Pagi menjelang Zia segera terbangun mendengar suara berisik di sekitar.
Setelah mengumpulkan semua nyawanya Zia duduk termenung memikirkan sesuatu.
"Sudah kuputuskan aku akan pergi dari sini. Ketika malam tiba, aku bisa tidur dimana saja. Setidaknya aku harus memiliki tujuan jelas apa yang akan Ku lakukan di kehidupan saat ini" ucapnya dengan tegas.
Setelah memutuskan hal tersebut, Zia segera mengemas barang-barang nya yang tidak berharga itu, namun bagaimanapun ini adalah barang-barang pemilik asli.
Setelah mengemas pakaiannya yang tidak seberapa dengan selimut tipisnya yg sudah tak layak pakai. Zia segera meninggalkan jembatan tersebut. Dapat ia lihat jalanan yang penuh dengan manusia.
Ntah mereka akan berangkat bekerja, sekolah ataupun kuliah.
"Pikirkan sesuatu Zia, apa yang akan kita lakukan selanjutnya" ucapnya kepada dirinya sndiri.
Mungkin terlihat gila namun ini kebiasaan Zia sendiri. Terbiasa hidup sendiri membuat nya sering berbicara kepada dirinya sendiri, seolah-olah sedang berbicara dengan orang lain.
"Aku malu jika harus mengamen lagi. Tapi ini satu-satunya cara untuk mengumpulkan sedikit uang dengan cepat. Di ibukota seperti ini sangat tidak mungkin ada yang menerima pekerja seorang anak berusia 9 tahun" ucap Zia sambil menyusuri jalanan.
"Meskipun aku bisa membuat kue-kue ringan namun bahan untuk memasak tidak ada. Belum lagi modal yang di butuhkan" keluhnya.
"Setidaknya aku bisa mengumpulkan botol-botol bekas dan kardus bekas dulu. Walaupun harga perkilonya hanya 3rb namun akan lumayan jika aku bisa mengumpulkan sekarung dalam sehari" lanjutnya sambil melihat-lihat sekeliling jalan apakah ada botol-botol bekas ataupun kardus bekas.
"Lihat,bukankah aku sudah benar-benar seperti pemulung sungguhan. Yah memang saat ini aku pemulung kan?" Gumamnya sambil memungut botol-botol bekas di pinggir jalan.
Begitulah rutinitas sehari-hari Zia di tubuh barunya. Hari-hari terlewati, tak terasa sudah hampir satu bulan ia berada di tubuh ini, dan bisa beraptasi dengan baik.
Pagi hingga siang akan ia habiskan untuk mengamen di lampu merah. Ketika waktu menjelang pukul 2 siang ia akan segera mengumpulkan barang-barang bekas.
Kemudian ketika malam tiba, Zia akan tetap mencari barang-barang bekas atau duduk di taman kota. Menunggu hari mulai tengah malam, ia akan menuju ruko-ruko yang sudah tutup untuk menumpang tidur Disana.
Namun ia tidak sembarangan tidur di tempat terbuka. Zia akan memilih ruko yang setidaknya memiliki teras dan dinding yang dapat melindungi dirinya dari pandangan luar. tempat yg agak tersembunyi.
Ketika azan subuh berkumandang Zia akan segera pergi ke jalanan untuk menghindari di usir pemilik ruko. Kemudian mulai mencari barang-barang bekas.
Rutinitas tersebut Zia lakukan selama sebulan ini. Mungkin terlihat menyedihkan namun Zia cukup senang menjalani nya. Karna menurut nya ia tidak harus bekerja penuh tekanan seperti di kehidupan pertama nya dengan hutang yang menumpuk. Walaupun hutangnya hanya tersisa 60jt namun baginya sangat menyebalkan melunasi hutang yg bahkan ia sendiri tidak tau bentuk uangnya.
******
(Anggaplah orang-orang ini berbicara bahasa Inggris. Akan repot jika menggunakan bahasa Inggris sungguhan, karna yang tidak paham akan tidak leluasa ketika membacanya, dan itu terasa tidak menyenangkan)
"Tuan. Menteri pertahanan ingin mengundang anda untuk mengunjungi rumahnya. Apakah anda bersedia tuan?" Ucap seorang pria yang terlihat berumur 20 tahunan, kepada sang tuan dengan sangat sopan.
"Tidak" jawab sang tuan dengan suara yang datar dan sikap dinginnya, matanya memilih mengamati kegiatan-kegiatan diluar kaca mobil. Terlihat tidak ada gairah hidup di matanya yang kelam, seakan-akan apapun yang terjadi di dunia ini sudah tak penting lagi untuk di lihat.
"Baik tuan" balasnya sepelan mungkin.
Memang sudah hal biasa jika sang tuan mengunjungi negara-negara lain, pasti para pejabat-pejabat tersebut akan melakukan apapun untuk mengundang sang tuan. Terutama para menteri pertahanan, karna jika berhasil membangun hubungan yang baik dengan tuannya. Keamanan negara tersebut sudah pasti akan terjamin. Dalam artian tuannya tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan negara tersebut.
Hening menyelimuti keadaan didalam mobil tersebut. Sang supir dan sang assisten tidak berani mengeluarkan suara, bahkan bernafas pun berusaha mereka atur agar tidak menggangu sang tuan.
Sungguh, jika bisa memilih mereka tidak ingin bekerja dngan tuan seperti ini. Namun bagaimana lagi, bayaran yang mereka terima pun setimpal dengan tekanan yang di dapat selama ini.
Selagi mereka tidak melakukan keslahan fatal, maka hidup mereka akan tetap terjamin.
Ketika mobil mereka berhenti di lampu merah. Sesuatu terlihat menarik perhatian sang tuan.
Dengan mata terkejut dan jantung berdebar sang tuan tidak bisa menjaga ketenangannya
"Zerooo cepat lihat anak itu" perintah nya dengan Suara panik. Seolah takut, apa yang menarik perhatiannya akan menghilang.
"Anak yang mana tuan?" Tanya sang assisten yang bernama Zero kepada tuannya dengan wajah bingung.
"Disana" tunjuknya kepada sang objek yang berada di seberang lampu merah sambil memegang botol yang ntah untuk apa.
Setelah mengerti maksud sang tuan. Zero segera keluar dari mobil dan menghampiri anak yang di maksud tuannya.
Dapat dilihat, zero yang terlihat sedang membujuknya sambil menunjuk ke arah mobil yang mereka tumpangi, dan sang anak yang terlihat meronta dari pegangan zero karna tak ingin mengikuti zero.
Tbc~
👇Vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Ziana Second Life (END)
Teen FictionFollow dulu sebelum membaca!! Xixixixi :3 Ziana, seorang anak yatim piatu yang seumur hidupnya di sibukkan hanya untuk mencari nafkah. memenuhi kebutuhan hidup dan makan sehari-hari. bukannya menghadap sang tuhan setelah tanpa sengaja terhantam ba...