🧨🧨🧨
Malam silih berganti, angin menerpa dedaunan yang siap terjatuh ke tanah dengan suka rela.
Pohon yang berjejer di dekat danau sudah terlalu tua untuk berada di sana. Semua kehidupan ada masanya, sama seperti sosok yang melewati pohon tersebut dengan melesat cepat. Saat dia melewati pohon besar tubuhnya menghilang berubah menjadi sosok mengerikan yang selalu ditakuti warga sekitar.
"Akhirnya kamu balik lagi, Naya," ungkap Mbak Kun yang menggantikan sosok di tanggul.
"Mas Izam tidak mau pergi dariku barang sedikitpun, Mbak Kun,"
"Salahkan dirimu sendiri harusnya jangan terlalu dekat dengan dia, sekedarnya saja untuk mencari 'hal' itu yang mungkin saja berhubungan dengan dia."
Naya berjalan ke tanggul yang sudah setengah jadi dibuat oleh para pekerja. Kakinya sudah tak lagi bernanah, kembali ke wujud waktu dia masih hidup.
"Lihat itu, kakimu sudah kembali, tetapi wajahmu tidak Naya." Mbak Kun mencemooh.
Naya menyisir rambutnya. "Yah, karena ada ingatan yang timbul akibat aku berdekatan dengan Mas Izam,"
"Sudah siap sakit 2 kali? Oh salah, sudah siap menyakiti orang lain 2 kali bahkan jauh lebih tragis dari pada waktu dulu, Nay?" Mbak Kun memainkan rambutnya yang panjang, terduduk di tanggul bersamaan dengan Naya di samping.
Naya menunduk murung kembali menerima kenyataan tersebut. Izam sangat kehilangan dirinya, semua sudah dia lihat, rasa sakit dan traumanya tidak main-main. Sekarang dia akan mulai menyakiti Izam kembali secara perlahan, ini bukan maunya, tetapi ini harus berjalan demi dia pulang ke alam baka dengan tenang.
Dia sudah menunggu dengan harapan besar di tanggul ini selama 5 tahun untuk kepulangannya, tetapi terus saja ada hal mengganjal yang membuatnya tidak bisa pergi dari sini.
"Bertahanlah sebentar lagi Naya, kalau kamu tidak sanggup, kamu akan terus terkurung di sini tanpa kehidupan yang jelas, dan mengganggu ketentraman orang lain."
Mbak Kun samping rumah Izam tidak seburuk itu, dia tahu masalah Naya. Dia cukup membantu menggantikan posisi dirinya duduk di sini selama dia pergi dengan tubuh lain. Tentu saja agar tidak ada yang curiga tentang dirinya selama ini. Karena kemalangan yang menimpa Naya akhirnya dia mau membantu dengan sukarela, walau terkadang mereka juga suka mencela satu sama lain.
"Keluargamu sudah pergi duluan ke alam baka, kamu tertinggal sendirian di sini itu, 'kan yang membuatmu buru-buru mendekati pemuda tersebut tanpa melihat konsekuensi lebih besarnya nanti?"
Memang betul keluarga yang selalu dicari sudah pergi terlebih dahulu ke atas sana. Yang tersisa sekarang hanya dia, terkadang Naya berpikir apa dosa dia terlalu besar atau dendam yang tidak dia tahu apa itu nan selalu menggebu.
"Ya, sekalian aku juga ingin menyadarkan dia bahwa yang ditunggu telah berada di tempat yang berbeda, tidak bisa lagi dia gapai, bahkan angan-angan pun tidak bisa menembusnya." Naya tertawa miris melihat keadaan sekarang semakin runyam akan rasa egoisnya sendiri yang menggebu.
"Ini bukan salahmu berhenti menyalahkan diri sendiri, ini semua takdir," kata Mbak Kun.
Mbak Kun sudah sering melihat Naya menyalahi dirinya sendiri apalagi setelah melihat keterpurukan pemuda tersebut. Di sini tidak ada yang baik-baik saja hanya terdapat racun yang terus menjalar kesetiap sisinya tanpa ampun.
"Hidup ini lucu, bahkan sudah mati pun kita masih terlihat lucu untuk dipermainkan takdir yang kejam." Naya terus menatap kosong ke depan.
Mbak Kun mendongak menatap cahaya yang bertaburan di langit. "Ya, makanya aku tidak ingin pergi dari dunia yang fanah ini, biarlah aku menjadi penghuni tua di sini tanpa pergi ke alam baka seperti kemauan kuat yang kamu miliki Naya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Naci Piuu! [END]
HorrorKecil, putih, terbang melesat? Apa lagi kalau bukan Naci (nasi kecil) seorang hantu yang tinggal di pohon pete bersama keluarganya. Ini kisah tentang Izam Hanifan Arslan. Pemuda yang baru saja di PHK dan balik ke kampung halaman. Niat hati ingin mem...