viii. letter

113 81 67
                                        

Jiwa menulis surat selagi penari lain sibuk mempersiapkan diri untuk latihan hari ini.

Sejak tadi Aruna berusaha mengintip tapi tetap saja gagal. "Kamu lagi nulis apasih sebenernya?"

"Nothing." balas Jiwa lantas bangkit dan mengambil koper serta tas besarnya.

Aruna sadar sekarang. Jiwa .. Jiwa akan mengundurkan diri dari La Ballerina.

Buru-buru ia mengejar gadis itu yang sudah jadi pembicaraan hangat oleh penari lain. Pasalnya Jiwa berjalan sambil membawa barang bawaannya.

×××××××

Gadis itu sampai di ruangan Madam Gie.

Ia membuka pintu dengan kasar kemudian menghantamkan surat tersebut ke atas meja kantor Madam.

"Ada apa?" tanya Madam Gie yang sebelumnya sibuk mengerjakan laporan.

"Saya hendak mengundurkan diri."

"Oh." Jawaban Jiwa jadi menarik atensi Madam Gie. Ia mulai membuka surat yang Jiwa tulis.

Kemudian dirobeknya surat tersebut dan dilempar ke dalam tong sampah. "Apa alasanmu?"

"Di sini gila!" ujar Jiwa, emosi.

"Memang. Jika tidak gila bukan aku kepala yayasannya, sayang."

"Oh benar, kamu lupa lagi dengan peraturan di sini?" lanjut Madam Gie.

"Para siswa di La Ballerina tidak dipersilakan keluar sebelum mencapai 4 tahun pendidikan."

"Mengerti?"

Merasa surat pengunduran dirinya tidak diterima, Jiwa berbalik badan dan melangkah menjauh dengan kesal.

Telapaknya mengepal. Namun, Madam Gie menghentikannya ketika langkah Jiwa hampir mencapai pintu. "Sebentar."

"Besok adalah hari jadi Ballerina Island."

"Di sana akan ada seluruh warga dari pulau sebelah bahkan orang-orang kelas atas,"

"Jika kamu sanggup, Madam akan mempromosikan mu kepada pihak luar negeri."

"I won't." balas Jiwa tegas.

Ketika dia mulai meneruskan langkahnya lagi untuk keluar dari ruangan, Madam Gie berujar.

"Aku juga akan memberikan kehidupan yang lebih baik saat kamu menjalani pendidikan."

"Nenekmu sakit. Bisnis ayahmu juga kurang baik. Lantas ibumu sendiri ... hanya berjualan ikan."

"Kamu sungguh akan pergi dari sini, sayang?"

"Jangan sia-siakan potensi itu. Tarian mu terlalu sempurna jika hanya dikembangkan di kota biasa."

"Selain itu .. darahmu pun wangi," Sesuatu mendadak berbisik padanya.

Buat Jiwa menoleh kesana-kemari sambil berteriak, "Siapa itu?!"

"Turuti saja saranku, Jiwa. Tidak usah bersikap arogan."

"Dengan begitu aku pastikan Dia tidak akan menggangu lagi."

"Aku akan memberikan mu kehidupan lebih baik tanpa jalan yang terjal."

×××××××

Puluhan pertanyaan muncul dari mulut Aruna dan tak ada satupun yang terjawab.

Jiwa tampak lain.

Bahkan ketika latihan ia terlihat yang paling keras berusaha dan keluar paling akhir mendekati jam makan siang yang hampir usai.

"Jiwa, kamu sakit?" tanya Aruna di kamar asrama mereka.

Pasalnya dia melihat Jiwa bersiap lagi untuk berlatih padahal sebentar lagi matahari akan terbenam. "Waktu latihan sudah selesai."

"Belum. Perfoma ku belum baik."

"Maksudnya?" Aruna mengernyit padahal selama latihan, ia yang paling banyak mendapat pujian dari Madam Gie.

"Besok orang-orang kelas atas akan datang, aku ingin tampil sebaik mungkin."

"Memang seharusnya begitu. Apa kamu berharap dipromosikan?"

Tangan Jiwa jadi lepas dari kenop pintu. Ia menoleh. "Tau darimana?"

Lantas Aruna menghela napas. "Semua penari dijanjikan hal yang sama oleh Madam."

Ballerina IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang