E : 28

126 19 4
                                    

" PO!" 

Terdengar lantang suara teriakan mama memanggil nama ku. Pantas saja kaki ini berlari menuruni anak tangga. 

" Kenapa, ma?"

" Panggilan untuk mu, Po." kata mama menyerahkan telfon rumah itu pada ku.

Dengan yakin, aku menerima telfon itu karena aku menebak jika itu adalah Tante Machida. Mungkin ada yang ingin wanita itu katakan soal Imm karena aku tidak lagi bertatap muka dengannya setelah tiga hari berlalu.

" Halo, tante ya?" pertanyaan pertama ku lemparkan sekadar ingin memastikan. Namun, aku salah ternyata sebaik mendengar suara itu tertawa.

" Kak Jj!" Suara itu kembali tertawa lagi.

Hampir saja aku melupakannya dan juga batas waktu yang dia berikan pada ku. Sebisa mungkin aku ingin menolak semisalnya dia telah membongkarkan semua rahasia yang kumiliki pada bunda. Aku takut.

" Apa yang membuat mu sulit sekali di hubungi sih, Po! Atau kau memang ingin aku menelfon suami mu itu. Baru setelah itu kau ingin berbicara dengan ku?" nada itu berteriak marah.

" Maaf, soal itu. Ponsel ku rusak. " bicara ku berusaha untuk terlihat tenang.

Dia tertawa.

" Rusak atau tidak itu bukan masalah ku. Suami mu punya uang banyak, tinggal beli yang baru saja payah! Uang gajimu juga banyak!" bicaranya sinis menahan rasa kesal.

" Dari mana kau mendapatkan nomor telfon rumah ini, kak?" bisikan ku dengan berhati-hati. Khawatir jika ada yang mendengar perbualan ini. Akan lebih parah jika Mile yang mendengarnya.

" Bukan urusan mu untuk tau, aku punya cara ku sendiri. Urusan mu saat ini adalah uang ku, besok. Ini sudah lebih dari batas waktu yang seharusnya. Karena aku baik hati, aku kasi lagi batas waktu sedikit lebih lama. Tapi, kau harus kasi dua kali lipat." bicaranya lagi penuh keangkuhan.

Aku diam dengan mata yang terpejam rapat. Memikirkan bagaimana caranya untuk aku mendapatkan uang untuk menutup mulut si bangsat satu ini. Total yang dia minta itu tidak sedikit dan sekarang malah di tambah dengan dua kali lipat. Terlalu banyak. Sedangkan aku sudah tidak punya uang di rekening ku. Soal gaji yang kudapatkan saja masih belum cukup untuk menutupi nominal yang dia minta apa lagi menutupi keperluan ku setelah aku meninggalkan rumah ini.

" Aku tidak punya uang sebanyak itu..." ucapku pelan dengan nada memohon. Setidaknya dia mengerti kondisi ku yang saat ini tidak memungkin untuk memberikannya uang sebanyak yang dia mau.

" Itu bukan masalah ku, Po. Jika kau masih menyayangi bunda mu itu, lebih baik kau serahkan saja uang itu pada ku. Jika tidak, kau sendiri tau akibatnya." tekannya lagi.

" Apa kau tidak punya hati? Apa kau lupa jika mereka itu juga keluarga mu? Aku, ipar mu sendiri, masa kau tega melakukan hal itu pada ku. Kau sendiri tau, bunda itu sosok terpenting buat ku, kak. Aku mohon, aku tidak punya uang sebesar itu." bicara ku lagi. Memohon dengan suara yang pelan.

Terdengar ledakan tawa sinis di hujung sana. " Kayaknya kau lupa sesuatu. Tapi tidak apa, aku bisa bantu kau mengingatinya lagi. Dengarkan baik-baik kali ini, aku tidak pernah menganggap kalian itu keluarga ku. Keluarga bodoh menjijikan tidak akan pernah bisa menjadi keluarga ku. Ingat, Po. Kasi uang ku atau bunda mu tau jika kau menjual tubuh mu untuk menikah dengan pria itu!" 

Tut! Panggilan itu tamat secara sepihak tanpa bisa aku melontar kata balas. Membuat ku terkaku dalam kebingungan.

Pergerakan ku terasa melambat saat menaruh kembali telfon itu ketempatnya. Termasuk hari ini, sudah genap semingguan aku tidak bekerja. Bukan tidak mau, hanya saja semangat ku menghilang. Terasa lemas dengan segala hal yang terjadi akhir-akhir ini. Lelah. Di tambah dengan gertakan itu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2. Drapetomania [ MileApo ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang