LUKA cinta itu hanya bisa disembuhkan oleh orang yang membuat luka.
Entah berapa lama aku berada di kondisi seperti itu. Terpuruk dalam kesedihan dan kebingungan. Namun aku bisa yakin jika segala kekuatan ku yang sempat terbang meninggalkan diri ini, secara perlahan ku dapatkan kembali. Membuat ku segera bangkit mengejar sisa waktu yang masih ada untuk mencari sebuah kepastian!
Aku harus melakukan sesuatu untuk menghentikan semua ini. Tidak peduli jika pada akhirnya aku dan Mile benar-benar tidak lagi di takdirkan untuk bersama juga tidak apa-apa. Asalkan aku sudah berjuang untuk memperbaiki semuanya. Tewas sebelum berjuang itu sama sekali bukan diriku.
Dengan segera aku pergi, meninggalkan perusahaan setelah meminta izin dari Pak Song. Lupakan saja soal pekerjaan ku karena masalah ini harus tuntas hari ini. Jujur aku merasa tidak enak untuk meminta izin secara mendadak seperti ini. Tapi mau tidak mau, aku terpaksa melakukannya setelah mengingat hukuman yang telah Mile berikan padaku.
Tidak adil rasanya menjalani hukuman yang pria itu berikan tanpa tahu alasannya secara jelas. Kata putus yang ditetapkan itu terlalu kejam untukku. Apakah adil jika menjatuhkan hukuman pada pesalah tanpa mendengar pembelaan darinya? Walau perubahan padanya itu nyata sekali tapi aku yakin dengan kasih yang terjalin diantara diriku dan dia.
Akan aku pastikan untuk membawanya pulang dengan cinta ini. Bertingkah seperti biasanya – seperti mana aku mengenalinya. Namun rasanya harapku terlalu tinggi padanya. Karena nyatanya cinta ini malah membuatnya semakin jauh dari ku.
Jauh hingga tidak lagi biasa ku gapai, tidak lagi bisa melihat bayangnya sekali pun. Puas ku membujuk hati untuk tetap bersabar setiap kali mendengar suara-suara hinaan dari para karyawan yang mungkin saja sudah bisa menduga kondisi hubungan ku dan Mile setelah melihat kad undangan pernikahan yang kembali di pulangkan padaku. Di tambah dengan tingkah dinginnya padaku.
Sungguh aku lelah!
Semakin aku membujuk hati semakin sakit rasanya – semakin besar pula rasa kecewa yang sudah bermukim di hati.
Wajah bunda, Kak Us dan Tong terus saja bermain di pikiran. Jika aku membawa kabar duka ini pada bunda dan Kak Us, pastilah mereka rebah. Tidak mungkin aku bisa melihat bunda menangisi kondisi ku lagi. Cukup waktu itu, jangan lagi!
Ingin aku menceritakannya pada Tong, tapi itu tidak mungkin melihat bagaimana dia menyepikan diri. Tidak ada pesan atau notifikasi darinya. Tapi aku tidak menyalahkannya jauh sekali kecewa dengan sikapnya karena aku tahu, dia pasti sedang sibuk. Hanya saja di saat seperti ini rasa rindu ku pada sosok teman sepertinya menjadi semakin besar. Aku mula mengingat kata-kata Tong yang menyatakan dengan yakin bawa Mile itu adalah takdirku yang sebenarnya.
Terus sekarang, dimana dia melemparkan janji-janjinya dulu padaku? Dimana letak kesalahanku hingga dia tega menghukumku seperti ini?
Berulang kali aku berusaha untuk membujuk diri menerima semuanya dengan lapang dada, namun sang hati yang terlanjur terluka ini sepertinya memaksaku untuk mengejar langkah Mile hanya untuk sebuah kepastian.
Menurutku, selembar nota kecil itu tidak ada harganya sama sekali jika ingin di bandingkan dengan sebuah penjelasan dari Mile sendiri.
Aku tiba di perusahaan P&R Group siang itu dan wajah pertama yang aku lihat sebaik kaki melangkah di lantai ruangan Mile berada adalah Gulf. Cukup mengagetkan karena dia ada di sana.
“ Selamat siang, Gulf!” aku menyapanya ramah dengan sebuah senyuman yang terukir dengan paksa agar bisa menutupi gelisah di hati.
Baru kali ini kita bertatap mata setelah kejadian beberapa hari lalu. Dia masih saja sama tapi sayang pandangan yang dia miliki waktu ini tidak lagi hangat. Tidak ada kecerian jauh sekali kata ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Drapetomania [ MileApo ]
Fiksi Penggemar*Note : Harus baca Between Us dulu baru Drapetomania Book 2 : Aku tahu ini salah, tapi hanya ini jalan yang terfikir oleh ku. Mungkin aku terlihat seperti pengemis saat ini di matanya. Hilang sudah harga diri seorang Apo Nattawin di mata seorang Mi...