EMPAT

343 24 7
                                    

👣👣👣

Awan cerah menyelimuti baskara di pagi hari yang sejuk ini. Sekarang Izam tengah bersiap-siap ke gudang milik keluarganya. Di desa ini, gudang Bapaklah yang terbesar dan mampu mempekerjakan orang kampung di sekitarnya.

"Zam ayo, Bapak udah siap nih," panggil Bapak di depan pintu rumah.

Izam berjalan dengan cepat menyusul bapaknya. Setelah sudah merasa siap mereka berdua pamit dengan Ibu. Kemudian menaiki sepeda ontelnya menuju gudang persediaan hasil pertanian Bapak di sana.

Setelah sampai di lokasi gudang Izam mengedarkan pandangannya, setelah lama ia akhirnya menginjak gudang ini kembali, banyak sekali perubahan yang telah Bapak buat.

CV Baswara gudang menyimpan persediaan sayuran dari ladang. Ruangan penyimpanan sayuran kering, yang akan didistribusi ke pihak lain. Langkahnya menyusuri gudang tersebut, di dalam gudang ada bagian kantor untuk administrasi dan pembukuan.

Izam bekerja di sini secara perlahan dengan dibimbing Bapak dan pekerja yang lain.

Langkahnya mengikuti Bapak yang mengarahkannya ke ruangan tempat ia akan bekerja nantinya.

"Nah, Izam di sini tempat duduk kamu, Nak. Bapak udah siapin semuanya kamu tinggal pelajari dulu, kalau tidak tau bisa tanya Mas Akbar dia juga yang suka bantu-bantu Bapak di sini,"

"Iya, Pak."

Bapak keluar dari ruangan itu menuju ruangannya sendiri.

Langkahnya menyisir ruangan khusus untuk dirinya seorang. Kesuksesan Bapak memang tidak bisa diragukan, sebenarnya Izam agak malu bekerja bukan dengan hasil keringatnya sendiri. Akan tetapi, orang tua Izam selalu memaksa ia ikut membantu mengelolah gudang ini. Kebetulan sekali kemarin dia sempat terkena PHK dan Bapak, Ibu, langsung menyuruh untuk pulang.

Izam menyentuh jendela kaca besar yang langsung mengarah ke tempat parkir truk pengangkut sayuran berada.

Tiba-tiba saja tubuhnya terlonjak kaget, langkahnya mundur ke belakang. Setelah apa yang ia lihat di depan.

"Hantu gurita? Kenapa muncul lagi, sih."

Naci di balik kaca sedang melotot mengeluarkan darah dari kedua sudut matanya.

"Kenapa gurita, sih! Kemarin ubur-ubur, sekarang malah tambah jelek," protesnya setelah mendengar ucapan pemuda di depan.

Akhirnya Naci menembus kaca tersebut mengambang di depan pemuda itu.

Wajahnya mengkerut. "Kenapa kamu selalu menggangguku, sih?" keluhnya.

"Resiko pohon Naci kemarin di tebang,"

"Pergi sana gurita saya sibuk, ga ada waktu meladeni kamu." Izam berbalik menuju kursi tempat duduknya.

Naci melesat menghalangi jalan Izam. "Aku Naci, bukan gurita. Pemuda jelek!"

"Heh? Berani kamu hantu gurita bilang saya jelek!" Izam seakan menantang hantu di depan.

"Cih, mana ada tampan, tampangnya bodoh kayak kamu," seru Naci melihat dari atas sampai bawah penampilan Izam. Yang mengenakan kemeja bahan disandingkan dengan celana senada.

"Bodoh? Sini kamu hantu jelek, ku jadikan pajangan boneka santet untuk dukun kampung sebelah." Izam berusaha menangkap Naci, tetapi nahas yang tersentuh hanya udara.

"Kan baru dibilangin, udah kelihatan aja bodohnya." Naci tertawa memperlihatkan senyumnya yang merekah.

"Salah saya ngeladenin hantu." Izam memilih menembus tubuh Naci dan menduduki kursi kerjanya. Dia lebih memilih mengecek dokumen yang tadi Bapak kasih.

Hantu Naci Piuu! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang