Kalo ternyata dia udah punya pasangan disana ya udah, terus elu mau apa? Maksa? Ya ga bisa lah." Rio menegaskan itu padaku.

Setelah aku di nasehati oleh Rio, aku pun sedikit merasa lebih baik. Dan apa yang di bicarakan oleh Rio itu ada benarnya, kita memang memiliki hak untuk mencintai seseorang. Tapi, bukankah yang lebih berkuasa itu Tuhan?

"Iya, elu bener, Yo. Sekarang juga udah malem, besok kita harus berangkat pagi jadi mendingan tidur aja."

Rio pun mengangguk pertanda setuju atas apa yang aku bicarakan.

"Iya, mungkin ini juga elu kecapekan, Sal. Kalo gitu gue ke kamar ya." Dia menepuk bahuku dan pergi meninggalkan ku sendiri di kamar.

Aku hanya tersenyum padanya sebagai tanda terimakasih ku pada Rio bahwa dia telah mengerti keadaanku saat itu. Aku merebahkan tubuhku pada kasur dan menatap langit-langit kamar. Memikirkan bagaimana akhir kisah cinta ku ini. Dan itu semua akan terjawab di esok hari.

Aku sedikit menghela nafas untuk meredakan ramainya isi kepalaku kala itu. Tak ada yang aku lakukan selain memandang langit-langit kamar dan berdoa dalam hati.

Ya Rabb, untuk segala urusan di besok pagi aku serahkan semuanya pada Engkau. Aku tak akan meminta banyak padaMu. Karena pada dasarnya, segala sesuatu yang telah Engkau tetapkan untuk hambaMu pasti yang terbaik. Aku berdoa dalam hati dan memejamkan mataku.

Kira-kira apa yang sedang kau lakukan saat ini Iren? Apa kau juga sama halnya menungguku? Ahh... lebih baik aku tidur saja. Tunggu aku besok ya, Iren!


***Bersambung***
.
.
.
.
Akankah Salman berhasil bertemu dengan Iren dan kemudian melamarnya?
Tunggu di chapter besok ya, dan besok bakalan jadi akhir cerita Cahaya Doa-doa Malam di Wattpad 🥰😍
C u 👋

Cahaya Doa-doa Malam [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang