ix. the host

107 65 47
                                        

Malam itu sebelum pukul delapan, para penari dibagikan kostum untuk besok.

Masing-masing dari mereka ada yang mendapat sama. Ada pula yang berbeda.

Ini disebabkan karena Madam Gie membelah dua kelompok yang akan tampil.

Usai menyimpan kostum untuk besok, Aruna naik lagi ke ranjang. Dia akan membaca buku bacaannya yang baru.

×××××××

Hari esok pun tiba. Seluruh penari berebut kamar mandi sebab diminta Madam Gie untuk merias wajah pula.

Periasan wajah akan dilaksanakan pukul empat sore lebih dua puluh empat menit bersama para pelayan.

Aruna tidak ikut berebut kamar mandi. Dia memang selalu mandi lebih awal.

Padahal udara sore adalah yang paling dihindari para penari sehingga mereka jarang yang memilih mandi.

Paling hanya mengelap diri dengan handuk yang dibasahi air kemudian mencuci muka, dan menyikat gigi.

Pasalnya udara sore di sana mencekik kulit dan airnya seperti es yang baru saja cair.

Kini Jiwa masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu mengenakan setelan jaket dan celana training sambil menyikat gigi.

Aruna yang melihat jadi menggerutu. "Hih jorok banget! Kenapa sikat gigi di sini sih?"

"Tidak sempat, pintu kamar mandi seperti mau roboh gara-gara mereka."

×××××××

Matahari mulai bergerak ke arah barat. Sebentar lagi ia akan terbenam. Meskipun masih tersisa satu jam kemudian.

Tamu yang diundang perlahan memasuki rumah besar. Orang-orang kelas atas dijamu dengan segelas wine ketika melintasi pintu masuk.

Auditorium kini penuh dengan para tamu. Kala matahari sudah benar-benar terbenam, seseorang memberi isyarat.

"Terbenam! Terbenam!"

Yang mendapat pesan pun segera melaksanakan tugasnya. Lampu di atas panggung mulai ia nyalakan.

Meski tirai merah belum dibuka.

Menit berganti, lantunan lagu Habanera mengisi satu auditorium. Tirai merah kini juga ditarik.

Membelah panggung dan menampilkan Madam Gie dibalik sana. Madam Gie muncul bersama beberapa pria dengan seorang penyanyi opera.

×××××××

Tarian itu selesai usai 4 menit berlalu. Kemudian disambut oleh tepuk tangan yang riuh dan tirai merah ditutup kembali.

"Aruna, it's your turn!" panggil seseorang dari luar ruangan rias.

Aruna keluar dari ruang rias. Ia lantas mengambil posisi di balik tirai merah sembari menenangkan nafasnya.

Seperti sebelumnya ketika intro lagu mengalun, di saat itulah tirai merah dibuka.

Aruna malam ini akan menarikan tari ballet dengan iringan musik Clair de Lune.

Selama 3 menit lamanya.

×××××××


Waktu istirahat bagi penonton serta pemain teater dan seluruh penari di Ballerina Island sedang berlangsung.

Kue-kue kering dibagikan secara gratis kepada seluruh kalangan masyarakat yang datang.

Lantas host acara berjalan masuk ke atas panggung. Tirai merah di belakangnya masih tertutup.

Wajahnya yang rupawan sekarang tersorot oleh lampu.

Dia adalah Adipati.

"Ladies and gentlemen. What an amazing and precious dancing from Madam Gie and her talented stundent, Aruna."

"A very good evening to every one of you. Welcome to the Ballerina Island's 27th anniversary."

"Allow me to cordially welcome and greet our respectable excellencies, guests, and speakers; the late Prof. Roosevelt and his wife Madam Ruminate as the founders of Ballerina Island. Mr. Theodore, Mr. Jagadio,  Mr. Jan, Mr. Goerge, Ms. Rayu, Ms. Anevay, Ms. Eleena, and Mrs. Britney."

Jiwa dibuat tertegun olehnya. Siapa Adipati sebenarnya?

Madam Gie bukan orang sembarangan ketika merekrut seseorang tuk menjadi bagian dari acaranya.

Adipati yang hanya seorang pemandu wisata tidak mungkin bisa masuk sembarangan dan menjadi host acara ini.

"Cepatlah ganti!" Aruna tiba-tiba menepuk pundaknya. Dia sudah berganti pakaian.

"Aruna, dia siapa?" tanya Jiwa menunjuk Adipati.

"Entah, tapi wajahnya lumayan. Kamu suka?"

Jiwa pun hanya balas menggeleng.

Ballerina IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang