LIMAPULUH

127 8 13
                                    

🌻🌻🌻

Semalam sudah Naya tidak pulang, dia meratapi nasibnya di danau. Dia tidak mau kembali ke rumah Izam masih ada yang sedikit mengganjal dalam dirinya, perkataan yang tidak seharusnya ada di benaknya terus berputar secara berkala.

'Kalau Izam tidak mencintainya kira-kira dia sekarang sedang menunggu apa dan untuk apa'

Kata yang tidak tahu kenapa mesti selalu berputar dan seperti apa jawabannya.

Naya sengaja tidak berada di pinggir danau, dia sekarang tengah berada di ujung tanggul agar tidak ada yang melihatnya. Tidak ada seorangpun yang bisa menjangkau ke sini, terkecuali dia mau berjalan sejauh ini sampai ke ujung.

Gaun cantik yang masih melekat di tubuhnya berkibar tertiup angin, matahari sudah di atas kepala. Dia tengah memandang air yang tenang perlahan-lahan surut, sepertinya rencana kepala desa sudah dijalankan dia hanya menatap dalam diam.

Dia mengguncang kakinya, tiada hari yang tidak kacau dalam pikirannya, walau sudah terobati dengan bertemu pemuda kesukaannya, tetapi kenyataan tetap kenyataan semua yang dia terima sekarang akan segera menghilang secepat mungkin.

Naya mendongak dengan ekspresi lelah. "Bisa tidak aku tetap berada di sini, sampai Mas Izam menerima semua kenyataan ini dengan gamblang, aku hanya takut kepergianku kali ini mampu membuat dirinya terguncang lebih hebat daripada kemarin."

"Aku sungguh ingin tetap berada di sisinya, hingga dia mampu mengucap kata perpisahan denganku tanpa rasa penyesalan yang dalam."

"Apa itu semua sulit untuk diterima sebagai permintaan?" Naya tertawa kering.

Dia menunduk, bahunya melesak. "Paling tidak beritahu aku kapan kepergianku, jangan membuat orang lain menanti hari yang dia takutkan."

Suara langkah kaki dengan percikan air terdengar dari belakangnya. Dia segera menoleh melihat siapa di sana.

"Mas kok bisa kemari?" Naya memutar tubuhnya menangkap tubuh Izam yang merosot ke pelukannya.

"Jangan tinggalin aku Naya, aku mencarimu aku takut kamu pergi tiba-tiba tanpa berpamit lagi seperti waktu itu." Izam berbicara dengan tubuh gemetar.

Naya meringis menahan tangis melihat Izam yang ketakutan atas kepergiannya kembali. "Aku di sini jangan takut, aku akan tetap di sini." Dia mengelus lembut punggung Izam.

Izam memejamkan matanya kuat, meloloskan cairan bening dari netranya. Kali ini dia sangat panik dan ketakutan Naya pergi lagi dari hadapannya, semalaman Izam menunggu kepulangan Naya, tetapi tidak ada tanda-tanda dia akan balik.

Hingga fajar datang Naya tidak menampakan keberadaannya sehingga membuat Izam bertindak tanpa berpikir lagi mencari ke manapun keberadaan Naya, hingga dia sekarang sampai ke danau, tetapi dia tidak juga menemukannya. Dia melihat siluet gaun yang dia pilihkan berada di ujung tanggul tanpa pikir panjang dia ke sana, walau dengan terpeleset beberapa kali untung saja dia tidak jatuh ke danau bisa-bisa dia akan mati tanpa menemukan Naya terlebih dahulu.

Izam menggeleng kuat, dengan suara memelan jadi bisikan, "Jangan tinggalkan aku seperti ini lagi, kamu dulu pas jadi Naci pernah ninggalin aku Naya! Apa kamu tidak ingat?!"

Naya menggeleng lemah mengingat waktu itu, untuk pertama kalinya Izam mencari sosok Naci dalam hidupnya.

"Maaf soal waktu jadi Naci aku tengah melepas kepergian keluargaku ke alam sana, Mas. Jadi, aku meninggalkan kamu berhari-hari." Dulu dia kira Izam akan biasa saja atas kepergiannya secara mendadak, ternyata yang dia kira meleset Izam menunggunya. Tatapan waktu itu sangat membekas di ingatan Naya.

Hantu Naci Piuu! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang