AKU keluar dari kamar untuk mengambil minuman di dapur, tanpa sengaja mendengar suara bunda berbicara dengam seseorang di telpon. Aneh, tidak pula aku mendengar suara deringan telpon tadi.
“ Siapa, bunda?” Aku melihat pada bunda yang tersenyum.
Tidak ada jawaban darinya. Wanita itu lebih memilih untuk terus berbicara dengan seseorang itu. Jujur, di saat bunda memilih untuk mengacuhkan ku, hati ini merasa sedikit tersinggung dengan perlakuannya.
“ Tidak ada apa. Hanya Apo.” Ujar bunda pada orang itu.
Langkahku mati di tempat. Rasa penasaran ku semakin tinggi, memangnya siapa yang bisa membuat bunda tersenyum seperti itu? Namun, entah kenapa hati kecil ku berbicara sendiri seolah bisa menebak.
Ada rasa senang dan bahagia di sudut hati ini jika tebakan ku itu benar. Namun, aku harus sering berpegang pada realita kehidupan. Dimana letak dirinya dan dimana diriku. Hati ini benar-benar berharap, tidak peduli jika pada akhirnya hancur tanpa sisa.
Di tambah setelah aku menerima panggilan dari Bible. Suara kasar dan tegas menegur Bible, walau suara itu terdengar jauh, rasa rindu yang tersimpan di hati seolah lepas dari sangkarnya buat seketika.
Mengurangkan rasa sesak yang semakin lama terasa mematikan.
“ Iya, nanti bunda akan menyampaikan padanya.” Aku mendengar bunda menjawab lagi.
Setelah itu, panggilan diakhiri dan bunda menghampiri diriku yang masih berdiri di hujung tangga.
“ Siapa?” Lagi – aku bertanya padanya.
Bunda tersenyum. Manis sekali senyuman itu menurutku. Dan senyuman itulah yang aku inginkan tetap kekal padanya.
“ Mile…” kata bunda lantas meraih tanganku.
“ Dia menyuruhku untuk mengatakan padamu, jika dia tidak dapat pulang karena sibuk menguruskan persiapan pesta penyambutan kalian di sana. Dia meminta mu untuk pulang sendiri besok.” Bunda memberi tahu.
Dengan terpaksa aku mengukir senyuman. Tepat tebakan ku ternyata. Perasaanku tidak pernah salah, hanya saja aku salah menilai. Itu faktanya.
“ Kenapa dia tidak menelpon ku langsung?” tanyaku dengan senyuman yang melebar.
“ Katanya, dia sudah mencoba untuk menelpon mu sendiri tapi tidak bisa. Rindu sekali katanya, makanya dia langsung menelpon rumah setelah kamu tidak mengangkat panggilannya.”
Aku hanya tertawa bila bunda mengatakan itu. Mentertawakan diri ku sendiri setelah mendengar omongan bunda. Tidak usah diperkata soal pedih di hati. Andai bisa, aku mau menangis di hadapan bunda saat ini. Tapi itu tidak mungkin!
“ Kenapa kamu tertawa?” wajah bunda terlihat sedikit kesal.
“ Bunda yakin…? Dia merindukan ku? Bisa saja kan dia mengatakan seperti itu karena tidak ingin membuat bunda khawatir.” Aku menebak dalam candaan.
Di satu sudut hati, aku sungguh memaksudkan semua ucapanku itu, biar pun bunda tidak mengerti. Senyuman kembali ku ukirkan. Biar hati luka di hiris rasa pedih, bibir ini akan terus menggambarkan kebahagian. Hanya untuk bunda.
Demi bunda, aku sanggup jika harus mati sekali pun, akan aku lakukan.
“ Tidak baik mengatakan seperti itu, Po. Dia benar sungguh merindukan mu. Dia mungkin tidak mengatakan pada mu, tapi dia mengatakannya pada bunda jika dia merindukan omeganya. Bunda hanya mengatakan apa yang telah dia sampaikan pada bunda.” Ujar bunda.
“ Terus kamu, Po. Apa kamu tidak merindukan Mile?” bunda menambah pertanyaan. Sengaja ingin mengusili ku.
Aku mengangguk. Masih dengan senyuman yang di pertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Drapetomania [ MileApo ]
Fanfic*Note : Harus baca Between Us dulu baru Drapetomania Book 2 : Aku tahu ini salah, tapi hanya ini jalan yang terfikir oleh ku. Mungkin aku terlihat seperti pengemis saat ini di matanya. Hilang sudah harga diri seorang Apo Nattawin di mata seorang Mi...