EMPATPULUH LIMA

115 10 16
                                    

Mau bernafas atau tidak, walaupun kodratnya sudah berbeda. Emosinya tetap setara.~ Nayana Belvi Arata.

Keadaan rumah kepala desa seakan ruyam Egi kabur dari jendela, kalau Sinta tidak melihatnya mungkin akan terjadi hal fatal terlihat dari wajahnya yang linglung. Sinta buru-buru menelepon Pak Rio meminta bantuan karena Ayah kewalahan menenangkannya.

Pak Rio datang dengan terburu-buru dia langsung menghampiri dan menanyakan keadaan.

"Bagaimana Pak Rio? Kau sudah menemukan solusinya?" tanya Pak Surya.

Pak Rio menghela nafas, kemudian menggeleng. Dia tidak tahu harus berbicara seperti apa, dia tidak bisa berbicara tentang Naya begitu saja, pasti ada alasan dia di sana dan berhubungan dengan Egi.

Egi menggedor pintu kamarnya dari dalam, mereka semua teralihkan.

"Egi diam! Jangan bertingkah," teriak Pak Surya.

"Pak aku harus menebus kesalahanku di sana, bukalah." Gedoran semakin santer terdengar dari kamar.

Pak Surya mengusap telingannya kasar. "Apa kau waras Egi? Apa yang perlu kau tebus!"

"Tidak ada, aku, aku."

Pak Rio dan Pak Surya mengkerut samar mendengar perlahan suara Egi menghilang.

Memang betul ada yang mengganjal di sini, Pak Rio maju mengetuk pintu kamar dari luar.

"Ceritakan yang sejujurnya, kalau kamu mau tenang tidak seperti ini lagi Egi."

"A--aku tidak melakukan apapun!"

Pak Rio menghela nafas jengah, kalau terus seperti ini, masalah ini tidak akan selesai dan ada jalan keluarnya. Egi yang bisa diajak berbicara saja seperti itu, bagaimana dengan Naya yang hanya hantu.

"Pak kasih saja dia waktu untuk merenung kesalahannya, dia tidak mungkin bersikap seperti itu kalau tidak ada yang mengganjal."

Pak Rio menoleh ke Pak Surya dan diangguki dengan wajah lesu.

-

Pagi-pagi sekali ada suara gedoran dari pintu depan rumah kepala desa.

Pak Surya dengan wajah lelah membuka pintu tersebut dengan heran, siapa yang bertamu tidak sopan seperti itu. Ketika pintu dibuka Izam langsung nyelonong ke dalam menuju kamar Egi.

Pak Surya terkejut dengan sikap tidak sopan Izam. Dia mengikuti arah Izam. "Ada apa Zam, kenapa kamu bertamu pagi sekali."

Ucapannya itu diabaikan, Izam memilih berjalan cepat ke arah kamar Egi, menggedornya dari luar dengan tampang marah.

"Egi sialan buka!"

Egi yang memang tertidur di belakang pintu terkejut mendengar suara marah sahabatnya.

"Ada apa Zam?" Pak Surya mendekat.

"Buka!"

"Saya yang menutupnya, kenapa perlu dibuka?"

Izam memincing ke samping, lalu dengan wajah tegasnya dia berkata, "Tolong segera buka pintu ini." Terlihat vena merah di dahinya.

"Kenapa?"

"Buka!" teriak Izam lantang.

Sinta yang baru bergabung terkejut, tidak lama langsung menghubungi Pak Rio, dia memiliki firasat buruk tentang Izam, orang yang tidak pernah memperlihatkan emosinya sekarang seperti terbakar amarah.

Pak Surya langsung membuka pintu tersebut, dia juga penasaran kenapa anak Pak Adit membuat gaduh di rumahnya.

Ketika pintu dibuka, Izam langsung membanting pintu itu. Egi yang di belakangnya sampai tersungkur.

Hantu Naci Piuu! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang